Bagaimana Memperlakukan Jenazah?
[by: Daniel Fs, S.Psi]
Date: 05 Agustus 2013
Akibat terlalu liberalnya kajian Theologi modern, maka kebenaran iman Kristen seputar penguburan dan perlakuan terhadap jenazah perlu diperhatikan dan ditegakkan, hal-hal yang terkait hal ini antara lain:
1) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang pilihan Kremasi dibandingkan Penguburan?
2) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang kasus kematian karena secara tidak sengaja terbakar (kecelakaan) ataupun pembunuhan dengan dibakar?
3) Perlukah berziarah dan menghormati jenazah seseorang? Bukankah jenazah itu sudah tidak ada apa-apanya lagi?
4) Perlukah mendoakan seseorang yang telah wafat?
5) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang tentang Pembalseman Jenazah, Donor Organ dan Autopsi?
Demikianlah, berbagai pertanyaan utama mengenai jenazah dan perlakuannya akan dijawab dalam artikel saya kali ini.
1) Bagaimana Gereja Para Rasul Memandang Pilihan Kremasi dibandingkan Penguburan?
Kremasi secara arkeologi diperkirakan pertama kali muncul lebih dari sekitar tahun 18.000 SM di daerah Australia, jadi ini memang adalah praktek yang sangat kuno. Pada peradaban yang lebih modern di Timur Tengah, Kremasi mulai diberlakukan di Yunani (mungkin akibat pengaruh dari Asia Minor dan Phoenician yang menerapkan Kremasi pada abad-abad yang lebih kuno) sekitar abad 12 SM (1200 s/d 1101 SM, sebagai acuan: Perang Troya dimulai tahun 1194 SM, Raja Daud hidup sekitar tahun 1040 s/d 970 SM, jadi hampir sezaman dengan masa Raja Daud), hal ini berlangsung terus menerus sampai kepada peradaban Roma kuno (termasuk pada zaman dimana Kristus melakukan Inkarnasi). Kremasi ini nampaknya dikaitkan dengan adanya ritual Pagan Graeco-Roman saat itu, dimana pada kedua kepercayaan ini tidak mempercayai adanya kebangkitan tubuh, sehingga setelah kematian maka tubuh boleh dirusakkan dan dianggap tidak perlu untuk dihormati lagi (demikian juga pada Agama Hindu dan Budha, dimana mereka tidak mempercayai adanya kebangkitan tubuh).
Jadi tekhnik Kremasi ini pada hakekatnya sudah hadir di Timur Tengah jauh pada era Perjanjian Lama, namun tidak satupun nabi-nabi dan tokoh Perjanjian Lama yang menerapkan (atau mengadopsi, atau malahan memerintahkan) proses Kremasi ini. Mengapa demikian? Seorang Rabbi Yahudi menegaskan bahwa sejak semula Yudaisme selalu menolak adanya prosesi Kremasi bagi umat yang telah wafat, sebab Kitab Suci menuliskan bahwa:
Im 18:3
3. Janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah Mesir, di mana kamu diam dahulu; juga janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah Kanaan, ke mana Aku membawa kamu; janganlah kamu hidup menurut kebiasaan mereka.
Sejak semula, dalam Kitab Suci, kematian seorang manusia selalu dikuburkan, bahkan Allah menyatakan bahwa kematian seorang manusia diikuti dengan penguburan,
Kej 15:15
15. Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu.
Demikianlah menurut Im 18:3 di atas, konsep prosesi Kremasi adalah kebiasaan bangsa Pagan yang dilarang untuk ditiru oleh Allah sendiri. KeKristenan sendiri melanjutkan apa yang dipercayai umat Yahudi, yakni adanya kebangkitan tubuh di akhir zaman, sehingga proses Kremasi ditolak dalam ajaran Kristen. Sebagaimana kitab Amos juga mencatat bahwa membakar jenazah adalah salah satu perbuatan jahat yang tidak disukai Allah.
Am 2:1
1. Beginilah firman TUHAN: "Karena tiga perbuatan jahat Moab, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku: Oleh karena ia telah membakar tulang-tulang raja Edom menjadi kapur,
Demikian pula Tradisi Rasuli berbicara kuat mengenai hal ini,
... datanglah bersama-sama bahkan dalam pekuburan, dan bacalah Kitab Suci, dan tanpa suatu keberatan lakukanlah pelayanan dan permohonanmu kepada Allah ...
[Didaskalia Apostolorum (Ajaran Para Rasul), bukan Didakhe. Chapter XXVI Verse 22]
Adanya pembacaan Kitab Suci dalam pekuburan menunjukkan bahwa jenazah tidak diKremasi. Pada tanggal 20 Agustus s/d 2 September 1932, diadakanlah Konsili Para Uskup Gereja Orthodox Rusia dengan meninjau kembali kebiasaan Gereja Para Rasul mengenai penguburan, maka dihasilkan bahwa salah satu keputusan Hukum Kanon Konsili adalah: "...Tubuh umat Kristen Orthodox tidak diizinkan untuk dikremasi, sesuai dengan kenyataan bahwa adat istiadat ini diperkenalkan oleh kaum Atheis dan musuh-musuh Gereja..."
2) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang kasus kematian karena secara tidak sengaja terbakar (kecelakaan) ataupun pembunuhan dengan dibakar?
Namun demikian Gereja tidak hanya kaku menerapkan Akrebeia (aturan ideal pada kondisi normal) melainkan juga ada yang disebut sebagai Ekonomia (aturan dispensasi pada kondisi genting), yakni adanya pemakluman Gereja mengenai Kremasi atas sepengetahuan Uskup jika hal tersebut:
1) Atas dasar kecelakaan atau kejadian alam, misalnya kebakaran atau dibunuh dengan cara dibakar.
2) Pembasmian Epidemik atau tekanan oleh Pemerintah setempat untuk wajib Kremasi.
3) Perlukah berziarah dan menghormati jenazah seseorang? Bukankah jenazah itu sudah tidak ada apa-apanya lagi?
Jadi bagaimanakah kita seharusnya memperlakukan jenazah? Sesuai dengan budaya Yahudi yang diteruskan dalam ajaran Kristen, maka seharusnya kita memperlakukan jenazah itu dengan hormat (bukan disembah), sebab ada tertulis:
Yer 34:4-5
4. Namun demikian, dengarlah firman TUHAN, hai Zedekia, raja Yehuda, beginilah firman TUHAN mengenai engkau: engkau tidak akan mati oleh pedang!
5. Engkau akan mati dengan damai. Dan sebagaimana dinyalakan api untuk menghormati bapa-bapa leluhurmu, raja-raja dahulu, yang hidup sebelum engkau, demikianlah orang akan menyalakan api untuk menghormati engkau, dan akan meratapi engkau dengan berkata: Aduhai, tuan! Sungguh, Akulah yang mengucapkan firman ini, demikianlah firman TUHAN."
Jadi, meskipun roh seseorang telah meninggalkan tubuhnya, namun tubuh orang tersebut (jenazah) tetap harus dihormati, pada hakekatnya hati nurani tiap manusia (yang normal) dapat menilai hal tersebut, itulah sebabnya hati nurani menuduh tidak pantas suatu perbuatan kurang hormat pada jenazah (apalagi jika jenazah orang yang kita sayangi), misalnya (dan maaf), bolehkah seorang anak mencekik (atau memukul, atau membuat pelecehan lainnya) terhadap jenazah orangtuanya? (kendati disertai dengan keyakinan bahwa jenazah itu sudah bukan apa-apa namun hati nurani menuntut keras agar hal itu dihindarkan).
Lalu dengan apakah seseorang dapat menghormati jenazah? Beberapa diantaranya adalah dengan menghindari Kremasi, menguburkan dengan layak, berziarah dan mendoakan. Tentang Kremasi dan penguburan dengan layak kita sudah singgung diatas, lalu perlukah berziarah ke makam? Beberapa ajaran modern menyatakan bahwa tidak perlu berziarah ke makam karena jenazah sudah tidak perlu dihormati lagi (ini merupakan bentuk liberalisasi Theologi yang terjadi dasawarsa terakhir ini), namun ternyata oleh pikiran-pikiran yang serong demikian ini telah ada tertulis,
Kej 50:2
2. Dan Yusuf memerintahkan kepada tabib-tabib, yaitu hamba-hambanya, untuk merempah-rempahi mayat ayahnya; maka tabib-tabib itu merempah-rempahi mayat Israel.
2Taw 16:14
14. dan dikuburkan di kuburan yang telah digali baginya di kota Daud. Mereka membaringkannya di atas petiduran yang penuh dengan rempah-rempah dan segala macam rempah-rempah campuran yang dicampur menurut cara pencampur rempah-rempah, lalu menyalakan api yang sangat besar untuk menghormatinya.
Yoh 19:40
40. Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat.
Mrk 16:1
1. Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus.
Jadi Kitab Suci (baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru) dengan jelas menyatakan bahwa menghormati jenazah itu tetap dilakukan saat penguburan, dan bahkan jika memungkinkan saat ziarah (Mrk 16:1).
... Setelahnya kami mengambil tulang-tulangnya (dari Uskup Polycarpus, murid langsung dari Rasul Yohanes), yang lebih berharga daripada permata-permata yang sangat indah, dan lebih murni daripada emas, dan menyimpannya dalam suatu tempat yang layak ... Tuhan akan memberikan kepada kami untuk perayaan peringataan kemartirannya, ...
[The Martyrdom of Polycarp. Chapter XVIII]
Demikianlah Gereja Para Rasul pada abad pertama juga sangat menghormati jenazah Uskup Polycarpus (dan sekaligus melalui tulisan abad pertama itu kita diyakinkan akan keberadaan relikwi* dalam ajaran Gereja).
*Relikwi: Benda-benda kudus kuno peninggalan orang-orang kudus yang keberadaannya dihormati dalam Gereja, dalam Perjanjian Lama misalnya tulang Nabi Elisa, dalam Perjanjian Baru misalnya sapu tangan Rasul Paulus.
4) Perlukah mendoakan seseorang yang telah wafat?
Bagaimanakah dengan mendoakan? Perlukah kita mendoakan mereka yang telah wafat? Mendoakan orang yang sudah wafat merupakan lanjutan dari Tradisi Yizkor Yahudi, dimana hal ini sudah tercatat dalam Perjanjian Lama,
2Mak 12:44
44. Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati.
Jadi Kitab Suci sendiri mencatat perlunya berdoa bagi orang-orang mati sebab kita semua menaruh harapan kebangkitan orang-orang mati, mereka yang telah wafat itu menurut Kitab Suci masih memiliki kemungkinan untuk diampuni dosa-dosanya berdasarkan anugerah Allah semata-mata (selama sebelum Penghakiman Akhir), sebab ada tertulis,
Mat 12:32
32. Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak.
Mat 12:32 menuliskan bahwa dosa menentang Roh Kudus tidak akan diampuni di dunia ini dan di dunia yang akan datang (setelah kematian), dengan demikian ada indikasi bahwa ada beberapa dosa yang dapat diampuni pada dunia yang akan datang namun bergantung semata-mata atas belas kasihan Allah saja.
Kadangkala Allah juga memberikan mujizat melalui dan pada beberapa jenazah orang-orang suci, dengan membuat jenazah itu tidak lapuk, hal ini membuktikan bahwa Allahpun masih menghargai jenazah. Sebagaimana Allah ternyata juga mempertahankan jenazah Nabi Musa melalui Malaikat Mikhael,
Yud 1:9
9. Tetapi penghulu malaikat, Mikhael, ketika dalam suatu perselisihan bertengkar dengan Iblis mengenai mayat Musa, tidak berani menghakimi Iblis itu dengan kata-kata hujatan, tetapi berkata: "Kiranya Tuhan menghardik engkau!
Jadi sudah sewajarnya bahwa umat Kristen yang sejati sesuai Kitab Suci dan Tradisi Rasuli, untuk menghormati (bukan menyembah) jenazah seseorang meskipun roh orang tersebut sudah tidak ada didalam tubuh orang tersebut.
5) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang tentang Pembalseman Jenazah, Autopsi dan Donor Organ?
Pembalseman Jenazah diizinkan dalam Gereja Orthodox Timur. Autopsi (bagi penyelidikan Negara) dan Donor Organ diizinkan asalkan dilakukan dengan tetap menjunjung kehormatan seorang manusia. Melalui Donor Organ maka secara tidak langsung kita mendukung memberikan kehidupan baru bagi sesama manusia serta dengan demikian mencurahkan kasih Allah kepada sesama sehingga sesama manusia itu dapat digerakkan menuju pertobatan yang sejati, dengan demikian meskipun dalam kematian, umat Orthodox masih diberikan kesempatan untuk meringankan kesengsaraan dan memberikan kesempatan hidup lebih panjang pada sesama manusia.
Yoh 15:13
13. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
Demikianlah mengenai kebenaran iman Gereja Para Rasul (Gereja Orthodox Timur) seputar dengan "Bagaimana Memperlakukan Jenazah".
Akibat terlalu liberalnya kajian Theologi modern, maka kebenaran iman Kristen seputar penguburan dan perlakuan terhadap jenazah perlu diperhatikan dan ditegakkan, hal-hal yang terkait hal ini antara lain:
1) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang pilihan Kremasi dibandingkan Penguburan?
2) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang kasus kematian karena secara tidak sengaja terbakar (kecelakaan) ataupun pembunuhan dengan dibakar?
3) Perlukah berziarah dan menghormati jenazah seseorang? Bukankah jenazah itu sudah tidak ada apa-apanya lagi?
4) Perlukah mendoakan seseorang yang telah wafat?
5) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang tentang Pembalseman Jenazah, Donor Organ dan Autopsi?
Demikianlah, berbagai pertanyaan utama mengenai jenazah dan perlakuannya akan dijawab dalam artikel saya kali ini.
1) Bagaimana Gereja Para Rasul Memandang Pilihan Kremasi dibandingkan Penguburan?
Kremasi secara arkeologi diperkirakan pertama kali muncul lebih dari sekitar tahun 18.000 SM di daerah Australia, jadi ini memang adalah praktek yang sangat kuno. Pada peradaban yang lebih modern di Timur Tengah, Kremasi mulai diberlakukan di Yunani (mungkin akibat pengaruh dari Asia Minor dan Phoenician yang menerapkan Kremasi pada abad-abad yang lebih kuno) sekitar abad 12 SM (1200 s/d 1101 SM, sebagai acuan: Perang Troya dimulai tahun 1194 SM, Raja Daud hidup sekitar tahun 1040 s/d 970 SM, jadi hampir sezaman dengan masa Raja Daud), hal ini berlangsung terus menerus sampai kepada peradaban Roma kuno (termasuk pada zaman dimana Kristus melakukan Inkarnasi). Kremasi ini nampaknya dikaitkan dengan adanya ritual Pagan Graeco-Roman saat itu, dimana pada kedua kepercayaan ini tidak mempercayai adanya kebangkitan tubuh, sehingga setelah kematian maka tubuh boleh dirusakkan dan dianggap tidak perlu untuk dihormati lagi (demikian juga pada Agama Hindu dan Budha, dimana mereka tidak mempercayai adanya kebangkitan tubuh).
Jadi tekhnik Kremasi ini pada hakekatnya sudah hadir di Timur Tengah jauh pada era Perjanjian Lama, namun tidak satupun nabi-nabi dan tokoh Perjanjian Lama yang menerapkan (atau mengadopsi, atau malahan memerintahkan) proses Kremasi ini. Mengapa demikian? Seorang Rabbi Yahudi menegaskan bahwa sejak semula Yudaisme selalu menolak adanya prosesi Kremasi bagi umat yang telah wafat, sebab Kitab Suci menuliskan bahwa:
Im 18:3
3. Janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah Mesir, di mana kamu diam dahulu; juga janganlah kamu berbuat seperti yang diperbuat orang di tanah Kanaan, ke mana Aku membawa kamu; janganlah kamu hidup menurut kebiasaan mereka.
Sejak semula, dalam Kitab Suci, kematian seorang manusia selalu dikuburkan, bahkan Allah menyatakan bahwa kematian seorang manusia diikuti dengan penguburan,
Kej 15:15
15. Tetapi engkau akan pergi kepada nenek moyangmu dengan sejahtera; engkau akan dikuburkan pada waktu telah putih rambutmu.
Demikianlah menurut Im 18:3 di atas, konsep prosesi Kremasi adalah kebiasaan bangsa Pagan yang dilarang untuk ditiru oleh Allah sendiri. KeKristenan sendiri melanjutkan apa yang dipercayai umat Yahudi, yakni adanya kebangkitan tubuh di akhir zaman, sehingga proses Kremasi ditolak dalam ajaran Kristen. Sebagaimana kitab Amos juga mencatat bahwa membakar jenazah adalah salah satu perbuatan jahat yang tidak disukai Allah.
Am 2:1
1. Beginilah firman TUHAN: "Karena tiga perbuatan jahat Moab, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku: Oleh karena ia telah membakar tulang-tulang raja Edom menjadi kapur,
Demikian pula Tradisi Rasuli berbicara kuat mengenai hal ini,
... datanglah bersama-sama bahkan dalam pekuburan, dan bacalah Kitab Suci, dan tanpa suatu keberatan lakukanlah pelayanan dan permohonanmu kepada Allah ...
[Didaskalia Apostolorum (Ajaran Para Rasul), bukan Didakhe. Chapter XXVI Verse 22]
Adanya pembacaan Kitab Suci dalam pekuburan menunjukkan bahwa jenazah tidak diKremasi. Pada tanggal 20 Agustus s/d 2 September 1932, diadakanlah Konsili Para Uskup Gereja Orthodox Rusia dengan meninjau kembali kebiasaan Gereja Para Rasul mengenai penguburan, maka dihasilkan bahwa salah satu keputusan Hukum Kanon Konsili adalah: "...Tubuh umat Kristen Orthodox tidak diizinkan untuk dikremasi, sesuai dengan kenyataan bahwa adat istiadat ini diperkenalkan oleh kaum Atheis dan musuh-musuh Gereja..."
2) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang kasus kematian karena secara tidak sengaja terbakar (kecelakaan) ataupun pembunuhan dengan dibakar?
Namun demikian Gereja tidak hanya kaku menerapkan Akrebeia (aturan ideal pada kondisi normal) melainkan juga ada yang disebut sebagai Ekonomia (aturan dispensasi pada kondisi genting), yakni adanya pemakluman Gereja mengenai Kremasi atas sepengetahuan Uskup jika hal tersebut:
1) Atas dasar kecelakaan atau kejadian alam, misalnya kebakaran atau dibunuh dengan cara dibakar.
2) Pembasmian Epidemik atau tekanan oleh Pemerintah setempat untuk wajib Kremasi.
3) Perlukah berziarah dan menghormati jenazah seseorang? Bukankah jenazah itu sudah tidak ada apa-apanya lagi?
Jadi bagaimanakah kita seharusnya memperlakukan jenazah? Sesuai dengan budaya Yahudi yang diteruskan dalam ajaran Kristen, maka seharusnya kita memperlakukan jenazah itu dengan hormat (bukan disembah), sebab ada tertulis:
Yer 34:4-5
4. Namun demikian, dengarlah firman TUHAN, hai Zedekia, raja Yehuda, beginilah firman TUHAN mengenai engkau: engkau tidak akan mati oleh pedang!
5. Engkau akan mati dengan damai. Dan sebagaimana dinyalakan api untuk menghormati bapa-bapa leluhurmu, raja-raja dahulu, yang hidup sebelum engkau, demikianlah orang akan menyalakan api untuk menghormati engkau, dan akan meratapi engkau dengan berkata: Aduhai, tuan! Sungguh, Akulah yang mengucapkan firman ini, demikianlah firman TUHAN."
Jadi, meskipun roh seseorang telah meninggalkan tubuhnya, namun tubuh orang tersebut (jenazah) tetap harus dihormati, pada hakekatnya hati nurani tiap manusia (yang normal) dapat menilai hal tersebut, itulah sebabnya hati nurani menuduh tidak pantas suatu perbuatan kurang hormat pada jenazah (apalagi jika jenazah orang yang kita sayangi), misalnya (dan maaf), bolehkah seorang anak mencekik (atau memukul, atau membuat pelecehan lainnya) terhadap jenazah orangtuanya? (kendati disertai dengan keyakinan bahwa jenazah itu sudah bukan apa-apa namun hati nurani menuntut keras agar hal itu dihindarkan).
Lalu dengan apakah seseorang dapat menghormati jenazah? Beberapa diantaranya adalah dengan menghindari Kremasi, menguburkan dengan layak, berziarah dan mendoakan. Tentang Kremasi dan penguburan dengan layak kita sudah singgung diatas, lalu perlukah berziarah ke makam? Beberapa ajaran modern menyatakan bahwa tidak perlu berziarah ke makam karena jenazah sudah tidak perlu dihormati lagi (ini merupakan bentuk liberalisasi Theologi yang terjadi dasawarsa terakhir ini), namun ternyata oleh pikiran-pikiran yang serong demikian ini telah ada tertulis,
Kej 50:2
2. Dan Yusuf memerintahkan kepada tabib-tabib, yaitu hamba-hambanya, untuk merempah-rempahi mayat ayahnya; maka tabib-tabib itu merempah-rempahi mayat Israel.
2Taw 16:14
14. dan dikuburkan di kuburan yang telah digali baginya di kota Daud. Mereka membaringkannya di atas petiduran yang penuh dengan rempah-rempah dan segala macam rempah-rempah campuran yang dicampur menurut cara pencampur rempah-rempah, lalu menyalakan api yang sangat besar untuk menghormatinya.
Yoh 19:40
40. Mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat.
Mrk 16:1
1. Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke kubur dan meminyaki Yesus.
Jadi Kitab Suci (baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru) dengan jelas menyatakan bahwa menghormati jenazah itu tetap dilakukan saat penguburan, dan bahkan jika memungkinkan saat ziarah (Mrk 16:1).
... Setelahnya kami mengambil tulang-tulangnya (dari Uskup Polycarpus, murid langsung dari Rasul Yohanes), yang lebih berharga daripada permata-permata yang sangat indah, dan lebih murni daripada emas, dan menyimpannya dalam suatu tempat yang layak ... Tuhan akan memberikan kepada kami untuk perayaan peringataan kemartirannya, ...
[The Martyrdom of Polycarp. Chapter XVIII]
Demikianlah Gereja Para Rasul pada abad pertama juga sangat menghormati jenazah Uskup Polycarpus (dan sekaligus melalui tulisan abad pertama itu kita diyakinkan akan keberadaan relikwi* dalam ajaran Gereja).
*Relikwi: Benda-benda kudus kuno peninggalan orang-orang kudus yang keberadaannya dihormati dalam Gereja, dalam Perjanjian Lama misalnya tulang Nabi Elisa, dalam Perjanjian Baru misalnya sapu tangan Rasul Paulus.
4) Perlukah mendoakan seseorang yang telah wafat?
Bagaimanakah dengan mendoakan? Perlukah kita mendoakan mereka yang telah wafat? Mendoakan orang yang sudah wafat merupakan lanjutan dari Tradisi Yizkor Yahudi, dimana hal ini sudah tercatat dalam Perjanjian Lama,
2Mak 12:44
44. Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati.
Jadi Kitab Suci sendiri mencatat perlunya berdoa bagi orang-orang mati sebab kita semua menaruh harapan kebangkitan orang-orang mati, mereka yang telah wafat itu menurut Kitab Suci masih memiliki kemungkinan untuk diampuni dosa-dosanya berdasarkan anugerah Allah semata-mata (selama sebelum Penghakiman Akhir), sebab ada tertulis,
Mat 12:32
32. Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak.
Mat 12:32 menuliskan bahwa dosa menentang Roh Kudus tidak akan diampuni di dunia ini dan di dunia yang akan datang (setelah kematian), dengan demikian ada indikasi bahwa ada beberapa dosa yang dapat diampuni pada dunia yang akan datang namun bergantung semata-mata atas belas kasihan Allah saja.
Kadangkala Allah juga memberikan mujizat melalui dan pada beberapa jenazah orang-orang suci, dengan membuat jenazah itu tidak lapuk, hal ini membuktikan bahwa Allahpun masih menghargai jenazah. Sebagaimana Allah ternyata juga mempertahankan jenazah Nabi Musa melalui Malaikat Mikhael,
Yud 1:9
9. Tetapi penghulu malaikat, Mikhael, ketika dalam suatu perselisihan bertengkar dengan Iblis mengenai mayat Musa, tidak berani menghakimi Iblis itu dengan kata-kata hujatan, tetapi berkata: "Kiranya Tuhan menghardik engkau!
Jadi sudah sewajarnya bahwa umat Kristen yang sejati sesuai Kitab Suci dan Tradisi Rasuli, untuk menghormati (bukan menyembah) jenazah seseorang meskipun roh orang tersebut sudah tidak ada didalam tubuh orang tersebut.
5) Bagaimana Gereja Para Rasul memandang tentang Pembalseman Jenazah, Autopsi dan Donor Organ?
Pembalseman Jenazah diizinkan dalam Gereja Orthodox Timur. Autopsi (bagi penyelidikan Negara) dan Donor Organ diizinkan asalkan dilakukan dengan tetap menjunjung kehormatan seorang manusia. Melalui Donor Organ maka secara tidak langsung kita mendukung memberikan kehidupan baru bagi sesama manusia serta dengan demikian mencurahkan kasih Allah kepada sesama sehingga sesama manusia itu dapat digerakkan menuju pertobatan yang sejati, dengan demikian meskipun dalam kematian, umat Orthodox masih diberikan kesempatan untuk meringankan kesengsaraan dan memberikan kesempatan hidup lebih panjang pada sesama manusia.
Yoh 15:13
13. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
Demikianlah mengenai kebenaran iman Gereja Para Rasul (Gereja Orthodox Timur) seputar dengan "Bagaimana Memperlakukan Jenazah".