Tradisi-Tradisi [by: Fr. Daniel Byantoro]
Date: 16 Oktober 2011
Gereja Orthodox selalu berbicara tentang "TRADISI" yang dalam tradisi komunitas Protestan sering dianggap tabu, dianggap bertentangan dengan Firman Allah. Padahal kata "Tradisi" adalah kata yang memang berasal dari Alkitab, dalam bahasa aslinya berbunyi "PARADOSIS" dan dalam bahasa Latin "TRADITIO" yang berasal dari kata "tradere" = pengoper-alihan, penerus-sampaian.
Berarti Paradosis adalah suatu kebenaran, praktek-prakteknya, serta perintah-perintah moralnya yang disampaikan dari para Rasul sendiri dan dioper-alihkan dari generasi yang satu kepada generasi yang lain tanpa diubah, ditambah atau dikurangi. Dan itulah kebenaran Ajaran Rasuliah atau ajaran Injil itu sendiri. Beberapa kata "Paradosis" dalam Alkitab yang bermakna ini adalah II Tesalonika 2:15 dan II Tesalonika 3:6 diterjemahkan sebagai "ajaran". Inilah yang dimaksud dalam Gereja Orthodox jika berbicara tentang "TRADISI SUCI" yaitu ajaran rasuliah yang tak dapat diubah, ditambah atau dikurangi. Namun Alkitab juga berbicara tentang "adat-istiadat/paradosis nenek-moyang" (Matius 7:5) yaitu perintah-perintah dalam Talmud Yahudi yang tidak sesuai dengan ajaran Kristus. Ini ditolak Sang Kristus sebagai ajaran manusia belaka (Markus 7:7). Dan lagi paradosis manusia yangh ditolak Kristus, yaitu tradisi ajaran gnostik Yunani (Kolose 2: 8) yang disebut sebagai ajaran/tradisi turun temurun yang dianggap sebagai filsafat kosong dan palsu serta berasal dari roh-roh dunia, dan bertentangan dengan Kristus. Berarti Alkitab mengajar ada dua bentuk Tradisi, yaitu Tadisi/Paradosis Rasuliah yang memang harus dipegang teguh dan tradisi yang bertentangan dengan Kristus yang harus ditolak. Dalam "TRADISI SUCI" ini Gereja Orthodox adalah satu dimana-mana. Namun karena "TRADISI SUCI" ini disebarkan dan dihidupi dalam kelompok budaya dan masyarakat yang berbeda-beda yang maka budaya setempat mempengaruhi bagaimana "TRADISI SUCI" tadi dipraktekkan. Dari sinilah timbul apa yang disebut sebagai "tradisi-tradisi". Nah itulah yang saya saksikan. Cara beribadah, dana praktek-praktek upacara Gereja Koptik itu memang jauh lebih sama dengan Gereja-Gereja Orthodox yang lain (Yunani, Rusia, Serbia, Bulgaria, Antiokhia, dll) karena mereka tadinya berasal dari :"TRADISI SUCI" yang sama sejak jaman para Rasul. Namun dalam rincian "tradisi-tradisi"nya saya lihat perbedaan-perbedaan yang menarik. Misalnya, Gereja Koptik, sama dengan Gereja-Gereja Orthodox yang lain, mempunyai tradisi ikonografi juga, namun bentuk ikonosgrafinya lebih sederhana dan lebih primitif, figur-figur dalam ikon berbentuk pendek bulat seperti boneka. Juga sama seperti Gereja Orthodox yang lain, Gereja Koptik memiliki Ikonostasion atau Sekat Ikon yang memisahkan Ruang Kudus dan Ruang dimana umat beribadah.
Sebagaimana Gereja-Gereja Orthodox yang lain, Presbyternya juga disbut sebagai "Romo" atau dalam bahasa Arab mereka "Abuna", dan mengenakan Epitrakhelion/Selendang Sakramental Sekitar Leher/Stola pada waktu menjalankan ibadah. Namun berbeda dengan tradisi Orthodox Kalsedonia (Yunani, Rusia, Antiokhia, Serbia, dll) bentuk Epitrakhelionnya lebih luas dan menjuntai dari leher sampai ke kaki, sebagai satu helai kain, bukan dua buah kain terjulur yang terpisah dan dikaitkan dengan kancing-kancingh ditengah-tengahnya. Dan juntaian di belakang leher dari Epitrakhelion Gereja Koptik itu lebih lebar dan panjang dan dihiasi dengan bordiran gambar Kristus atau tokoh-tokoh suci lainnya.
Perbedaan yang lain adalah dalam Gereja Koptik, "Diaken' itu banyak sekali dalam satu parokia, karena mereka hanya semacam "Juru Baca/Anagnostis/Reader/Lektor" yang tugasnya hampir sama dengan juru kidung, dan bukan seorang Rohaniwan , calon Presbyter, namun orang awam. Dan tak satupun dari mereka ini yang digaji. Yang disebut Diaken, Calon Presbyter itu adalah "Arkhi-Diakon". Juga mereka mempunyai banyak pelayan kaum awam yang disebut "para abdi" yang tanpa bayaran mereka mendedikasikan dirinya sepenuhnya bagi pelayanan Gereja. Yang sangat menyolok bagi umat Koptik adalah keakraban dan kesalehan mereka yang mendalam. Pada hari Sabtu, mereka mengadakan Sembahyang Senja (Sholat al-Ghurub) Sabat, dan dilanjutkan nanti Sembahyang Tengah Malam, jam 12:00. Yang menyenangkan bahwa anak-anak muda dan remaja juga ikut semua acara ini. Gereja penuh biarpun bukan hari Minggu. Dan yang membuat saya iri, adalah semua datang ke Gereja membawa Alkitab dan umat Koptik sangat tahu isi Alkitab mereka. Saya men-visikan umat Gereja Orthodox Indonesia juga demikian.
Sama dengan praktik dari Gereja Orthodox Indonesia, para rohaniwannya dan para diaken kalau mau melayani ibadah mereka lepas sepatu semua. Para wanitanya mengenakan kerudung semua. Ibadah mereka menggunakan tiga bahasa , yaitu:
1) bahasa Koptik, ini bahasa Raja-Raja Firaun di zaman purba tetapi yang sudah ditulis dengan menggunakan abjad Yunani, dan terselip banyak sekali kalimat-kalimat dari Liturgi bahasa Yunani sehingga saya dapat mengikuti dengan mudah,
2) bahasa Arab, itupun dapat saya ikuti dengan baik karena saya bisa membaca bahasa Arab,
3) dan bahasa Inggris, tentulah saya tidak ada kesulitan disini.
Memang ada perbedaan dalam "tradisi-tradisi" ini, tetapi saya sama sekali tidak merasa ada perbedaan dalam isi "TRADISI SUCI" mereka yang terpancar dari ajaran yang terkandung dari bunyi kidung-kidung mereka. Semangat spiritualitas tidak beda dari Gereja-Gereja Orthodox yang lain. Mereka juga mempraktekkan "Doa Puja Yesus", menekankan Kebangkitan Kristus, menekankan pengubah-muliaan dalam Kristus, menekankan pengudusan dan pertobatan, dan lain-lain, serta memiliki Sakramen-Sakramen yang sama.
Mereja juga banyak menggunakan dupa ("bukhur" bahasa Arab) dalam ibadah, dan semua doa itu dilagukan seperti orang mengaji, seperti juga yang dilakukan di Gereja-Gereja Orthodox lainnya. Hanya sekali lagi ada perbedaan dalam "tradisi-tradisi" ini, berbeda dengan Gereja-Gereja Orthodox Kalsedonia, Gereja Koptik hanya memperingati mereka yang meninggal pada hari ke 3 (sesuai dengan kebangkitan Kristus) dan pada hari ke 40 ( sesuai dengan masa penampakan Kristus sesudah kebangkitanNya, sebelum naikNya ke sorga), dan pada satu tahunnya. Tidak ada peringatan hari ke sembilan seperti pada Gereja-Gereja Kalsedonia. Jika Gereja-Gereja Kalsedonia menggunakan "kolyva: yang terbuat dari biji-bijian, dan kalau Gereja Orthodox di Jawa menggunakan tumpeng, karena beras itu juga biji, sebagai lambang kematian dan kebangkitan (I Korintus 15:35-37). Gereja Koptik justru menggunakan roti, dan setelah doa, roti itu dipatahkan tengah ujung atas bawah dan kiri kanan sehingga membentuk Salib, yangh diartikan bahwa si mati itu mendapatkan makanan hidupnya yaitu keselamatannya melalui Salib Kristus. Sesudah doa semua diperciki denghan air dari gelas dengan menggunakan segenggam daun seleri.
Ada satu hal yang menarik yang ingin aku catat disini, meskipun Gereja Koptik sangat konservatif dalam mempertahankan tradisi purba mereka, seperti halnya Gereja-Gereja Orthodox lainnya, tetapi mereka juga mengakomodasi kepentingan kaum muda di zaman modern di Amerika, Sehingga meskipun dalam ibadah resminya mereka tetap menggunakan lagu-lagu dan kidung-kidung purba mereka tanpa diubah, sama seperti halnya dengan Gereja-Gereja Orthodox yang lainnya, namun mereka juga punya group band kaum muda dengan menggunakanm alat-alat musik modern yang digunakan untuk persekutuan-persekutuan di luar liturgi resmi mereka. Hal ini juga saya temukan di Gereja Rusia St.Stephanus yang aku kunjungi beberapa bulan yang lalu. Bahkan yang main gitar malah Romo sendiri. Itulah visiku yang sudah lama juga untuk Gereja Orthodox Indonesia. Memang hal itu bisa dilaksanakan asal "TRADISI SUCI" tak diubah-ubah. Kalau "tradisi-tradisi" sih bisa berkembang, bisa dihilangkan dan bisa dimunculkan, asal "TRADISI SUCI" tetap utuh. Bahkan antara "tradisi-tradisi" Gereja Yunani dan Gereja Rusia, yang sesama Kalsedonia saja ada perbedaan. Contoh kecil saja versi Ikonnya agak beda, bagian kerah atas jubah liturgisnya juga beda. Dan ada praktek kecil yang berbeda. Kalau di Gereja Yunani sesudah Liturgi selesai, umat sudah selesai menyambut Komuni Suci, mau pulang mereka maju satu persatu untuk mencium salib yang dipegang Presbiter di depan pintu Ikonostasion, lalu diberi Roti Prosphora. Kalau tradisi Rusia Umat hanya datang untuk mencium Salib, tetapi di sebelah kiri Presbyter di depan ikonostasion (bukan di luar dari Ruangan Bahtera tempat umat berkumpul untuk Ibadah) sudah ada meja dimana ada anggur dan potongan-potongan Roti prosphora untuk umat ambil Roti lalu minum anggur itu, atau mencelupkan Roti tadi kedalam anggur lalu dimakan. Memang perbedaan kecil tetapi itu mencerminkan "tradisi-tradisi" yang berbeda meskipun dalam "TRADISI SUCI' keduanya itu sama dan satu. Semoga refleksiku ini ada manfaatnya bagi para pembaca. Bagi Allah segala kemuliaan. Amin
Gereja Orthodox selalu berbicara tentang "TRADISI" yang dalam tradisi komunitas Protestan sering dianggap tabu, dianggap bertentangan dengan Firman Allah. Padahal kata "Tradisi" adalah kata yang memang berasal dari Alkitab, dalam bahasa aslinya berbunyi "PARADOSIS" dan dalam bahasa Latin "TRADITIO" yang berasal dari kata "tradere" = pengoper-alihan, penerus-sampaian.
Berarti Paradosis adalah suatu kebenaran, praktek-prakteknya, serta perintah-perintah moralnya yang disampaikan dari para Rasul sendiri dan dioper-alihkan dari generasi yang satu kepada generasi yang lain tanpa diubah, ditambah atau dikurangi. Dan itulah kebenaran Ajaran Rasuliah atau ajaran Injil itu sendiri. Beberapa kata "Paradosis" dalam Alkitab yang bermakna ini adalah II Tesalonika 2:15 dan II Tesalonika 3:6 diterjemahkan sebagai "ajaran". Inilah yang dimaksud dalam Gereja Orthodox jika berbicara tentang "TRADISI SUCI" yaitu ajaran rasuliah yang tak dapat diubah, ditambah atau dikurangi. Namun Alkitab juga berbicara tentang "adat-istiadat/paradosis nenek-moyang" (Matius 7:5) yaitu perintah-perintah dalam Talmud Yahudi yang tidak sesuai dengan ajaran Kristus. Ini ditolak Sang Kristus sebagai ajaran manusia belaka (Markus 7:7). Dan lagi paradosis manusia yangh ditolak Kristus, yaitu tradisi ajaran gnostik Yunani (Kolose 2: 8) yang disebut sebagai ajaran/tradisi turun temurun yang dianggap sebagai filsafat kosong dan palsu serta berasal dari roh-roh dunia, dan bertentangan dengan Kristus. Berarti Alkitab mengajar ada dua bentuk Tradisi, yaitu Tadisi/Paradosis Rasuliah yang memang harus dipegang teguh dan tradisi yang bertentangan dengan Kristus yang harus ditolak. Dalam "TRADISI SUCI" ini Gereja Orthodox adalah satu dimana-mana. Namun karena "TRADISI SUCI" ini disebarkan dan dihidupi dalam kelompok budaya dan masyarakat yang berbeda-beda yang maka budaya setempat mempengaruhi bagaimana "TRADISI SUCI" tadi dipraktekkan. Dari sinilah timbul apa yang disebut sebagai "tradisi-tradisi". Nah itulah yang saya saksikan. Cara beribadah, dana praktek-praktek upacara Gereja Koptik itu memang jauh lebih sama dengan Gereja-Gereja Orthodox yang lain (Yunani, Rusia, Serbia, Bulgaria, Antiokhia, dll) karena mereka tadinya berasal dari :"TRADISI SUCI" yang sama sejak jaman para Rasul. Namun dalam rincian "tradisi-tradisi"nya saya lihat perbedaan-perbedaan yang menarik. Misalnya, Gereja Koptik, sama dengan Gereja-Gereja Orthodox yang lain, mempunyai tradisi ikonografi juga, namun bentuk ikonosgrafinya lebih sederhana dan lebih primitif, figur-figur dalam ikon berbentuk pendek bulat seperti boneka. Juga sama seperti Gereja Orthodox yang lain, Gereja Koptik memiliki Ikonostasion atau Sekat Ikon yang memisahkan Ruang Kudus dan Ruang dimana umat beribadah.
Sebagaimana Gereja-Gereja Orthodox yang lain, Presbyternya juga disbut sebagai "Romo" atau dalam bahasa Arab mereka "Abuna", dan mengenakan Epitrakhelion/Selendang Sakramental Sekitar Leher/Stola pada waktu menjalankan ibadah. Namun berbeda dengan tradisi Orthodox Kalsedonia (Yunani, Rusia, Antiokhia, Serbia, dll) bentuk Epitrakhelionnya lebih luas dan menjuntai dari leher sampai ke kaki, sebagai satu helai kain, bukan dua buah kain terjulur yang terpisah dan dikaitkan dengan kancing-kancingh ditengah-tengahnya. Dan juntaian di belakang leher dari Epitrakhelion Gereja Koptik itu lebih lebar dan panjang dan dihiasi dengan bordiran gambar Kristus atau tokoh-tokoh suci lainnya.
Perbedaan yang lain adalah dalam Gereja Koptik, "Diaken' itu banyak sekali dalam satu parokia, karena mereka hanya semacam "Juru Baca/Anagnostis/Reader/Lektor" yang tugasnya hampir sama dengan juru kidung, dan bukan seorang Rohaniwan , calon Presbyter, namun orang awam. Dan tak satupun dari mereka ini yang digaji. Yang disebut Diaken, Calon Presbyter itu adalah "Arkhi-Diakon". Juga mereka mempunyai banyak pelayan kaum awam yang disebut "para abdi" yang tanpa bayaran mereka mendedikasikan dirinya sepenuhnya bagi pelayanan Gereja. Yang sangat menyolok bagi umat Koptik adalah keakraban dan kesalehan mereka yang mendalam. Pada hari Sabtu, mereka mengadakan Sembahyang Senja (Sholat al-Ghurub) Sabat, dan dilanjutkan nanti Sembahyang Tengah Malam, jam 12:00. Yang menyenangkan bahwa anak-anak muda dan remaja juga ikut semua acara ini. Gereja penuh biarpun bukan hari Minggu. Dan yang membuat saya iri, adalah semua datang ke Gereja membawa Alkitab dan umat Koptik sangat tahu isi Alkitab mereka. Saya men-visikan umat Gereja Orthodox Indonesia juga demikian.
Sama dengan praktik dari Gereja Orthodox Indonesia, para rohaniwannya dan para diaken kalau mau melayani ibadah mereka lepas sepatu semua. Para wanitanya mengenakan kerudung semua. Ibadah mereka menggunakan tiga bahasa , yaitu:
1) bahasa Koptik, ini bahasa Raja-Raja Firaun di zaman purba tetapi yang sudah ditulis dengan menggunakan abjad Yunani, dan terselip banyak sekali kalimat-kalimat dari Liturgi bahasa Yunani sehingga saya dapat mengikuti dengan mudah,
2) bahasa Arab, itupun dapat saya ikuti dengan baik karena saya bisa membaca bahasa Arab,
3) dan bahasa Inggris, tentulah saya tidak ada kesulitan disini.
Memang ada perbedaan dalam "tradisi-tradisi" ini, tetapi saya sama sekali tidak merasa ada perbedaan dalam isi "TRADISI SUCI" mereka yang terpancar dari ajaran yang terkandung dari bunyi kidung-kidung mereka. Semangat spiritualitas tidak beda dari Gereja-Gereja Orthodox yang lain. Mereka juga mempraktekkan "Doa Puja Yesus", menekankan Kebangkitan Kristus, menekankan pengubah-muliaan dalam Kristus, menekankan pengudusan dan pertobatan, dan lain-lain, serta memiliki Sakramen-Sakramen yang sama.
Mereja juga banyak menggunakan dupa ("bukhur" bahasa Arab) dalam ibadah, dan semua doa itu dilagukan seperti orang mengaji, seperti juga yang dilakukan di Gereja-Gereja Orthodox lainnya. Hanya sekali lagi ada perbedaan dalam "tradisi-tradisi" ini, berbeda dengan Gereja-Gereja Orthodox Kalsedonia, Gereja Koptik hanya memperingati mereka yang meninggal pada hari ke 3 (sesuai dengan kebangkitan Kristus) dan pada hari ke 40 ( sesuai dengan masa penampakan Kristus sesudah kebangkitanNya, sebelum naikNya ke sorga), dan pada satu tahunnya. Tidak ada peringatan hari ke sembilan seperti pada Gereja-Gereja Kalsedonia. Jika Gereja-Gereja Kalsedonia menggunakan "kolyva: yang terbuat dari biji-bijian, dan kalau Gereja Orthodox di Jawa menggunakan tumpeng, karena beras itu juga biji, sebagai lambang kematian dan kebangkitan (I Korintus 15:35-37). Gereja Koptik justru menggunakan roti, dan setelah doa, roti itu dipatahkan tengah ujung atas bawah dan kiri kanan sehingga membentuk Salib, yangh diartikan bahwa si mati itu mendapatkan makanan hidupnya yaitu keselamatannya melalui Salib Kristus. Sesudah doa semua diperciki denghan air dari gelas dengan menggunakan segenggam daun seleri.
Ada satu hal yang menarik yang ingin aku catat disini, meskipun Gereja Koptik sangat konservatif dalam mempertahankan tradisi purba mereka, seperti halnya Gereja-Gereja Orthodox lainnya, tetapi mereka juga mengakomodasi kepentingan kaum muda di zaman modern di Amerika, Sehingga meskipun dalam ibadah resminya mereka tetap menggunakan lagu-lagu dan kidung-kidung purba mereka tanpa diubah, sama seperti halnya dengan Gereja-Gereja Orthodox yang lainnya, namun mereka juga punya group band kaum muda dengan menggunakanm alat-alat musik modern yang digunakan untuk persekutuan-persekutuan di luar liturgi resmi mereka. Hal ini juga saya temukan di Gereja Rusia St.Stephanus yang aku kunjungi beberapa bulan yang lalu. Bahkan yang main gitar malah Romo sendiri. Itulah visiku yang sudah lama juga untuk Gereja Orthodox Indonesia. Memang hal itu bisa dilaksanakan asal "TRADISI SUCI" tak diubah-ubah. Kalau "tradisi-tradisi" sih bisa berkembang, bisa dihilangkan dan bisa dimunculkan, asal "TRADISI SUCI" tetap utuh. Bahkan antara "tradisi-tradisi" Gereja Yunani dan Gereja Rusia, yang sesama Kalsedonia saja ada perbedaan. Contoh kecil saja versi Ikonnya agak beda, bagian kerah atas jubah liturgisnya juga beda. Dan ada praktek kecil yang berbeda. Kalau di Gereja Yunani sesudah Liturgi selesai, umat sudah selesai menyambut Komuni Suci, mau pulang mereka maju satu persatu untuk mencium salib yang dipegang Presbiter di depan pintu Ikonostasion, lalu diberi Roti Prosphora. Kalau tradisi Rusia Umat hanya datang untuk mencium Salib, tetapi di sebelah kiri Presbyter di depan ikonostasion (bukan di luar dari Ruangan Bahtera tempat umat berkumpul untuk Ibadah) sudah ada meja dimana ada anggur dan potongan-potongan Roti prosphora untuk umat ambil Roti lalu minum anggur itu, atau mencelupkan Roti tadi kedalam anggur lalu dimakan. Memang perbedaan kecil tetapi itu mencerminkan "tradisi-tradisi" yang berbeda meskipun dalam "TRADISI SUCI' keduanya itu sama dan satu. Semoga refleksiku ini ada manfaatnya bagi para pembaca. Bagi Allah segala kemuliaan. Amin