03 Februari
01) St. Maximos, Sang Pengaku Iman
By: Daniel Fs, S.Psi
Rahib Maximos, Sang Pengaku Iman, lahir di Konstantinopel sekitar tahun 580 dan dibesarkan dalam keluarga Kristen yang saleh. Pada masa mudanya, ia menerima bermacam-macam pendidikan: ia mempelajari ilmu filsafat, ilmu grammatika, ilmu retorika, ahli dalam benda-benda antik, dan menguasai dialektik Theologi. Ketika St.Maximos masuk sebagai pelayan pemerintahan, keleluasaan pengetahuannya memampukannya untuk menjabat sebagai sekretaris pertama Kaisar Heraclius (611-641), namun batinnya yang penuh keadilan membuatnya penasaran sehingga membuatnya masuk dalam biara Chrysopoleia dan menjadi seorang biarawan. Oleh karena kerendahan hatinya dalam kebijaksanaan maka ia dengan segera dikasihi oleh para biarawan lainnya dan terpilih sebagai Igumen biara, namun bahkan dalam derajat yang demikian ia tetap mempertahankan diri sebagai biarawan yang sederhana. Tahun 633, Biarawan Maximos meninggalkan biara ke Alexandria atas panggilan Patriarkh St.Sophronios.
Dalam perjalanannya dari Konstantinopel ke Alexandria, ia melalui pulau Kreta, dimana ia memulai karya khotbahnya. Disana, ia berselisih dengan seorang uskup yang berkeyakinan pada opini bidat, yaitu pemahaman yang sama dengan Nestorius. Pada tahun 638, Kaisar Heraclius dan Patriarkh Sergios mencoba menyimpangkan pengakuan iman yang sejati melalui sebuah dekrit yang disebut “Ekthesis” (Ekthesis tes pisteos – Eksposisi Iman), yang mana dalam dekrit tersebut mengakui adanya konsep Monothelisme, menghadapi hal ini Biarawan Maximos mengajar ulang kepada seluruh umat dan kaum rohaniwan dari segala lapisan agar tetap pada ajaran yang benar, dan hal ini berjalan dengan baik.Tahun 638, Patriarkh Sergios wafat dan disusul oleh Kaisar Heraclius pada tahun 641. Takhta Kaisar diduduki oleh Konstantin II (642-668), yang adalah seorang penganut Monothelisme. Dengan demikian serangan ajaran yang menyimpang pada Orthodoxy semakin meningkat. Biarawan Maximos pergi ke Karthage dan sekitarnya untuk berkhotbah selama 5 tahun disana.
Pada tahun 647, Biarawan Maximos kembali ke Afrika, dan disana pada suatu konsili uskup, ajaran Monothelisme dikutuk sebagai kesesatan. Pada tahun 648, Kaisar Konstantin II dan Patriarkh Konstantinopel Paulus menerbitkan dekrit baru menggantikan Echtesis, dengan nama Typos (Tupos tes pisteos – Pola Iman), yang juga bertemakan ajaran Monothelisme, menanggapi hal ini Biarawan Maximos pergi kepada Paus Roma Martin I (649-654) untuk mengajukan digelarnya konsili Gereja untuk memeriksa masalah Monothelisme tersebut. Tanggal 5-31 Oktober 649, Konsili Lateran yang terdiri atas 5 sesi digelar, dihadiri oleh 150 uskup dari barat dan 37 perwakilan dari timur, diantara juga hadir Biarawan Maximos sendiri. Konsili memutuskan bahwa Monothelisme dan pembelanya adalah terkutuk. Ketika Konstantin II mendengar keputusan konsili itu, ia memerintahkan untuk menyiksa dan memenjarakan Paus Martin I dan Biarawan Maximos. Biarawan Maximos dan 2 muridnya disiksa dengan kejam, lidah mereka dipotong dan juga tangan kanan mereka dipotong dan kemudian mereka diasingkan ke Colchis, namun mujizat Tuhan terjadi, ketiganya didapati masih dapat berbicara dan menulis. Akhirnya pada 13 Agustus 662, Biarawan Maximos tertidur dalam Tuhan dan diperingati setiap tanggal 3 Februari.
“Theosis bukanlah hasil dari kodrat manusia, sebab kodrat tidak dapat memahami Allah. Namun hanyalah belas kasihan Allah yang telah memuat berkat Theosis pada kehidupan, ... dalam Theosis, manusia menjadi seperti Allah, ia bersukacita dalam segala ketuntasan yang dimilikinya oleh kodrat, sebab rahmat Roh sesungguhnya berjaya dengannya dan Allah sesungguhnya bertindak bersamanya.”
[Surat ke 22 St.Maximos kepada Thalassios]
Sumber: Menologion Elektronik 3.0
Rahib Maximos, Sang Pengaku Iman, lahir di Konstantinopel sekitar tahun 580 dan dibesarkan dalam keluarga Kristen yang saleh. Pada masa mudanya, ia menerima bermacam-macam pendidikan: ia mempelajari ilmu filsafat, ilmu grammatika, ilmu retorika, ahli dalam benda-benda antik, dan menguasai dialektik Theologi. Ketika St.Maximos masuk sebagai pelayan pemerintahan, keleluasaan pengetahuannya memampukannya untuk menjabat sebagai sekretaris pertama Kaisar Heraclius (611-641), namun batinnya yang penuh keadilan membuatnya penasaran sehingga membuatnya masuk dalam biara Chrysopoleia dan menjadi seorang biarawan. Oleh karena kerendahan hatinya dalam kebijaksanaan maka ia dengan segera dikasihi oleh para biarawan lainnya dan terpilih sebagai Igumen biara, namun bahkan dalam derajat yang demikian ia tetap mempertahankan diri sebagai biarawan yang sederhana. Tahun 633, Biarawan Maximos meninggalkan biara ke Alexandria atas panggilan Patriarkh St.Sophronios.
Dalam perjalanannya dari Konstantinopel ke Alexandria, ia melalui pulau Kreta, dimana ia memulai karya khotbahnya. Disana, ia berselisih dengan seorang uskup yang berkeyakinan pada opini bidat, yaitu pemahaman yang sama dengan Nestorius. Pada tahun 638, Kaisar Heraclius dan Patriarkh Sergios mencoba menyimpangkan pengakuan iman yang sejati melalui sebuah dekrit yang disebut “Ekthesis” (Ekthesis tes pisteos – Eksposisi Iman), yang mana dalam dekrit tersebut mengakui adanya konsep Monothelisme, menghadapi hal ini Biarawan Maximos mengajar ulang kepada seluruh umat dan kaum rohaniwan dari segala lapisan agar tetap pada ajaran yang benar, dan hal ini berjalan dengan baik.Tahun 638, Patriarkh Sergios wafat dan disusul oleh Kaisar Heraclius pada tahun 641. Takhta Kaisar diduduki oleh Konstantin II (642-668), yang adalah seorang penganut Monothelisme. Dengan demikian serangan ajaran yang menyimpang pada Orthodoxy semakin meningkat. Biarawan Maximos pergi ke Karthage dan sekitarnya untuk berkhotbah selama 5 tahun disana.
Pada tahun 647, Biarawan Maximos kembali ke Afrika, dan disana pada suatu konsili uskup, ajaran Monothelisme dikutuk sebagai kesesatan. Pada tahun 648, Kaisar Konstantin II dan Patriarkh Konstantinopel Paulus menerbitkan dekrit baru menggantikan Echtesis, dengan nama Typos (Tupos tes pisteos – Pola Iman), yang juga bertemakan ajaran Monothelisme, menanggapi hal ini Biarawan Maximos pergi kepada Paus Roma Martin I (649-654) untuk mengajukan digelarnya konsili Gereja untuk memeriksa masalah Monothelisme tersebut. Tanggal 5-31 Oktober 649, Konsili Lateran yang terdiri atas 5 sesi digelar, dihadiri oleh 150 uskup dari barat dan 37 perwakilan dari timur, diantara juga hadir Biarawan Maximos sendiri. Konsili memutuskan bahwa Monothelisme dan pembelanya adalah terkutuk. Ketika Konstantin II mendengar keputusan konsili itu, ia memerintahkan untuk menyiksa dan memenjarakan Paus Martin I dan Biarawan Maximos. Biarawan Maximos dan 2 muridnya disiksa dengan kejam, lidah mereka dipotong dan juga tangan kanan mereka dipotong dan kemudian mereka diasingkan ke Colchis, namun mujizat Tuhan terjadi, ketiganya didapati masih dapat berbicara dan menulis. Akhirnya pada 13 Agustus 662, Biarawan Maximos tertidur dalam Tuhan dan diperingati setiap tanggal 3 Februari.
“Theosis bukanlah hasil dari kodrat manusia, sebab kodrat tidak dapat memahami Allah. Namun hanyalah belas kasihan Allah yang telah memuat berkat Theosis pada kehidupan, ... dalam Theosis, manusia menjadi seperti Allah, ia bersukacita dalam segala ketuntasan yang dimilikinya oleh kodrat, sebab rahmat Roh sesungguhnya berjaya dengannya dan Allah sesungguhnya bertindak bersamanya.”
[Surat ke 22 St.Maximos kepada Thalassios]
Sumber: Menologion Elektronik 3.0