Seri Matius 2: Penggenapan Perjanjian
[by: Fr.Daniel Byantoro]
Date: 04 Desember 2011
Shalom Alaikhem Be Shem Ha-Massiakh,
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Dalam pelajaran kita yang lalu telah kita bahas mengenai makna dicantumkannya “Silsilah” dalam Kitab Suci, dan secara khusus kita berbicara mengenai makna “Silsilah” Yesus Kristus (Yoshua Ha-Massiakh) dalam Injil, serta arti dari nama “Yesus Kristus “ itu sendiri.
“Yesus Kristus, anak Daud…” . Sekarang kita akan bahas makna dari “, anak Daud, …..” sebagai lanjutan dari pembahasan kita atas judul pembukaan dari Injil Matius ini. Silsilah Yesus Kristus ini diawali dengan disebutkannya Sang Kristus itu sebagai “anak Daud”, baru disebutkan “anak Abraham”. Meskipun secara urutan waktu Abraham lebih dulu ada berselang ribuan tahun sebelum masa Raja Daud, namun Raja Daud disebut dulu sebagai nenek moyang Sang Kristus, dimana Beliau disebut “anak Daud”, karena Injil Matius ini hendak menegaskan bahwa Yoshua (Yesus) ini adalah Ha-Massiah, Al-Masih, Mesias, Sang Kristus itu. Sebab Ha-Massiakh haruslah seorang Raja yang Diurapi Allah, dan pada waktu jaman Abraham lembaga ke-Raja-an, ke-Nabi-an, dan Ke-Imam/Kohen-an itu belum ada, sehingga Perjanjian tentang datangNya Ha-Massiah, sebagai Raja yang Penyelamat, Imam Agung yang Kekal, dan Nabi Terakhir yang tak akan berakhir itu tak mungkin bisa diadakan secara penuh pada jaman Abraham. Karena Nabi terakhir, Kohen yang kekal, dan Raja Penyelamat itu haruslah seorang “Ha-Massiakh”, dan diwahyukanNya oleh Allah akan datangnya Ha-Massiakh itu hanya pada saat jamannya Raja Daud, siapapun yang bukan keturunan Daud dan hanya menyatakan diri sebagai keturunan Abraham, tetapi mengaku sebagai Nabi terakhir, maka jelas itu tak memiliki landasan Perjanjian Ilahi yang kokoh, dengan demikian tak memenuhi syarat Perjanjian Allah, maka orang semacam itu tak mungkin Nabi terakhir, karena tak mungkin dia itu Ha-Massiakh, sebab Ha-Massiakh itulah Nabi terakhir yang harus lahir dari jalur Daud.
Perjanjian Allah kepada Daud itu dinyatakan demikian oleh Kitab Suci “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia.” (II Samuel 7:12-14). Dalam ayat-ayat ini Allah menjanjikan kepada Daud melalui Nabi Natan, bahwa “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu,” artinya apabila Daud sudah mati, maka “Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian” artinya Allah akan melanjutkan dynasti Daud, melalui keturunannya, yaitu “anak kandungmu,” melalui jalur Salomo (Sulaiman) sebagai anak kandung Daud. Tetapi Salomo ternyata bukan pemenuhan mutlak dari Perjanjian Allah ini, karena dikatakan “Aku akan mengokohkan kerajaannya” dan ini ternyata tidak terjadi secara tepat seperti yang disabdakan, sebab sesudah Salomo meninggal Kerajaannya pecah menjadi dua, di sebelah utara yang didirikan oleh Yerobeam bin Nebat disebut sebagai Kerajaan Samaria atau Kerajaan Israel yang memerintah 10 suku Israel, dan di sebelah selatan yang dipimpin oleh Raja-Raja keturunan Daud, yang disebut sebagai Kerajaan Yehuda yang memerintah dua suku Israel: Yehudah dan Benyamin (I Raja-Raja 11:23- 12:33). Selanjutnya bunyi Perjanjian itu mengatakan bahwa “Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku” dan memang Salomo membangun Bait Allah bagi Yahweh (I Raja-Raja 7:13 - 8:66), namun Bait Allah itu akhirnya dirobohkan beberapa kali sehingga memerlukan Bait Allah yang kekal, yang akan digenapi dalam Tubuh Kemanusiaan Yoshua Ha-Massiakh. Yesus Kristus (Yohanes 2:19-22), Firman Allah yang menjadi Manusia (Yohanes 1:14) itu. Selanjutnya Perjanjian itu mengatakan: ”Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya” , inipun tidak terjadi secara literal jasmaniah, karena “takhta Kerajaan” keturunan Daud, atau dynasti Daud, itu ternyata tidak berdiri “untuk selama-lamanya” namun dynasty Daud itu akhirnya ambruk di serbu dan digempur oleh Kerajaan Babilonia pada abad ke 7 Seb.M. (II Raja-Raja 24:18 dst.). Namun karena Allah “tak mungkin berdusta” (Titus 1:2, I Samuel 15: 29), janji atas dynasti Daud yang “untuk selama-lamanya” akhirnya dimengerti sebagai janji tentang Ha-Massiakh, yang akan menggenapi kekekalan dynasty Daud ini, sebagaimana dikatakan ketika Malaikat Gabriel ketika memberitahu tentang kelahiran Kristus kepada Sang Perawan Theotokos, demikian: ”Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." ( Lukas 1:32-33). Dan I Tawarikh 29:22 dalam terjemahan New King James Version bahasa Inggris menjelaskan demikian mengenai “takhta Daud” itu: ”Then Solomon sat on the throne of the LORD as king instead of David his father, and prospered; and all Israel obeyed him.” (“Maka Salomo duduk diatas takhta TUHAN (Yahweh) sebagai Raja menggantikan Daud ayahnya….”). Juga dikatakan mengenai takhta Daud yang diduduki oleh Salomo itu, demikian : ”Dan dari antara anak-anakku sekalian--sebab banyak anak telah dikaruniakan TUHAN kepadaku--Ia telah memilih anakku Salomo untuk duduk di atas takhta pemerintahan TUHAN atas Israel.” (I Tawarikh 28:5). Disini “takhta Daud” itu dinyatakan sebagai “takhta TUHAN (Yahweh)” atau “takhta pemerintahan TUHAN (Yahweh)” sendiri, dengan demikian Perjanjian tentang kekekalan Kerajaan Daud itu adalah nubuat tentang Kerajaan Allah (Malkut Elohim) yang akan dinyatakan oleh Ha-Massiakh. Itulah sebabnya ketika Yoshua Ha-Massiakh lahir yang akan menyatakan Kerajaan Allah (Malkut Elohim) diatas bumi ini, dikatakan oleh Malaikat itu bahwa Allah akan “mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud” dan bahwa “Ia akan menjadi raja… sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.". Jadi Perjanjian Allah kepada Dynasty Daud itu memang digenapi dalam Ha-Massiakh Yoshua, Yesus Kristus, dan memang Kerajaan Daud itu akan berdiri selama-lamanya, karena itulah “Kerajaan Allah” (Malkut Elohim) yang akan didirikan oleh Yoshua Ha-Massiakh, Yesus Kristus.
Jadi ini tak berbicara tentang Kerajaan duniawi di Israel sana, namun ini berbicara tentang Kerajaan Sorgawi yang akan dinyatakan oleh Yoshua Ha-Massiakh ketika Ia datang untuk menyatakan langit baru dan bumi yang baru (II Petrus 3:10-13). Itulah sebabnya ketika Sang Kristus berdebat dengan orang-orang Farisi mengenai hubungan antara Mesias dengan Daud, sebagai berikut : "Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?" Kata mereka kepada-Nya: "Anak Daud." (Matius 22:42) dimana dalam pemahaman orang-orang Farisi itu “anak Daud” disini adalah Mesias yang dimengerti sebagai manusia biasa yang menjadi raja secara politik untuk mengusir penjajah Romawi, maka langsung disangkal oleh Sang Kristus. Sang Kristus meluruskan pandangan tentang Mesias sebagai Anak Daud dalam arti yang keliru itu dengan memberikan pengertian sebenarnya, yaitu sebagai sosok Ilahi yang akan menyatakan Kerajaan Allah di bumi. Demikian sabdaNya : ”Kata-Nya kepada mereka: "Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu. Jadi jika Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?" Tidak ada seorangpun yang dapat menjawab-Nya, dan sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani menanyakan sesuatu kepada-Nya.” (Matius 22:42-46). Dari ayat-ayat ini jelas Ha-Massiakh sendiri mengajarkan bawa Mesias itu menjadi Rajanya “duduk di sebelah kanan” Allah, dan dia disebut “Tuhan/Adonai/Tuhan-Penguasa”. Dalam hal ini jelas Mesias itu adalah tuannya Daud (Daud menyebut Dia Tuannya), bukan hanya sekedar anaknya dalam arti sekedar keturunan kedagingan saja . Maka jika orang-orang Farisi itu hanya menganggap “Anak Daud” dalam arti manusia biasa raja politik yang akan mengusir penjajah Romawi, maka tak mungkin Ia itu Anak Daud, yang diungkapkan oleh Sang Kristus dengan perkataan “bagaimana mungkin Ia anaknya pula”. Jika Anak Daud yang dimaksud adalah penggenap Perjanjian Allah sebagai pembawa Kerajaan Allah ke bumi, yaitu sebagai yang “duduk di sebelah kanan Allah” maka Mesias itu memang betul-betul “Anak Daud”
Bahwa Perjanjian tentang Kerajaan Daud itu hanya akan dipenuhi oleh Ha-Massiakh saja, dinyatakan lebih lanjut dengan pernyataan tentang hubungan Raja Keturunan Daud ini dengan Allah sebagai : “Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku”. Bagi manusia di zaman Daud pernyataan Allah kepada Nabi Natan ini amat mengejutkan. Memang Israel secara kolektif, sebagai bangsa pilihan, disebut sebagai “anak-anak TUHAN (Yahweh)” (Ulangan 14:1), namun tak ada seorang individu atau per orangan pun yang dapat mengatakan bahwa Elohim Yahweh sebaghai “Bapanya”. Namun disini pernyataan itu juga mengandung nubuat bahwa hanya dalam kedudukan mereka sebagai “massiakh” yaitu raja Israel yang diurapi sajalah dapat dikatakan bahwa Allah itu adalah “Bapa” bagi anak-anak keturunan Daud ini, dan mereka adalah “anak-anak “ dari Allah itu. Itulah sebabnya karena telah kita bahas dalam pelajaran kita seri 1 yang lalu, bahwa karena hanya Yoshua itu sajalah yang betul-betul Ha-Massiakh secara mutlak, maka Ia itu benar-benar Anak Allah, dan Allah itu adalah Bapanya, sebagaimana yang dikatakan Malaikat Gabriel kepada Maria: ”Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi.” Yoshua adalah Ha-Massiakh, Ben Elohim (Anak Allah), karena Dialah yang duduk diatas takhta Daud , yaitu “takhta TUHAN (Yahweh)” atau “takhta pemerintahan TUHAN (Yahweh)”, yang tak lain adalah “duduk di sebelah kanan” Elohim, Allah, Bapa yang Maha Kuasa itu.
Perjanjian Allah dengan Daud mengenai dynastinya itu selanjutnya mengatakan: ”Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia.” Ini menunjukkan bahwa raja-raja anak Daud itu adalah adalah manusia biasa yang dapat “melakukan kesalahan” mereka juga perlu di disiplin oleh Allah, yaitu “Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia”. Meskipun kedegarannya Perjanjian ini amat keras, namun justru disini terpancar belas-kasihan Allah kepada “Rumah/Dynasti Daud” itu. Sebab jika bandingkan dengan apa yang kita baca mengenai Raja Saul dimana sesudah ketidak-taatannya kepada Yahweh ( I Samuel 15:1-27), Nabi Samuel atas perintah TUHAN (Yahweh) dikatakan Kitab Suci mengatakan mengenai dynasti Saul demikian:” Kemudian berkatalah Samuel kepadanya: "TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari padamu.” (I Samuel 15:28). Dynasti Saul langsung dikoyakkan Allah, dan habis tak berlanjut, namun kepada dynasti Daud tak ada ancaman seperti itu, yang ada hanya disiplin diberikan kepada mereka jika melakukan kesalahan. Dengan demikian ini memungkinkan dynasti Daud untuk berlanjut selama-lamanya, yang akhirnya digenapi di dalam diri Ha-Massiakh Yoshua, yang memerintah dalam Kerajaan Allah yang tak akan ada kesudahannya.
Memang apa yang diucapkan Nabi Natan kepada Raja Daud dalam II Samuel 7 12-14 diatas itu tak disebutkan sebagai Perjanjian, namun bagian Kitab Suci yang lain menegaskan bahwa itu adalah Perjanjian Allah dengan Daud, sebagaimana dikatakan : ”Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mazmur 89:4-5), serta “Oleh karena Daud, hamba-Mu, janganlah Engkau menolak orang yang Kauurapi! TUHAN telah menyatakan sumpah setia kepada Daud, Ia tidak akan memungkirinya: "Seorang anak kandungmu akan Kududukkan di atas takhtamu; jika anak-anakmu berpegang pada perjanjian-Ku, dan pada peraturan-peraturan-Ku yang Kuajarkan kepada mereka, maka anak-anak mereka selama-lamanya akan duduk di atas takhtamu." (Mazmur 132:10-12). Demikian juga dikatakan : ”Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka. Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku. Dan dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus.” (Kisah Rasul 13: 22-23). Serta dinubuatkan : ”Suatu tunas (keturunan!!) akan keluar dari tunggul Isai (Isai adalah ayah Daud!!), dan taruk (inilah Ha-Massiakh Yoshua/ Kristus Yesus) yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah ( buahnya inilah Gereja) “ (Yesaya 11:1). Dan akhirnya : ”Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri.” (Yeremia 23:5). Karena Daud itulah akar diberikannya Perjanjian akan datangNya Ha-Massiakh itu, maka Daud juga menjadi lambang dan prototype dari Ha-Massiakh itu sendiri, sehingga nubuat tentang kedatangan Ha-Massiakh itu dikatakan demikian : ”Aku akan mengangkat satu orang gembala atas mereka, yang akan menggembalakannya, yaitu Daud, hamba-Ku; dia akan menggembalakan mereka, dan menjadi gembalanya. Dan Aku, TUHAN, akan menjadi Allah mereka serta hamba-Ku Daud menjadi raja di tengah-tengah mereka. Aku, TUHAN, yang mengatakannya.” (Yeheskiel 34:23-24), dan :” Maka hamba-Ku Daud akan menjadi rajanya, dan mereka semuanya akan mempunyai satu gembala. Mereka akan hidup menurut peraturan-peraturan-Ku dan melakukan ketetapan-ketetapan-Ku dengan setia. Mereka akan tinggal di tanah yang Kuberikan kepada hamba-Ku Yakub, di mana nenek moyang mereka tinggal, ya, mereka, anak-anak mereka maupun cucu cicit mereka akan tinggal di sana untuk selama-lamanya dan hamba-Ku Daud menjadi raja mereka untuk selama-lamanya.” (Yehezkiel 37:24-25). Ada beberapa kalangan yang mentafsirkan ayat-ayat ini dengan tafsiran bahwa pada jaman Kerajaan Seribu Tahun (yang kita umat Orthodox tidak meyakini seperti apa yang popular diyakini mengenai Millenialisme ini) Daud sendiri akan dibangkitkan untuk memerintah sebagai Raja di Israel, sementara Yesus Kristus akan memerintah diatas Raja Daud. Kita tolak tafsiran semacam itu, dengan alasan bahwa Perjanjian Allah kepada Daud yang diucapkan oleh Nabi Natan diatas bukan ditujukan untuk Daud sendiri, namun untuk keturunannya. Dan bahwa ketika keturunannya itu menjadi raja diatas takhta Daud, ia dikatakan menjadi raja diatas “takhta TUHAN (Yahweh)” atau “takhta pemerintahan TUHAN (Yahweh)”, yang oleh Sang Kristus sendiri ditegaskan bahwa itu artinya “duduk di sebelah kanan” Elohim, Allah, Bapa yang Maha Kuasa itu. Serta Daud sendiri menyebut “keturunannya” yang dijanjikan ini sebagai “Tuannya”. Jika yang dibangkitkan jadi Raja di akhir jaman nanti adalah Daud sendiri, bagaimana mungkin Daud menyebut dirinya sendiri sebagai “Tuannya”. Jadi jelas nubuat tentang “Daud” yang akan menjadi raja dalam Yeskiel 34, dan Yeheskiel 37 diatas tak mengajarkan bahwa Daud akan bangkit lagi sebagai Raja, namun itu nubuat akan Ha-Massiakh yang digambarkan di dalam diri Daud sebasgai symbol dan prototype.
Maka sekarang mengertilah kita sekarang mengapa Yoshua/Yesus di dalam Perjanjian Baru tak menolak disapa sebagai “Anak Daud”, dan memang Ia disebut sebagai “Anak Daud”, karena memang Dialah Ha-Massiakh itu: “Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya dari sana, dua orang buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata: "Kasihanilah kami, hai Anak Daud." (Matius 9:27, bdk. Matius 12:23; 15:22; 20:30-31; 21:9, 15; 22:42; Markus 10:47-48; Lukas 12:35; 18:38-39; 20:41).
Bagi makin menegaskan bahwa Yoshua/Yesus itulah Ha-Massiakh “Anak Daud”, dalam akhir kesimpulan dari sisilah Yoshua/Yesus itu, Injil Matius membuat suatu kode sandi yang menunjukkan bahwa Yoshua itu adalah memang Ha-Massiakh itu, dengan mengatakan: ”Jadi seluruhnya ada: empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus.” (Matius 1: 17). Bagi kita yang bukan berbudaya Ibrani, dan tak tahu huruf Ibrani , kita tak dapat melihat sandi apapun di dalam ayat ini. Namun bagi mereka yang berbudaya dan tahu huruf Ibrani akan segera mendeteksi sandi itu. Sandi itu terletak pada kata “empat belas” diatas. Nama Daud dalam bahasa Ibrani adalah “Dawid” (DWYD = Daleth Wawu Yod Daleth), yang jika dinilai secara angka keempat huruf nama Daud itu memiliki nilai tepat “empat belas”. Dengan demikian Injil Matius hendak menegaskan bahwa Yoshua itu betul-betul keturunan Daud, yaitu Ha-Massiakh yang resmi dan sah seperti yang dijanjikan Allah. Namun bukan hanya itu saja, kata “empat belas” itu diulang tiga kali, yang ini menunjukkan angka ilahi. Jadi Injil Matius melalui silsilah ini mengajarkan bahwa Yesus itu secara jasmani adalah keturunan Daud namun dalam realita hakekat sebenarnya Dia ini berkodrat ilahi. Kebenaran secara sandi inilah yang diungkapkan dalam bahasa Rasul Paulus demikian :”… Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.” (Roma 1:3-4)
Dengan ditegakkannya secara kokoh pada landasan yang amat kuat bahwa Yoshua memang keturunan Daud yang menggenapi Perjanjian Allah kepada Daud sebagai Ha-Massiakh yang resmi dan sah dari kacamata rencana Allah, maka kita tak mudah digoyangkan oleh siapapun juga yang menyatakan diri sebagai pembawa kebenaran yang paling sempurna atau sebagai Nabi yang terakhir. Karena Nabi terkahir haruslah seorang Ha Massiakh, yaitu yang secara sempurna menyatakan Allah sebagai Firman Allah sendiri, dan yang bersifat kekal tak dapat diganti-ganti, karena bangkit dari antara orang mati, serta hidup selamanya di sebelah kanan Allah. Oleh karena itu tidak ada Nabi Terakhir diluar Ha-Massiakh, dan yang bukan Ha-Massiakh bukanlah Nabi terakhir. Yang bukan keturunan Daud tak mungkin mengaku Ha-Massiakh, dan dengan demikian tak mungkin mengaku sebagai Nabi Terakhir. Di dalam Ha-Massiakh telah kita temukan kepenuhan kebenaran, sehingga kita tak perlu mencari-cari kebenaran di luar Dia, dan tak menunggu-nunggu siapapun sesudah Dia, sebab Dia hidup kekal dan tak berubah, sehingga tak ada yang menggantikan Dia dan tak akan ada yang menyusul sesudah Dia. Dalam seri pelajaran kita yang ketiga nanti kita akan bahas lebih lanjut kebenaran yang akan mengokohkan pemahaman kita tentang Ha-Massiakh ini, yaitu Ha-Massiakh sebagai “anak Abraham”.
Saudara-saudari yang kekasih, dari mempelajari Perjanjian Allah kepada Daud ini ada beberapa pelajaran yang dapat kita tarik. Pertama bahwa Allah memilih Daud bukan karena kebesaran Daud, namun dari kebesaran kasih-karunia Allah, sebab Daud justru yang terkecil diantara saudara-sadaranya. Dan pengalaman masa kecilnya ini mempengaruhi ketika dia sudah menjadi orang besar, menjadi raja. Ini mengingatkan kita jika kita ini merasa diri kecil dan tidak diperdulikan orang, maka kita harus ingat bahwa justru dengan orang-orang yang demikian inilah Allah berkenan, sebagaimana dikatakan:”…apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.” (I Korintus 1:28-29). Itulah sebabnya Daud ini menjadi orang yang berkenan di hati Allah,sebab meskipun dia sudah menjadi Raja dia tetap menjadi orang yang rendah hati, dan tetap merendah di hadapan Allah. Hatinya fokus pada Allah, dan Allah menjadi prioritas dalam hidupnya, sehingga berkatnya sampai kepada keturunannya selama-lamanya yang berpuncak pada Mesias. Jika kita memprioritaskan Allah, dalam kerendahan hati, berkat yang datang pada kitapun akan mengalir terus sampai kepada anak-cucu kita. Yang kedua, bahwa Allah tak pernah dusta. Apapun yang dijanjikan itu pasti akan ditepati. Untuk itu kita harus belajar mempercayai janji-janji Allah. Dan untuk mengetahui janji-janji Allah bagi hidup kita ini, maka kita harus rajin membaca Kitab Suci dan merenungkannya setiap saat, dan meyakini dengan pasti bahwa semua yang dijanjikan Allah itu pasti ditepati jika kita memiliki iman, memiliki kasih kepada Allah dan memiliki kerendahan hati seperti Daud. Dengan demikian kita belajar untuk tidak khawatir akan apapun dalam kehidupan ini karena ada Allah yang telah berjanji untuk kebaikan kita, dan menjamin janjiNya itu akan digenapi. Yang ketiga bahwa Allah itu setia. Meskipun Daud mengalami jatuh bangun dalam hidupnya, dan meskipun keturunannya mengalami jatuh bangun dsalam sejarah mereka, Allah tak petnah mengkhianati PerjanjianNya yang telah diberikan pada Daud, sehingga sampai kapanpun nama Daud disebut, dan janji-janjiNya selalu diingat terutama di dalam penggenapannya di dalam keturunannya: Yoshua Ha-Masiakh, Yesus Kristus itu. Kiranya kita makin kokoh dalam iman kita. Amin
Next: Seri Matius 3: Abraham, Sahabat Allah 1
Shalom Alaikhem Be Shem Ha-Massiakh,
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Dalam pelajaran kita yang lalu telah kita bahas mengenai makna dicantumkannya “Silsilah” dalam Kitab Suci, dan secara khusus kita berbicara mengenai makna “Silsilah” Yesus Kristus (Yoshua Ha-Massiakh) dalam Injil, serta arti dari nama “Yesus Kristus “ itu sendiri.
“Yesus Kristus, anak Daud…” . Sekarang kita akan bahas makna dari “, anak Daud, …..” sebagai lanjutan dari pembahasan kita atas judul pembukaan dari Injil Matius ini. Silsilah Yesus Kristus ini diawali dengan disebutkannya Sang Kristus itu sebagai “anak Daud”, baru disebutkan “anak Abraham”. Meskipun secara urutan waktu Abraham lebih dulu ada berselang ribuan tahun sebelum masa Raja Daud, namun Raja Daud disebut dulu sebagai nenek moyang Sang Kristus, dimana Beliau disebut “anak Daud”, karena Injil Matius ini hendak menegaskan bahwa Yoshua (Yesus) ini adalah Ha-Massiah, Al-Masih, Mesias, Sang Kristus itu. Sebab Ha-Massiakh haruslah seorang Raja yang Diurapi Allah, dan pada waktu jaman Abraham lembaga ke-Raja-an, ke-Nabi-an, dan Ke-Imam/Kohen-an itu belum ada, sehingga Perjanjian tentang datangNya Ha-Massiah, sebagai Raja yang Penyelamat, Imam Agung yang Kekal, dan Nabi Terakhir yang tak akan berakhir itu tak mungkin bisa diadakan secara penuh pada jaman Abraham. Karena Nabi terakhir, Kohen yang kekal, dan Raja Penyelamat itu haruslah seorang “Ha-Massiakh”, dan diwahyukanNya oleh Allah akan datangnya Ha-Massiakh itu hanya pada saat jamannya Raja Daud, siapapun yang bukan keturunan Daud dan hanya menyatakan diri sebagai keturunan Abraham, tetapi mengaku sebagai Nabi terakhir, maka jelas itu tak memiliki landasan Perjanjian Ilahi yang kokoh, dengan demikian tak memenuhi syarat Perjanjian Allah, maka orang semacam itu tak mungkin Nabi terakhir, karena tak mungkin dia itu Ha-Massiakh, sebab Ha-Massiakh itulah Nabi terakhir yang harus lahir dari jalur Daud.
Perjanjian Allah kepada Daud itu dinyatakan demikian oleh Kitab Suci “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia.” (II Samuel 7:12-14). Dalam ayat-ayat ini Allah menjanjikan kepada Daud melalui Nabi Natan, bahwa “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu,” artinya apabila Daud sudah mati, maka “Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian” artinya Allah akan melanjutkan dynasti Daud, melalui keturunannya, yaitu “anak kandungmu,” melalui jalur Salomo (Sulaiman) sebagai anak kandung Daud. Tetapi Salomo ternyata bukan pemenuhan mutlak dari Perjanjian Allah ini, karena dikatakan “Aku akan mengokohkan kerajaannya” dan ini ternyata tidak terjadi secara tepat seperti yang disabdakan, sebab sesudah Salomo meninggal Kerajaannya pecah menjadi dua, di sebelah utara yang didirikan oleh Yerobeam bin Nebat disebut sebagai Kerajaan Samaria atau Kerajaan Israel yang memerintah 10 suku Israel, dan di sebelah selatan yang dipimpin oleh Raja-Raja keturunan Daud, yang disebut sebagai Kerajaan Yehuda yang memerintah dua suku Israel: Yehudah dan Benyamin (I Raja-Raja 11:23- 12:33). Selanjutnya bunyi Perjanjian itu mengatakan bahwa “Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku” dan memang Salomo membangun Bait Allah bagi Yahweh (I Raja-Raja 7:13 - 8:66), namun Bait Allah itu akhirnya dirobohkan beberapa kali sehingga memerlukan Bait Allah yang kekal, yang akan digenapi dalam Tubuh Kemanusiaan Yoshua Ha-Massiakh. Yesus Kristus (Yohanes 2:19-22), Firman Allah yang menjadi Manusia (Yohanes 1:14) itu. Selanjutnya Perjanjian itu mengatakan: ”Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya” , inipun tidak terjadi secara literal jasmaniah, karena “takhta Kerajaan” keturunan Daud, atau dynasti Daud, itu ternyata tidak berdiri “untuk selama-lamanya” namun dynasty Daud itu akhirnya ambruk di serbu dan digempur oleh Kerajaan Babilonia pada abad ke 7 Seb.M. (II Raja-Raja 24:18 dst.). Namun karena Allah “tak mungkin berdusta” (Titus 1:2, I Samuel 15: 29), janji atas dynasti Daud yang “untuk selama-lamanya” akhirnya dimengerti sebagai janji tentang Ha-Massiakh, yang akan menggenapi kekekalan dynasty Daud ini, sebagaimana dikatakan ketika Malaikat Gabriel ketika memberitahu tentang kelahiran Kristus kepada Sang Perawan Theotokos, demikian: ”Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan." ( Lukas 1:32-33). Dan I Tawarikh 29:22 dalam terjemahan New King James Version bahasa Inggris menjelaskan demikian mengenai “takhta Daud” itu: ”Then Solomon sat on the throne of the LORD as king instead of David his father, and prospered; and all Israel obeyed him.” (“Maka Salomo duduk diatas takhta TUHAN (Yahweh) sebagai Raja menggantikan Daud ayahnya….”). Juga dikatakan mengenai takhta Daud yang diduduki oleh Salomo itu, demikian : ”Dan dari antara anak-anakku sekalian--sebab banyak anak telah dikaruniakan TUHAN kepadaku--Ia telah memilih anakku Salomo untuk duduk di atas takhta pemerintahan TUHAN atas Israel.” (I Tawarikh 28:5). Disini “takhta Daud” itu dinyatakan sebagai “takhta TUHAN (Yahweh)” atau “takhta pemerintahan TUHAN (Yahweh)” sendiri, dengan demikian Perjanjian tentang kekekalan Kerajaan Daud itu adalah nubuat tentang Kerajaan Allah (Malkut Elohim) yang akan dinyatakan oleh Ha-Massiakh. Itulah sebabnya ketika Yoshua Ha-Massiakh lahir yang akan menyatakan Kerajaan Allah (Malkut Elohim) diatas bumi ini, dikatakan oleh Malaikat itu bahwa Allah akan “mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud” dan bahwa “Ia akan menjadi raja… sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.". Jadi Perjanjian Allah kepada Dynasty Daud itu memang digenapi dalam Ha-Massiakh Yoshua, Yesus Kristus, dan memang Kerajaan Daud itu akan berdiri selama-lamanya, karena itulah “Kerajaan Allah” (Malkut Elohim) yang akan didirikan oleh Yoshua Ha-Massiakh, Yesus Kristus.
Jadi ini tak berbicara tentang Kerajaan duniawi di Israel sana, namun ini berbicara tentang Kerajaan Sorgawi yang akan dinyatakan oleh Yoshua Ha-Massiakh ketika Ia datang untuk menyatakan langit baru dan bumi yang baru (II Petrus 3:10-13). Itulah sebabnya ketika Sang Kristus berdebat dengan orang-orang Farisi mengenai hubungan antara Mesias dengan Daud, sebagai berikut : "Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?" Kata mereka kepada-Nya: "Anak Daud." (Matius 22:42) dimana dalam pemahaman orang-orang Farisi itu “anak Daud” disini adalah Mesias yang dimengerti sebagai manusia biasa yang menjadi raja secara politik untuk mengusir penjajah Romawi, maka langsung disangkal oleh Sang Kristus. Sang Kristus meluruskan pandangan tentang Mesias sebagai Anak Daud dalam arti yang keliru itu dengan memberikan pengertian sebenarnya, yaitu sebagai sosok Ilahi yang akan menyatakan Kerajaan Allah di bumi. Demikian sabdaNya : ”Kata-Nya kepada mereka: "Jika demikian, bagaimanakah Daud oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya, ketika ia berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu. Jadi jika Daud menyebut Dia Tuannya, bagaimana mungkin Ia anaknya pula?" Tidak ada seorangpun yang dapat menjawab-Nya, dan sejak hari itu tidak ada seorangpun juga yang berani menanyakan sesuatu kepada-Nya.” (Matius 22:42-46). Dari ayat-ayat ini jelas Ha-Massiakh sendiri mengajarkan bawa Mesias itu menjadi Rajanya “duduk di sebelah kanan” Allah, dan dia disebut “Tuhan/Adonai/Tuhan-Penguasa”. Dalam hal ini jelas Mesias itu adalah tuannya Daud (Daud menyebut Dia Tuannya), bukan hanya sekedar anaknya dalam arti sekedar keturunan kedagingan saja . Maka jika orang-orang Farisi itu hanya menganggap “Anak Daud” dalam arti manusia biasa raja politik yang akan mengusir penjajah Romawi, maka tak mungkin Ia itu Anak Daud, yang diungkapkan oleh Sang Kristus dengan perkataan “bagaimana mungkin Ia anaknya pula”. Jika Anak Daud yang dimaksud adalah penggenap Perjanjian Allah sebagai pembawa Kerajaan Allah ke bumi, yaitu sebagai yang “duduk di sebelah kanan Allah” maka Mesias itu memang betul-betul “Anak Daud”
Bahwa Perjanjian tentang Kerajaan Daud itu hanya akan dipenuhi oleh Ha-Massiakh saja, dinyatakan lebih lanjut dengan pernyataan tentang hubungan Raja Keturunan Daud ini dengan Allah sebagai : “Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku”. Bagi manusia di zaman Daud pernyataan Allah kepada Nabi Natan ini amat mengejutkan. Memang Israel secara kolektif, sebagai bangsa pilihan, disebut sebagai “anak-anak TUHAN (Yahweh)” (Ulangan 14:1), namun tak ada seorang individu atau per orangan pun yang dapat mengatakan bahwa Elohim Yahweh sebaghai “Bapanya”. Namun disini pernyataan itu juga mengandung nubuat bahwa hanya dalam kedudukan mereka sebagai “massiakh” yaitu raja Israel yang diurapi sajalah dapat dikatakan bahwa Allah itu adalah “Bapa” bagi anak-anak keturunan Daud ini, dan mereka adalah “anak-anak “ dari Allah itu. Itulah sebabnya karena telah kita bahas dalam pelajaran kita seri 1 yang lalu, bahwa karena hanya Yoshua itu sajalah yang betul-betul Ha-Massiakh secara mutlak, maka Ia itu benar-benar Anak Allah, dan Allah itu adalah Bapanya, sebagaimana yang dikatakan Malaikat Gabriel kepada Maria: ”Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi.” Yoshua adalah Ha-Massiakh, Ben Elohim (Anak Allah), karena Dialah yang duduk diatas takhta Daud , yaitu “takhta TUHAN (Yahweh)” atau “takhta pemerintahan TUHAN (Yahweh)”, yang tak lain adalah “duduk di sebelah kanan” Elohim, Allah, Bapa yang Maha Kuasa itu.
Perjanjian Allah dengan Daud mengenai dynastinya itu selanjutnya mengatakan: ”Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia.” Ini menunjukkan bahwa raja-raja anak Daud itu adalah adalah manusia biasa yang dapat “melakukan kesalahan” mereka juga perlu di disiplin oleh Allah, yaitu “Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia”. Meskipun kedegarannya Perjanjian ini amat keras, namun justru disini terpancar belas-kasihan Allah kepada “Rumah/Dynasti Daud” itu. Sebab jika bandingkan dengan apa yang kita baca mengenai Raja Saul dimana sesudah ketidak-taatannya kepada Yahweh ( I Samuel 15:1-27), Nabi Samuel atas perintah TUHAN (Yahweh) dikatakan Kitab Suci mengatakan mengenai dynasti Saul demikian:” Kemudian berkatalah Samuel kepadanya: "TUHAN telah mengoyakkan dari padamu jabatan raja atas Israel pada hari ini dan telah memberikannya kepada orang lain yang lebih baik dari padamu.” (I Samuel 15:28). Dynasti Saul langsung dikoyakkan Allah, dan habis tak berlanjut, namun kepada dynasti Daud tak ada ancaman seperti itu, yang ada hanya disiplin diberikan kepada mereka jika melakukan kesalahan. Dengan demikian ini memungkinkan dynasti Daud untuk berlanjut selama-lamanya, yang akhirnya digenapi di dalam diri Ha-Massiakh Yoshua, yang memerintah dalam Kerajaan Allah yang tak akan ada kesudahannya.
Memang apa yang diucapkan Nabi Natan kepada Raja Daud dalam II Samuel 7 12-14 diatas itu tak disebutkan sebagai Perjanjian, namun bagian Kitab Suci yang lain menegaskan bahwa itu adalah Perjanjian Allah dengan Daud, sebagaimana dikatakan : ”Engkau telah berkata: "Telah Kuikat perjanjian dengan orang pilihan-Ku, Aku telah bersumpah kepada Daud, hamba-Ku: Untuk selama-lamanya Aku hendak menegakkan anak cucumu, dan membangun takhtamu turun-temurun." (Mazmur 89:4-5), serta “Oleh karena Daud, hamba-Mu, janganlah Engkau menolak orang yang Kauurapi! TUHAN telah menyatakan sumpah setia kepada Daud, Ia tidak akan memungkirinya: "Seorang anak kandungmu akan Kududukkan di atas takhtamu; jika anak-anakmu berpegang pada perjanjian-Ku, dan pada peraturan-peraturan-Ku yang Kuajarkan kepada mereka, maka anak-anak mereka selama-lamanya akan duduk di atas takhtamu." (Mazmur 132:10-12). Demikian juga dikatakan : ”Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka. Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku. Dan dari keturunannyalah, sesuai dengan yang telah dijanjikan-Nya, Allah telah membangkitkan Juruselamat bagi orang Israel, yaitu Yesus.” (Kisah Rasul 13: 22-23). Serta dinubuatkan : ”Suatu tunas (keturunan!!) akan keluar dari tunggul Isai (Isai adalah ayah Daud!!), dan taruk (inilah Ha-Massiakh Yoshua/ Kristus Yesus) yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah ( buahnya inilah Gereja) “ (Yesaya 11:1). Dan akhirnya : ”Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri.” (Yeremia 23:5). Karena Daud itulah akar diberikannya Perjanjian akan datangNya Ha-Massiakh itu, maka Daud juga menjadi lambang dan prototype dari Ha-Massiakh itu sendiri, sehingga nubuat tentang kedatangan Ha-Massiakh itu dikatakan demikian : ”Aku akan mengangkat satu orang gembala atas mereka, yang akan menggembalakannya, yaitu Daud, hamba-Ku; dia akan menggembalakan mereka, dan menjadi gembalanya. Dan Aku, TUHAN, akan menjadi Allah mereka serta hamba-Ku Daud menjadi raja di tengah-tengah mereka. Aku, TUHAN, yang mengatakannya.” (Yeheskiel 34:23-24), dan :” Maka hamba-Ku Daud akan menjadi rajanya, dan mereka semuanya akan mempunyai satu gembala. Mereka akan hidup menurut peraturan-peraturan-Ku dan melakukan ketetapan-ketetapan-Ku dengan setia. Mereka akan tinggal di tanah yang Kuberikan kepada hamba-Ku Yakub, di mana nenek moyang mereka tinggal, ya, mereka, anak-anak mereka maupun cucu cicit mereka akan tinggal di sana untuk selama-lamanya dan hamba-Ku Daud menjadi raja mereka untuk selama-lamanya.” (Yehezkiel 37:24-25). Ada beberapa kalangan yang mentafsirkan ayat-ayat ini dengan tafsiran bahwa pada jaman Kerajaan Seribu Tahun (yang kita umat Orthodox tidak meyakini seperti apa yang popular diyakini mengenai Millenialisme ini) Daud sendiri akan dibangkitkan untuk memerintah sebagai Raja di Israel, sementara Yesus Kristus akan memerintah diatas Raja Daud. Kita tolak tafsiran semacam itu, dengan alasan bahwa Perjanjian Allah kepada Daud yang diucapkan oleh Nabi Natan diatas bukan ditujukan untuk Daud sendiri, namun untuk keturunannya. Dan bahwa ketika keturunannya itu menjadi raja diatas takhta Daud, ia dikatakan menjadi raja diatas “takhta TUHAN (Yahweh)” atau “takhta pemerintahan TUHAN (Yahweh)”, yang oleh Sang Kristus sendiri ditegaskan bahwa itu artinya “duduk di sebelah kanan” Elohim, Allah, Bapa yang Maha Kuasa itu. Serta Daud sendiri menyebut “keturunannya” yang dijanjikan ini sebagai “Tuannya”. Jika yang dibangkitkan jadi Raja di akhir jaman nanti adalah Daud sendiri, bagaimana mungkin Daud menyebut dirinya sendiri sebagai “Tuannya”. Jadi jelas nubuat tentang “Daud” yang akan menjadi raja dalam Yeskiel 34, dan Yeheskiel 37 diatas tak mengajarkan bahwa Daud akan bangkit lagi sebagai Raja, namun itu nubuat akan Ha-Massiakh yang digambarkan di dalam diri Daud sebasgai symbol dan prototype.
Maka sekarang mengertilah kita sekarang mengapa Yoshua/Yesus di dalam Perjanjian Baru tak menolak disapa sebagai “Anak Daud”, dan memang Ia disebut sebagai “Anak Daud”, karena memang Dialah Ha-Massiakh itu: “Ketika Yesus meneruskan perjalanan-Nya dari sana, dua orang buta mengikuti-Nya sambil berseru-seru dan berkata: "Kasihanilah kami, hai Anak Daud." (Matius 9:27, bdk. Matius 12:23; 15:22; 20:30-31; 21:9, 15; 22:42; Markus 10:47-48; Lukas 12:35; 18:38-39; 20:41).
Bagi makin menegaskan bahwa Yoshua/Yesus itulah Ha-Massiakh “Anak Daud”, dalam akhir kesimpulan dari sisilah Yoshua/Yesus itu, Injil Matius membuat suatu kode sandi yang menunjukkan bahwa Yoshua itu adalah memang Ha-Massiakh itu, dengan mengatakan: ”Jadi seluruhnya ada: empat belas keturunan dari Abraham sampai Daud, empat belas keturunan dari Daud sampai pembuangan ke Babel, dan empat belas keturunan dari pembuangan ke Babel sampai Kristus.” (Matius 1: 17). Bagi kita yang bukan berbudaya Ibrani, dan tak tahu huruf Ibrani , kita tak dapat melihat sandi apapun di dalam ayat ini. Namun bagi mereka yang berbudaya dan tahu huruf Ibrani akan segera mendeteksi sandi itu. Sandi itu terletak pada kata “empat belas” diatas. Nama Daud dalam bahasa Ibrani adalah “Dawid” (DWYD = Daleth Wawu Yod Daleth), yang jika dinilai secara angka keempat huruf nama Daud itu memiliki nilai tepat “empat belas”. Dengan demikian Injil Matius hendak menegaskan bahwa Yoshua itu betul-betul keturunan Daud, yaitu Ha-Massiakh yang resmi dan sah seperti yang dijanjikan Allah. Namun bukan hanya itu saja, kata “empat belas” itu diulang tiga kali, yang ini menunjukkan angka ilahi. Jadi Injil Matius melalui silsilah ini mengajarkan bahwa Yesus itu secara jasmani adalah keturunan Daud namun dalam realita hakekat sebenarnya Dia ini berkodrat ilahi. Kebenaran secara sandi inilah yang diungkapkan dalam bahasa Rasul Paulus demikian :”… Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita.” (Roma 1:3-4)
Dengan ditegakkannya secara kokoh pada landasan yang amat kuat bahwa Yoshua memang keturunan Daud yang menggenapi Perjanjian Allah kepada Daud sebagai Ha-Massiakh yang resmi dan sah dari kacamata rencana Allah, maka kita tak mudah digoyangkan oleh siapapun juga yang menyatakan diri sebagai pembawa kebenaran yang paling sempurna atau sebagai Nabi yang terakhir. Karena Nabi terkahir haruslah seorang Ha Massiakh, yaitu yang secara sempurna menyatakan Allah sebagai Firman Allah sendiri, dan yang bersifat kekal tak dapat diganti-ganti, karena bangkit dari antara orang mati, serta hidup selamanya di sebelah kanan Allah. Oleh karena itu tidak ada Nabi Terakhir diluar Ha-Massiakh, dan yang bukan Ha-Massiakh bukanlah Nabi terakhir. Yang bukan keturunan Daud tak mungkin mengaku Ha-Massiakh, dan dengan demikian tak mungkin mengaku sebagai Nabi Terakhir. Di dalam Ha-Massiakh telah kita temukan kepenuhan kebenaran, sehingga kita tak perlu mencari-cari kebenaran di luar Dia, dan tak menunggu-nunggu siapapun sesudah Dia, sebab Dia hidup kekal dan tak berubah, sehingga tak ada yang menggantikan Dia dan tak akan ada yang menyusul sesudah Dia. Dalam seri pelajaran kita yang ketiga nanti kita akan bahas lebih lanjut kebenaran yang akan mengokohkan pemahaman kita tentang Ha-Massiakh ini, yaitu Ha-Massiakh sebagai “anak Abraham”.
Saudara-saudari yang kekasih, dari mempelajari Perjanjian Allah kepada Daud ini ada beberapa pelajaran yang dapat kita tarik. Pertama bahwa Allah memilih Daud bukan karena kebesaran Daud, namun dari kebesaran kasih-karunia Allah, sebab Daud justru yang terkecil diantara saudara-sadaranya. Dan pengalaman masa kecilnya ini mempengaruhi ketika dia sudah menjadi orang besar, menjadi raja. Ini mengingatkan kita jika kita ini merasa diri kecil dan tidak diperdulikan orang, maka kita harus ingat bahwa justru dengan orang-orang yang demikian inilah Allah berkenan, sebagaimana dikatakan:”…apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.” (I Korintus 1:28-29). Itulah sebabnya Daud ini menjadi orang yang berkenan di hati Allah,sebab meskipun dia sudah menjadi Raja dia tetap menjadi orang yang rendah hati, dan tetap merendah di hadapan Allah. Hatinya fokus pada Allah, dan Allah menjadi prioritas dalam hidupnya, sehingga berkatnya sampai kepada keturunannya selama-lamanya yang berpuncak pada Mesias. Jika kita memprioritaskan Allah, dalam kerendahan hati, berkat yang datang pada kitapun akan mengalir terus sampai kepada anak-cucu kita. Yang kedua, bahwa Allah tak pernah dusta. Apapun yang dijanjikan itu pasti akan ditepati. Untuk itu kita harus belajar mempercayai janji-janji Allah. Dan untuk mengetahui janji-janji Allah bagi hidup kita ini, maka kita harus rajin membaca Kitab Suci dan merenungkannya setiap saat, dan meyakini dengan pasti bahwa semua yang dijanjikan Allah itu pasti ditepati jika kita memiliki iman, memiliki kasih kepada Allah dan memiliki kerendahan hati seperti Daud. Dengan demikian kita belajar untuk tidak khawatir akan apapun dalam kehidupan ini karena ada Allah yang telah berjanji untuk kebaikan kita, dan menjamin janjiNya itu akan digenapi. Yang ketiga bahwa Allah itu setia. Meskipun Daud mengalami jatuh bangun dalam hidupnya, dan meskipun keturunannya mengalami jatuh bangun dsalam sejarah mereka, Allah tak petnah mengkhianati PerjanjianNya yang telah diberikan pada Daud, sehingga sampai kapanpun nama Daud disebut, dan janji-janjiNya selalu diingat terutama di dalam penggenapannya di dalam keturunannya: Yoshua Ha-Masiakh, Yesus Kristus itu. Kiranya kita makin kokoh dalam iman kita. Amin
Next: Seri Matius 3: Abraham, Sahabat Allah 1