Seri Matius 3: Abraham, Sahabat Allah & Bapa Orang Beriman [by: Fr. Daniel Byantoro]
Date: 11 Desember 2011
Shalom Alaikhem Be Shem Ha-Massiakh,
Saudara-Saudari yang terkasih dalam Kristus,
Kita masih membahas pembukaan dan judul dari Injil Matius, yaitu mengenai identitas Ha-Massiakh Yoshua, Sang Kristus Yesus. Dalam pembahasan pelajaran kita yang lalu, kita telah membicarakan makna pernyataan Injil Matius mengenai Yoshua Ha-Massiakh, Yesus Sang Kristus ini, sebagai “Anak Daud”.
Dalam pelajaran kita kali ini, kita akan membahas pernyataan Injil Matius selanjutnya bahwa Yesus Kristus adalah “Anak Abraham”. Jika Daud disebut pertama sebagai nenek moyang Sang Kristus di dalam Injil Matius ini, sebagaimana yang telah kita bahas, itu dikarenakan Injil Matius hendak menegaskan bahwa Yesus inilah Mesias yang dijanjikan Alah itu. Sebab baru pada zaman Daud saja lembaga kerajaan diantara umat pilihan Allah, bangsa Israel, itu mulai ada, dan Mesias itu haruslah seorang Raja Kekal keturunan Daud yang durapi, dan Daud sendiri sebagai gambaran dari Mesias itu, disamping Dia itu juga harus seorang Nabi Terpuncak dan Imam yang kekal. Karena kepada Daudlah Yahweh Elohim itu menjanjikam sutau Kerajaan dan Keturunan kekal baginya (II Samuel 7:12-14). Itulah sebabnya nama Daud harus didahulukan sebelum nama Abraham sebagai leluhur Ha-Massiakh dalam Injil Matius.
Ha-Massiakh Yoshua, Sang Kristus Yesus, dikatakan sebagai “Anak Abraham”, karena kepada Abrahamlah pertama kalinya Yahweh mengikat Perjanjian yang demikian ini bunyinya dengan manusia : ”Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:2-3). Siapakah Abraham ini sehingga Allah mengikat Perjanjian dengannya dengan mengatakan bahwa “olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat" ini? Alkitab mengatakan kepada kita demikian: ”Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain.” (Yosua 24: 2). Sungai Efrat bersama dengan Sungai Tigris itulah yang membentuk wilayah yang disebut Mesopotamia (Yunani “mesos” = tengah, “potamos” = sungai, wilayah di pertengahan dua sungai), yang sampai sekarang masih ada di negara Irak. Dan dari sanalah nenek moyang Abraham berasal.
Ayah Abraham adalah “Terah” (dalam Al-Qur’an ayah Abraham/Ibrahim disebut sebagai “Azar” – Surah 6 (Al-An’am) :74), dan saudara-saudaranya adalah “Nahor” dan “Haran” (Kejadian 11:26). Mereka semuanya tadinya adalah “beribadah kepada allah lain” yaitu menyembah berhala sesembahan bangsa Mesopotamia itu. Selanjutnya diceritakan demikian mengenai keluarga Terah itu : ”Inilah keturunan Terah. Terah memperanakkan Abram, Nahor dan Haran, dan Haran memperanakkan Lot. Ketika Terah, ayahnya, masih hidup, matilah Haran di negeri kelahirannya, di Ur-Kasdim. Abram dan Nahor kedua-duanya kawin; nama isteri Abram ialah Sarai, dan nama isteri Nahor ialah Milka, anak Haran ayah Milka dan Yiska. Sarai itu mandul, tidak mempunyai anak. Lalu Terah membawa Abram, anaknya, serta cucunya, Lot, yaitu anak Haran, dan Sarai, menantunya, isteri Abram, anaknya; ia berangkat bersama-sama dengan mereka dari Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah Kanaan, lalu sampailah mereka ke Haran, dan menetap di sana. Umur Terah ada dua ratus lima tahun; lalu ia mati di Haran.” (Kejadian 11:27-32). Keluarga ini melakukan transmigrasi dari Ur-Kasdim yaitu Mesopotamia menuju Kanaan yaitu Tanah Suci Israel. Namun belum sampai tiba di Kanaan Terah, ayah Abraham, meninggal di Haran, yang sekarang terletak di Turki Selatan. Dari Haran inilah Abraham mendapat panggilan dari Yahweh, yang demikian: ”Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;” (Kejadian 12:1) itu. Alkitab tidak menjelaskan sejak kapan Abraham meninggalkan “allah lain” atau penyembahan berhala yang diibadahi oleh kaum keluarganya sampai ia bertemu dengan Elohim, Allah yang benar, yang menyatakan diri kepada Abraham dengan Nama : “El-Shaddai” (“Allah yang Maha Kuasa “ –Kejadian 17:1) itu. Karena kekosongan cerita inilah maka para Rabbi (Ulama) Yahudi dalam Kitab Talmud (Kitab Suci Agama Yahudi sesudah Tanakh/Perjanjian Lama) mengarang suatu legenda dalam Talmud bagian “Midrash Rabba mengenai Kejadian 15:7 ”, yang intinya demikian:
1) Terah, ayah Abraham adalah tukang pembuat berhala untuk dijual,
2) Suatu hari Abraham melayani seorang laki-laki pembeli berhala yang berumur 60 tahun, lalu ditanya kenapa orang sudah berumur tua mau menyembah benda yang umurnya lebih muda. Orang itu pergi dengan rasa malu.
3) Ada lagi seorang perempuan datang ke Abraham membawa tepung dan meminta Abraham untuk mempersembahkan tepung itu pada berhala-berhala itu. Abraham lalu bangkit kemudian dengan tongkatnya berhala-behala itu diremukkan dan tepung tadi ditaruh ditangan berhala yang paling besar.
4) Ayahnya datang menanyakan dengan marah mengapa dia melakukan itu. Abraham menjawab bahwa ketika tepung itu mau dipersembahkan pada berhala-berhala itu, lalu mereka saling berebutan ingin makan lebih dulu, berhala yang paling besar marah, lalu mengambil tongkat dan semua berhala yang lain itu dipukuli sampai remuk seperti itu, sehingga hanya berhala yang besar itu saja yang mendapatkan tepung persembahan itu. Ayahnya mengatakan tidak mungkin berhala bisa bertengkar, karena tidak bisa bicara dan tidak bisa bergerak. Maka Abraham menjawab ayahnya, jika demikian mengapa dia menyembah berhala yang tidak mampu berbuat apa-apa itu.
5) Dalam kemarahannya Terah membawa Abraham ke hadapan Raja Nimrod (Namrud, menurut Al-Qur’an), meskipun menurut Alkitab Nimrod itu bukan hidup dalam generasi yang sama dengan Abraham karena dia hidup dalam kurun waktu yang berabad-abad mendahului Abraham. Nimrod adalah anak Kush, anak Ham dan anak Nuh. Jadi dia adalah keturunan ketiga dari Nuh sesudah banjir bandang (Kejadian 10:6-8). Sementara Abraham adalahanak Terah, anak Nahor, anak Serug, anak Rehu, anak Peleg, anak Eber (dari sinilah keturunan Abraham disebut sebagai bangsa “Ibri/Ibrani” yaitu “Israel”, dan bangsa “Arab”), anak Selah, anak Arpakhsad, anak Sem, (dari sinilah anak-anak keturunan Abraham disebut sebagai “kelompok bangsa Semit/Semitik” ), anak Nuh (Kejadian 11: 10-26). Kita manusia yang ada sekarang ini, semuanya adalah keturunan Nuh menurut Alkitab, karena keturunan Adam yang lain telah musnah pada jaman banjir bandang itu. Sem anak Nuh adalah nenek moyang semua bangsa Timur Tengah, Ham anak Nuh adalah nenek moyang semua bangsa kulit hitam atau kulit gelap, dan Yafet anak Nuh adalah nenek moyang semua bangsa kulit terang. Jadi Abraham adalah generasi kesepuluh dari Nuh sesudah banjir bandang. Generasi ketiga (Nimrod) dan generasi kesepuluh (Abraham) dari Nuh tak mungkinlah hidup sejaman. Jadi kisah Abraham dan Nimrod dalam Talmud (Ibrahim dan Namrud, dalam Al-Qur’an) itu hanyalah cerita dongeng yang tak ada kebenaran sejarahnya yang dikarang para Rabbi, namun yang ikut tercatat dalam Al-Qur’an, sebagai Wahyu Allah, meskipun dalam bentuk detil cerita yang agak berbeda (Surah 19 (Maryam) :41-50, Surah 21 (Al-Anbiya) : 51-67).
6) Selanjutnya Talmud mengatakan bahwa di depan Nimrod terjadi perdebatan antara Abraham dengan Nimrod. Oleh Nimrod, Abraham diperintahkan menyembah api, Abraham membantah dengan mengatakan lebih baik menyembah air yang dapat memadamkan api, lalu dia disuruh menyembah air, ia membantah lebih baik menyembah awan yang membawa air ke bumi, dia disuruh menyembah awan, lalu membantah lebih baik menyembah angin yang dapat menghalau awan, lalu disuruh menyembah awan, ia membantah lebih baik menyembah manusia yang dapat berdiri menahan terpaan angin. Dari situ akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa hanya Allah yang patut disembah. Argumentasi Abraham bahwa yang ini lebih besar dari yang itu, dan yang itu lebih besar dari benda berikutnya sehingga sampai kepada kesimpulan bahwa hanya Allah yang patut disembah, meskipun bentuknya berbeda karena, juga ikut tercatat dalam Al-Qur’an sebagai kisah bagaimana Abraham menemukan Allah yang Esa itu ( Surah 6 (Al-An’am) : 74-82). Dalam Al-Qur’an yang digunakan sebagai argumerntasi Abraham adalah benda-benda antariksa, dimana tadinya Ibrahim mau menyembah bintang tetapi menemukan bahwa bulan lebih besar, sehingga mau menyembah bulan,tetapi melihat matahari lebih besar daripada bulan dan pada siang hari bulan menghilang, kemudian mau menyembah matahari tetapi kalau malam itu tidak ada, maka akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa hanya Allah yangh Esa yang patut disembah.
7) Yang terakhir Talmud mengatakan bahwa dengan jawaban Abraham yang menantang itu Abraham disuruh masuk ke dalam api, untuk membuktikan apakah Allah yang disembah Abraham itu mampu menyelamatkan dia dari api. Maka Abrahampun dibakar, tetapi api tak mempan menyentuh kulit Abraham, dan Abraham selamat keluar dari api. Kisah pembakaran Abraham oleh Nimrod menurut Talmud ini juga ikut masuk dalam catatan Wahyu Ilahi kitab Al-Qur’an ( Surah 21 (Al-Anbiya) : 66-71). Timbulnya legenda pembakaran Abraham karangan para Rabbi dalam Talmud itu adalah akibat dari salah faham dari bunyi ayat Alkitab yang demikian: ”…Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim….” (Kejadian 15:7).Kata “Ur” dalam bahasa Babylonia di Mesopotamia dari mana Abraham berasal itu artinya “kota”, misalnya “Ur-Shalim” (Kota Damai), yang menjadi “Yerusalem “ (dalam bhs Arab “Urusalim”). Jadi arti Ur-Kasdim itu sebenarnya adalah “kota di Kasdim”. Namun para Rabbi penulis Talmud itu membaca kata “Ur” seperti bahasa Aramia “Or” yang artinya api. Sehingga kata “engkau keluar dari Ur-Kasdim” dimengerti sebagai “engkau keluar dari Api di tanah Kasdim”, maka berkembanglah legenda Abraham dibakar dalam api tapi tidak mempan dan keluar dengan selamat itu. Dan akhirnya legenda yang berkembang dari para Rabbi akan Alkitab ini tampaknya ikut tercatat sebagai Wahyu Ilahi dalam Al-Qur’an.
Saudara-Saudari yang terkasih dalam Kristus, meskipun Alkitab tidak menjelaskan bagaimana Abraham meninggalkan penyembahan berhala dan menemukan “El-Shaddai”, Allah satu-satunya yang benar itu, yang jelas ia telah menemukan Allah yang benar sampai dia diangkat sebagai “Nabi” (Kejadian 20:7) yang juga diakui dalam Islam, dan memiliki hubungan yang begitu erat dengan Allah sampai ia disebut sebagai “sahabat Allah” (Yakobus 2:23, II Tawarikh 20:7) gelar yang mana juga disebutkan oleh Al-Qur’an (Surah 4 (An-Nissa) : 125). Karena ditengah-tengah dunia yang semua penduduknya adalah penyembah berhala, Abraham merupakan satu-satunya orang yang menyembah Allah yang Esa, sehingga Allah menghargai Abraham bukan hanya menjadikan dia sahabatNya dan mengangkatnya sebagai Nabi, namun juga Dia memanggil Abraham secara khusus untuk keluar dari lingkungan keberhalaan untuk menyembah Dia dan pindah ke tanah Kanaan, tanah Perjanjian itu, serta diberikan Perjanjian yang kita sebutkan diatas: ”Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:1-3). Perjanjian Abrahamiah yang diberikan Allah ini mengandung 3 unsur :
1) Negeri.
2)Bangsa dan Nama.
3) Berkat bagi semua kaum di bumi melalui dia.
Yang dimaksud dengan negeri adalah “Tanah Kanaan” (“Israel”). Dalam Al-Qur’an negeri dimana Abraham mempunyai kaitan adalah negeri Arab, terutama Mekah dimana Ka’bah berada (Surah 14 (Ibrahim) : 35-41, Surah 22 (Al-Hajj) : 26-30, Surah 2 (Al-Baqarah) : 124-129). Sedangkan Perjanjian mengenai “bangsa dan nama” itu menyangkut masalah “keturunan” bagi Abraham, dimana sekali lagi dalam Al-Qur’an yang dimaksud keturunan disini adalah “Ismail” (Surah 2 (Al-Baqara): 125, 127), nenek moyang bangsa Arab, darimana Muhammad berasal. Sehingga bahkan kisah tentang pengorbanan anak Abraham yang dalam Alkitab dikatakan jelas bahwa “Ishak”lah yang hampir dikorbankan itu (Kejadian 22:2-3, 6—9, Yakobus 2:21), dalam Al-Qur’an meskipun anak itu tak disebutkan namanya (Surah 37 (As-Saffat) : 83-113) namun mayoritas Ulama dan umat Islam meyakini bahwa yang dikorbankan adalah “Ismail”. Menurut Alkitab, Hagar dan Ismail, apalagi Abraham, tidak sampai pergi ke kota Mekkah, di semenanjung Arabia. Karena ketika terjadi pertengkaran antara Sara, isteri resmi Abraham, ibu dari Ishak; dan Hagar, gundik Abraham, ibu dari Ismail. Hagar meninggalkan Sara sambil membawa Ismail dan mengembara di padang gurun Bersyeba (Kejadian 21:14) yang terletak tidak jauh dari Hebron, dan Laut Mati, serta padang gurun Yudea, masih dalam lingkup tanah Israel, bukan di Jazirah Arabia. Ketika air sudah habis, dan Ismael hampir mati kehausan, Hagar kebingungan, lalu Malaikat Yahweh (Firman Allah sebelum menjadi manusia) memperlihatkan kepadanya “sebuah sumur” (Kejadian 21:19) bagi memberi minum kepada Ismael. Jadi sumur yang dimaksud Alkitab dimana Ismael mendapat minum bukanlah sumur Zam-Zam dekat Ka’bah di Mekkah seperti yang diyakini dalam Agama Islam. Sebab kejadian ini menurut Alkitab terjadi di Beersyeba, masih di tanah Israel, bukan di Mekkah di Jazirah Arabia. Selanjutnya dikatakan: ”Allah menyertai anak itu (Ismael), sehingga ia bertambah besar; ia menetap di padang gurun dan menjadi seorang pemanah. Maka tinggallah ia di padang gurun Paran, dan ibunya mengambil seorang isteri baginya dari tanah Mesir.” (Kejadian 21:20-21). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Hagar dan Ismael akhirnya menetap di “padang gurun Paran, bukan di sekitar Mekkah di Jazirah Arabia sebagaimana yang dikatakan Al-Qur’an., namun di sebelah sudut Timur-Laut (Timur-Utara) dari Semenanjung Gunung Sinai arah ke selatan dari tanah Israel menuju ke Mesir. Bagian ini memang disebut “Arabia” (Galatia 4:25), namun bukan “Jazirah/Semenanjung Arabia” dimana Ka’bah berada. Jadi sejauh data Alkitab itu yang kita pelajari tak ada bukti bahwa baik Abraham, Hagar maupun Ismael itu pernah pergi ke Jazirah Arabia, dan tinggal disana, serta Abraham memperbaiki fondasi Ka’bah bersama Ismael, di Mekkah, seperti yangt dikatakan dalam Al-Qur’an (Surah 2 (Al-Baqarah) : 124-129).
Karena masalah “keturunan “ Abraham dan “berkat” bagi segenap kaum di bumi melalui Abraham itu saling terkait, kita akan bicarakan hal ini dalam pelajaran kita minggu depan. Amin
Next: Seri Matius 4: Abraham, Sahabat Allah 2
Shalom Alaikhem Be Shem Ha-Massiakh,
Saudara-Saudari yang terkasih dalam Kristus,
Kita masih membahas pembukaan dan judul dari Injil Matius, yaitu mengenai identitas Ha-Massiakh Yoshua, Sang Kristus Yesus. Dalam pembahasan pelajaran kita yang lalu, kita telah membicarakan makna pernyataan Injil Matius mengenai Yoshua Ha-Massiakh, Yesus Sang Kristus ini, sebagai “Anak Daud”.
Dalam pelajaran kita kali ini, kita akan membahas pernyataan Injil Matius selanjutnya bahwa Yesus Kristus adalah “Anak Abraham”. Jika Daud disebut pertama sebagai nenek moyang Sang Kristus di dalam Injil Matius ini, sebagaimana yang telah kita bahas, itu dikarenakan Injil Matius hendak menegaskan bahwa Yesus inilah Mesias yang dijanjikan Alah itu. Sebab baru pada zaman Daud saja lembaga kerajaan diantara umat pilihan Allah, bangsa Israel, itu mulai ada, dan Mesias itu haruslah seorang Raja Kekal keturunan Daud yang durapi, dan Daud sendiri sebagai gambaran dari Mesias itu, disamping Dia itu juga harus seorang Nabi Terpuncak dan Imam yang kekal. Karena kepada Daudlah Yahweh Elohim itu menjanjikam sutau Kerajaan dan Keturunan kekal baginya (II Samuel 7:12-14). Itulah sebabnya nama Daud harus didahulukan sebelum nama Abraham sebagai leluhur Ha-Massiakh dalam Injil Matius.
Ha-Massiakh Yoshua, Sang Kristus Yesus, dikatakan sebagai “Anak Abraham”, karena kepada Abrahamlah pertama kalinya Yahweh mengikat Perjanjian yang demikian ini bunyinya dengan manusia : ”Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:2-3). Siapakah Abraham ini sehingga Allah mengikat Perjanjian dengannya dengan mengatakan bahwa “olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat" ini? Alkitab mengatakan kepada kita demikian: ”Dahulu kala di seberang sungai Efrat, di situlah diam nenek moyangmu, yakni Terah, ayah Abraham dan ayah Nahor, dan mereka beribadah kepada allah lain.” (Yosua 24: 2). Sungai Efrat bersama dengan Sungai Tigris itulah yang membentuk wilayah yang disebut Mesopotamia (Yunani “mesos” = tengah, “potamos” = sungai, wilayah di pertengahan dua sungai), yang sampai sekarang masih ada di negara Irak. Dan dari sanalah nenek moyang Abraham berasal.
Ayah Abraham adalah “Terah” (dalam Al-Qur’an ayah Abraham/Ibrahim disebut sebagai “Azar” – Surah 6 (Al-An’am) :74), dan saudara-saudaranya adalah “Nahor” dan “Haran” (Kejadian 11:26). Mereka semuanya tadinya adalah “beribadah kepada allah lain” yaitu menyembah berhala sesembahan bangsa Mesopotamia itu. Selanjutnya diceritakan demikian mengenai keluarga Terah itu : ”Inilah keturunan Terah. Terah memperanakkan Abram, Nahor dan Haran, dan Haran memperanakkan Lot. Ketika Terah, ayahnya, masih hidup, matilah Haran di negeri kelahirannya, di Ur-Kasdim. Abram dan Nahor kedua-duanya kawin; nama isteri Abram ialah Sarai, dan nama isteri Nahor ialah Milka, anak Haran ayah Milka dan Yiska. Sarai itu mandul, tidak mempunyai anak. Lalu Terah membawa Abram, anaknya, serta cucunya, Lot, yaitu anak Haran, dan Sarai, menantunya, isteri Abram, anaknya; ia berangkat bersama-sama dengan mereka dari Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah Kanaan, lalu sampailah mereka ke Haran, dan menetap di sana. Umur Terah ada dua ratus lima tahun; lalu ia mati di Haran.” (Kejadian 11:27-32). Keluarga ini melakukan transmigrasi dari Ur-Kasdim yaitu Mesopotamia menuju Kanaan yaitu Tanah Suci Israel. Namun belum sampai tiba di Kanaan Terah, ayah Abraham, meninggal di Haran, yang sekarang terletak di Turki Selatan. Dari Haran inilah Abraham mendapat panggilan dari Yahweh, yang demikian: ”Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu;” (Kejadian 12:1) itu. Alkitab tidak menjelaskan sejak kapan Abraham meninggalkan “allah lain” atau penyembahan berhala yang diibadahi oleh kaum keluarganya sampai ia bertemu dengan Elohim, Allah yang benar, yang menyatakan diri kepada Abraham dengan Nama : “El-Shaddai” (“Allah yang Maha Kuasa “ –Kejadian 17:1) itu. Karena kekosongan cerita inilah maka para Rabbi (Ulama) Yahudi dalam Kitab Talmud (Kitab Suci Agama Yahudi sesudah Tanakh/Perjanjian Lama) mengarang suatu legenda dalam Talmud bagian “Midrash Rabba mengenai Kejadian 15:7 ”, yang intinya demikian:
1) Terah, ayah Abraham adalah tukang pembuat berhala untuk dijual,
2) Suatu hari Abraham melayani seorang laki-laki pembeli berhala yang berumur 60 tahun, lalu ditanya kenapa orang sudah berumur tua mau menyembah benda yang umurnya lebih muda. Orang itu pergi dengan rasa malu.
3) Ada lagi seorang perempuan datang ke Abraham membawa tepung dan meminta Abraham untuk mempersembahkan tepung itu pada berhala-berhala itu. Abraham lalu bangkit kemudian dengan tongkatnya berhala-behala itu diremukkan dan tepung tadi ditaruh ditangan berhala yang paling besar.
4) Ayahnya datang menanyakan dengan marah mengapa dia melakukan itu. Abraham menjawab bahwa ketika tepung itu mau dipersembahkan pada berhala-berhala itu, lalu mereka saling berebutan ingin makan lebih dulu, berhala yang paling besar marah, lalu mengambil tongkat dan semua berhala yang lain itu dipukuli sampai remuk seperti itu, sehingga hanya berhala yang besar itu saja yang mendapatkan tepung persembahan itu. Ayahnya mengatakan tidak mungkin berhala bisa bertengkar, karena tidak bisa bicara dan tidak bisa bergerak. Maka Abraham menjawab ayahnya, jika demikian mengapa dia menyembah berhala yang tidak mampu berbuat apa-apa itu.
5) Dalam kemarahannya Terah membawa Abraham ke hadapan Raja Nimrod (Namrud, menurut Al-Qur’an), meskipun menurut Alkitab Nimrod itu bukan hidup dalam generasi yang sama dengan Abraham karena dia hidup dalam kurun waktu yang berabad-abad mendahului Abraham. Nimrod adalah anak Kush, anak Ham dan anak Nuh. Jadi dia adalah keturunan ketiga dari Nuh sesudah banjir bandang (Kejadian 10:6-8). Sementara Abraham adalahanak Terah, anak Nahor, anak Serug, anak Rehu, anak Peleg, anak Eber (dari sinilah keturunan Abraham disebut sebagai bangsa “Ibri/Ibrani” yaitu “Israel”, dan bangsa “Arab”), anak Selah, anak Arpakhsad, anak Sem, (dari sinilah anak-anak keturunan Abraham disebut sebagai “kelompok bangsa Semit/Semitik” ), anak Nuh (Kejadian 11: 10-26). Kita manusia yang ada sekarang ini, semuanya adalah keturunan Nuh menurut Alkitab, karena keturunan Adam yang lain telah musnah pada jaman banjir bandang itu. Sem anak Nuh adalah nenek moyang semua bangsa Timur Tengah, Ham anak Nuh adalah nenek moyang semua bangsa kulit hitam atau kulit gelap, dan Yafet anak Nuh adalah nenek moyang semua bangsa kulit terang. Jadi Abraham adalah generasi kesepuluh dari Nuh sesudah banjir bandang. Generasi ketiga (Nimrod) dan generasi kesepuluh (Abraham) dari Nuh tak mungkinlah hidup sejaman. Jadi kisah Abraham dan Nimrod dalam Talmud (Ibrahim dan Namrud, dalam Al-Qur’an) itu hanyalah cerita dongeng yang tak ada kebenaran sejarahnya yang dikarang para Rabbi, namun yang ikut tercatat dalam Al-Qur’an, sebagai Wahyu Allah, meskipun dalam bentuk detil cerita yang agak berbeda (Surah 19 (Maryam) :41-50, Surah 21 (Al-Anbiya) : 51-67).
6) Selanjutnya Talmud mengatakan bahwa di depan Nimrod terjadi perdebatan antara Abraham dengan Nimrod. Oleh Nimrod, Abraham diperintahkan menyembah api, Abraham membantah dengan mengatakan lebih baik menyembah air yang dapat memadamkan api, lalu dia disuruh menyembah air, ia membantah lebih baik menyembah awan yang membawa air ke bumi, dia disuruh menyembah awan, lalu membantah lebih baik menyembah angin yang dapat menghalau awan, lalu disuruh menyembah awan, ia membantah lebih baik menyembah manusia yang dapat berdiri menahan terpaan angin. Dari situ akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa hanya Allah yang patut disembah. Argumentasi Abraham bahwa yang ini lebih besar dari yang itu, dan yang itu lebih besar dari benda berikutnya sehingga sampai kepada kesimpulan bahwa hanya Allah yang patut disembah, meskipun bentuknya berbeda karena, juga ikut tercatat dalam Al-Qur’an sebagai kisah bagaimana Abraham menemukan Allah yang Esa itu ( Surah 6 (Al-An’am) : 74-82). Dalam Al-Qur’an yang digunakan sebagai argumerntasi Abraham adalah benda-benda antariksa, dimana tadinya Ibrahim mau menyembah bintang tetapi menemukan bahwa bulan lebih besar, sehingga mau menyembah bulan,tetapi melihat matahari lebih besar daripada bulan dan pada siang hari bulan menghilang, kemudian mau menyembah matahari tetapi kalau malam itu tidak ada, maka akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa hanya Allah yangh Esa yang patut disembah.
7) Yang terakhir Talmud mengatakan bahwa dengan jawaban Abraham yang menantang itu Abraham disuruh masuk ke dalam api, untuk membuktikan apakah Allah yang disembah Abraham itu mampu menyelamatkan dia dari api. Maka Abrahampun dibakar, tetapi api tak mempan menyentuh kulit Abraham, dan Abraham selamat keluar dari api. Kisah pembakaran Abraham oleh Nimrod menurut Talmud ini juga ikut masuk dalam catatan Wahyu Ilahi kitab Al-Qur’an ( Surah 21 (Al-Anbiya) : 66-71). Timbulnya legenda pembakaran Abraham karangan para Rabbi dalam Talmud itu adalah akibat dari salah faham dari bunyi ayat Alkitab yang demikian: ”…Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim….” (Kejadian 15:7).Kata “Ur” dalam bahasa Babylonia di Mesopotamia dari mana Abraham berasal itu artinya “kota”, misalnya “Ur-Shalim” (Kota Damai), yang menjadi “Yerusalem “ (dalam bhs Arab “Urusalim”). Jadi arti Ur-Kasdim itu sebenarnya adalah “kota di Kasdim”. Namun para Rabbi penulis Talmud itu membaca kata “Ur” seperti bahasa Aramia “Or” yang artinya api. Sehingga kata “engkau keluar dari Ur-Kasdim” dimengerti sebagai “engkau keluar dari Api di tanah Kasdim”, maka berkembanglah legenda Abraham dibakar dalam api tapi tidak mempan dan keluar dengan selamat itu. Dan akhirnya legenda yang berkembang dari para Rabbi akan Alkitab ini tampaknya ikut tercatat sebagai Wahyu Ilahi dalam Al-Qur’an.
Saudara-Saudari yang terkasih dalam Kristus, meskipun Alkitab tidak menjelaskan bagaimana Abraham meninggalkan penyembahan berhala dan menemukan “El-Shaddai”, Allah satu-satunya yang benar itu, yang jelas ia telah menemukan Allah yang benar sampai dia diangkat sebagai “Nabi” (Kejadian 20:7) yang juga diakui dalam Islam, dan memiliki hubungan yang begitu erat dengan Allah sampai ia disebut sebagai “sahabat Allah” (Yakobus 2:23, II Tawarikh 20:7) gelar yang mana juga disebutkan oleh Al-Qur’an (Surah 4 (An-Nissa) : 125). Karena ditengah-tengah dunia yang semua penduduknya adalah penyembah berhala, Abraham merupakan satu-satunya orang yang menyembah Allah yang Esa, sehingga Allah menghargai Abraham bukan hanya menjadikan dia sahabatNya dan mengangkatnya sebagai Nabi, namun juga Dia memanggil Abraham secara khusus untuk keluar dari lingkungan keberhalaan untuk menyembah Dia dan pindah ke tanah Kanaan, tanah Perjanjian itu, serta diberikan Perjanjian yang kita sebutkan diatas: ”Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." (Kejadian 12:1-3). Perjanjian Abrahamiah yang diberikan Allah ini mengandung 3 unsur :
1) Negeri.
2)Bangsa dan Nama.
3) Berkat bagi semua kaum di bumi melalui dia.
Yang dimaksud dengan negeri adalah “Tanah Kanaan” (“Israel”). Dalam Al-Qur’an negeri dimana Abraham mempunyai kaitan adalah negeri Arab, terutama Mekah dimana Ka’bah berada (Surah 14 (Ibrahim) : 35-41, Surah 22 (Al-Hajj) : 26-30, Surah 2 (Al-Baqarah) : 124-129). Sedangkan Perjanjian mengenai “bangsa dan nama” itu menyangkut masalah “keturunan” bagi Abraham, dimana sekali lagi dalam Al-Qur’an yang dimaksud keturunan disini adalah “Ismail” (Surah 2 (Al-Baqara): 125, 127), nenek moyang bangsa Arab, darimana Muhammad berasal. Sehingga bahkan kisah tentang pengorbanan anak Abraham yang dalam Alkitab dikatakan jelas bahwa “Ishak”lah yang hampir dikorbankan itu (Kejadian 22:2-3, 6—9, Yakobus 2:21), dalam Al-Qur’an meskipun anak itu tak disebutkan namanya (Surah 37 (As-Saffat) : 83-113) namun mayoritas Ulama dan umat Islam meyakini bahwa yang dikorbankan adalah “Ismail”. Menurut Alkitab, Hagar dan Ismail, apalagi Abraham, tidak sampai pergi ke kota Mekkah, di semenanjung Arabia. Karena ketika terjadi pertengkaran antara Sara, isteri resmi Abraham, ibu dari Ishak; dan Hagar, gundik Abraham, ibu dari Ismail. Hagar meninggalkan Sara sambil membawa Ismail dan mengembara di padang gurun Bersyeba (Kejadian 21:14) yang terletak tidak jauh dari Hebron, dan Laut Mati, serta padang gurun Yudea, masih dalam lingkup tanah Israel, bukan di Jazirah Arabia. Ketika air sudah habis, dan Ismael hampir mati kehausan, Hagar kebingungan, lalu Malaikat Yahweh (Firman Allah sebelum menjadi manusia) memperlihatkan kepadanya “sebuah sumur” (Kejadian 21:19) bagi memberi minum kepada Ismael. Jadi sumur yang dimaksud Alkitab dimana Ismael mendapat minum bukanlah sumur Zam-Zam dekat Ka’bah di Mekkah seperti yang diyakini dalam Agama Islam. Sebab kejadian ini menurut Alkitab terjadi di Beersyeba, masih di tanah Israel, bukan di Mekkah di Jazirah Arabia. Selanjutnya dikatakan: ”Allah menyertai anak itu (Ismael), sehingga ia bertambah besar; ia menetap di padang gurun dan menjadi seorang pemanah. Maka tinggallah ia di padang gurun Paran, dan ibunya mengambil seorang isteri baginya dari tanah Mesir.” (Kejadian 21:20-21). Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Hagar dan Ismael akhirnya menetap di “padang gurun Paran, bukan di sekitar Mekkah di Jazirah Arabia sebagaimana yang dikatakan Al-Qur’an., namun di sebelah sudut Timur-Laut (Timur-Utara) dari Semenanjung Gunung Sinai arah ke selatan dari tanah Israel menuju ke Mesir. Bagian ini memang disebut “Arabia” (Galatia 4:25), namun bukan “Jazirah/Semenanjung Arabia” dimana Ka’bah berada. Jadi sejauh data Alkitab itu yang kita pelajari tak ada bukti bahwa baik Abraham, Hagar maupun Ismael itu pernah pergi ke Jazirah Arabia, dan tinggal disana, serta Abraham memperbaiki fondasi Ka’bah bersama Ismael, di Mekkah, seperti yangt dikatakan dalam Al-Qur’an (Surah 2 (Al-Baqarah) : 124-129).
Karena masalah “keturunan “ Abraham dan “berkat” bagi segenap kaum di bumi melalui Abraham itu saling terkait, kita akan bicarakan hal ini dalam pelajaran kita minggu depan. Amin
Next: Seri Matius 4: Abraham, Sahabat Allah 2