Salib & Keberanian Menghadap Hadirat Allah
[by: Fr.Daniel Byantoro]
Date: 06 September 2008
Bismil Abi, wal Ibni, war Ruhul Qudus, Amin.
Shalom Alaikhem Be Shem Ha-Massiakh,
Saudara-Saudari yang terkasih dalam Sang Kristus,
Bacaan nubuat kita dari Sembahyang Jam Kesembilan ini mengisahkan bagaimana Nabi Yeremia (Yeremia 11:18-23) diancam orang-orang Anatot karena menyampaikan firman Allah kepada mereka, sehingga ia menjadi seperti “anak domba jinak yang dibawa untuk disembelih” (Yeremia 11:19). Ungkapan ini menjadikan pengalaman Nabi Yeremia ini sejenis dengan nubuat tentang penderitaan Ebed Yahweh dalam Yesaya 53 sebelumnya tadi, sehingga derita Nabi Yeremia ini menjadi gambaran dari derita Kristus. Sebagaimana Yeremia dianiaya oleh karena kebenaran dan oleh orang-orang yang selalu menyebut Nama Tuhan yaitu kaum ulama Yahudi (Yeremia 12:2b), yang digambarkan dalam puisi keluhan nabi Yeremia itu (Yeremia 12 :1-4), demikianlah Kristuspun menderita dalam tangan para pemimpin agama Yahudi. Para pemimpin itu adalah “gembala yang telah merusakkan kebun anggur-Ku, memijak-mijak tanah-Ku” (Yeremia 12:10), demikian bunyi syair keluhan Nabi Yeremia selanjutnya (Yeremia 12:9-11), demikianlah para pemimpin agama di zaman Kristus juga telah menginjak-nginjak kebenaran nubuat tentang kristus dan menolak penggenapannya di dalam Kristus.
Karena perbuatan mereka inilah maka Allah akan mencabut pemimpin itu namun juga akan mengembalikan kasih-sayangNya kepada mereka (Yeremia 12:14-15). Ini menggambarkan sifat Allah yang dalam murkaNya tak pernah lepas dari sayangNya pada manusia. Bahkan diatas Kayu Salib itupun, peristiwa yang menggambarkan Murka dalam Wujud Hukuman itu, ternyata itu merupakan manifestasi kasih Allah kepada manusia. Bahwa mati-Nya itu membawa berkah bagi manusia itu terbukti bahkan ketika mati itupun Ia masih memberi manfaat kepada yang hidup dimana pakaian dan jubahNya masih dapat dibagi diantara para pasukan yang menjagaNya (Yohanes 19:23-24). Bukan hanya itu saja, dalam keadaan hampir meninggal itupun Kristus masih tetap memikirkan orang lain. Hal ini terbukti ketika melihat ibu-Nya yang berada dekat Salib dimana Ia tergantung itu, Ia masih memikirkan nasib-Nya. Ia serahkan Ibu-Nya itu untuk dipelihara oleh muridNya yang dikasihi-Nya (Yohanes 19:25-27). Ini bukti bahwa Maryam tidak punya anak yang lain, sedangkan Yesus sebagai Anak satu-satunya segera akan meninggal. Yang disebut saudara-saudara Yesus adalah anak Maryam isteri Klopas sudari Maryam Ibu Yesus, oleh karena itu mereka tak akan bertanggung-jawab jika Yesus sudah meninggal, Itulah sebabnya Ia serahkan ibuNya itu agar dipelihara oleh murid-Nya itu. Dengan demikian disamping peristiwa ini memiliki makna Theologis yang sudah kita bahas dalam Kamis Kudus kemarin, ini juga menunjukkan sisi kemanusiaan Yesus yang memperdulikan keperluan orang tuaNya secara jasmani. Demikianlah Yesus Kristus menjadi sumber manfaat dalam keadaan yang bagaimanapun juga. Dalam Kristus kebenaran-kebenaran yang bersifat kontras itu menemukan keterpaduannya. Darah itu dianggap najis dalam agama Yahudi, namun itu justru menjadi sarana pengudusan. Suatu kontras yang memberikan kebenaran terpadu. Demikianlah “oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus” (Yohanes 10:19). Darah Kristus adalah penggenapan dari Darah Anak Domba Hari raya Pendamaian (Imamat 16). Dengan darah anak domba itu dipercikkan pada tempat kudus, maka umat juga mendapatkan pengampunan. Demikianlah Darah Kristus, yaitu korban kematianNya diatas Salib sekarang memberikan keberanian penuh kepada kita untuk memasuki ruangan kudus, karena melalui Korban salib Kristus ini pintu Sorga telahg terbuka, dan manusia telah dikuduskan, sehingga tak ada halangan utnuk dapat masuk ke dalam tempat kudus Sorgawi itu.
Kristus “telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri” (Ibrani 10:20). Jalan yang lama adalah jalan lambang dari korban dan tabir kemah suci yang kedalamnya Imam Besar itu masuk sekali setahun, namun jalan yang baru yang dibuka Kristus itu adalah jalan hidup, yaitu Tubuh atau Diri Kristus sendiri yang mati dikorbankan diatas Kayu Salib dan yang dibangkitkan lalu Diri itu dibawa ke Sorga sehingga Kristus itu menjadi Imam Besar yang membawa korban Tubuh-Nya ke dalam Bait Suci Sorgawi itu sendiri. Demikianlah jalan baru itu adalah jalan hidup karena korban-Nya adalah Korban yang hidup karena telah dibangkitkan dan sekaligus Korban itu menjadi Imam Besar yang hidup selama-lamanya. Dengan menyatu dengan kemanusiaan Kristus yaitu dengan kematian dan kebangkitanNya maka “kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah” (Ibrani 10:21). Sebagai Imam Besar Ia menjadi pendoa-syafaat yang terus menerus di hadirat Allah, dan sebagai Kepala Rumah Allah Ia menjadi pemilik Sorga itu sendiri yang mempunyai kuasa untuk mengizinkan siapapun yang menjadi milikNya untuk masuk kedalamNya. Itulah sebabnya kita dapat “menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh” (Ibrani 10:22). Tulus ikhlas tanpa diwarnai bimbang dan keraguan karena Imam Besar kita sedang menunggu kita disana, serta dengan keyakinan Iman yang teguh, sebab dengan kemanusiaan kita telah dibawa ke hadirat Allah, kita diberi hal untuk manunggal dengan kemanusiaan itu, sehingga kita dapat berada dalam hadirat Allah melalui panunggalan kita dengan kemanusiaan itu.
Panunggalan yang menyebabkan kita memiliki rasa tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh itu didasari oleh “karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibrani 10:22). Dan pembersihan hati nurani yang jahat sehingga mendapatkan hati nurani yang baik itu tak lain adalah melalui baptisan, sebagaimana dikatakan:” baptisan -- maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah” (I Petrus 3:21), serta “tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” itu juga berbicara tentang baptisan. Berarti baptisan sebagai upacara pembasuhan tubuh itu mempunyai dampak bagi pembersihan hati nurani dari kejahatan. Dan dalam baptisan itu kita manunggal dengan kematian dan kebangkitan Kristus (Roma 6:23-4), itulah sebabnya setelah kita dibaptiskan, kita memiliki keyakinan teguh untuk menghadap hadirat Allah. Karena begitu pastinya kita apa yang telah dilakukan oleh Kristus bagi kita itu, serta begitu pastinya kita manunggal dengan Kristus oleh iman melalui baptisan itu sehingga kita dapat menghadap Allah dengan “tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh” itu, maka kita diperintahkan untuk tidak bimbang ataupun ragu, namun agar “kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita” (Ibrani 10:23) yaitu pengakuan akan harapan dengan keberanian masuk ke dalam hadirat Ilahi itu. Ini disebabkan “Ia, yang menjanjikannya, setia.” (Ibrani 10:23), karenanya Ia tak akan pernah ingkar akan apa yang dijanjikanNya itu, berarti kita harus sabar menunggu sampai kesetiaan Allah menjadi kenyataan dimana janjiNya itu akan digenapi. Demikianlah dalam kita saling menunggu digenapinya janji-janji itu kita diperintahkan untuk “saling memperhatikan” dengan tujuan untuk “saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik” (Ibrani 10:24).
Demi untuk saling memperhatikan dan saling mendorong inilah maka kita dilarang “menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang” (Ibrani 10:25), karena dalam pertemuan ibadah itulah kita dapat “saling menasihati” dengan sungguh-sungguh serta makin hari harus “semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” Ini berartrti Iman Kristen adalah Iman yang bersifat paguyuban yang saling terkait satu dengan yang lain, bukan iman yang bersifat individualistis. Karena tanpa saling bersekutu dan saling mendorong, saling menasehati dan saling memperhatikan seperti itu akan sangat mudah orang terlena dan terlupa dalam dosa dan tak perduli akan harapan-harapan yang terkandung dalam iman kepada Kristus yang telah mati disalibkan itu. Padahal dosa yang dilakukan oleh orang yang telah “memperoleh pengetahuan tentang kebenaran” (Ibrani 10:26) yang dilakukan secara “sengaja” terutama dosa murtad, berarti menolak korban Salib Kristus, maka “tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu.” sebab hanya Kristus satu-satuNya yang menjadi korban bagi dosa-dosa manusia. Akibatnya menolak kebangkitan Kristus yang menjadi sumber kebangkitan kita sendiri, maka untuk orang yang demikian “yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka” (Ibrani 10:27). Ini disebabkan jika orang yang menolak hukum Musa saja setelah diperiksa dengan adil dan terbukti bersalah orang dapat “dihukum mati tanpa belas kasihan”, (Ibrani 10:28), berdosa dengan sengaja dalam keadaan tahu tentang kebenaran dalam Kristus adalah sama saja dengan “menginjak-injak Anak Allah.” Terutama sekali “menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia” yaitu Darah Perjanjian yang dicurahkan Kristus diatas Salib yang ia telah terima pada saat “sakramen baptisan” dengan penyatuannya ke dalam kematian dan penguburan serta penyaliban Kristus sehingga ia menerima pengudusan, dan Roh Kudus sebagai kasih-karunia Allah yang memberikan hidup yang ia terima pada saat “sakramen krisma” Maka jika demikian halnya “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia” (Ibrani 10:29) atas orang-orang yang demikian ini. Karena Allah adalah yang “menuntut pembalasan” dan “yang menghakimi umatNya” yang berdosa (Ibrani 10:30). Itulah sebabnya kita harus sungguh-sungguh berhati-hati dalam sikap iman kita, karena Allah itu selalu serius dalam semua yang dikerjakan. Termasuk begitu seriusnya Ia menuntaskan dosa sampai FirmanNya sendiri diturunkan dari sorga dan harus menderita secara ngeri diatas Salib, demikianlah dalam menghakimi dosa manusia Ia-pun amat serius, sehingga jika orang murtad dan orang berdosa serta tak mau bertobat maka akan “Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.” (Ibrani 10:31). Ngerinya keselamatan itu diperjuangkan diatas Salib, akan sama ngerinya juga dengan penghakiman bagi mereka yang menolak keselamatan itu. Amin.
Bismil Abi, wal Ibni, war Ruhul Qudus, Amin.
Shalom Alaikhem Be Shem Ha-Massiakh,
Saudara-Saudari yang terkasih dalam Sang Kristus,
Bacaan nubuat kita dari Sembahyang Jam Kesembilan ini mengisahkan bagaimana Nabi Yeremia (Yeremia 11:18-23) diancam orang-orang Anatot karena menyampaikan firman Allah kepada mereka, sehingga ia menjadi seperti “anak domba jinak yang dibawa untuk disembelih” (Yeremia 11:19). Ungkapan ini menjadikan pengalaman Nabi Yeremia ini sejenis dengan nubuat tentang penderitaan Ebed Yahweh dalam Yesaya 53 sebelumnya tadi, sehingga derita Nabi Yeremia ini menjadi gambaran dari derita Kristus. Sebagaimana Yeremia dianiaya oleh karena kebenaran dan oleh orang-orang yang selalu menyebut Nama Tuhan yaitu kaum ulama Yahudi (Yeremia 12:2b), yang digambarkan dalam puisi keluhan nabi Yeremia itu (Yeremia 12 :1-4), demikianlah Kristuspun menderita dalam tangan para pemimpin agama Yahudi. Para pemimpin itu adalah “gembala yang telah merusakkan kebun anggur-Ku, memijak-mijak tanah-Ku” (Yeremia 12:10), demikian bunyi syair keluhan Nabi Yeremia selanjutnya (Yeremia 12:9-11), demikianlah para pemimpin agama di zaman Kristus juga telah menginjak-nginjak kebenaran nubuat tentang kristus dan menolak penggenapannya di dalam Kristus.
Karena perbuatan mereka inilah maka Allah akan mencabut pemimpin itu namun juga akan mengembalikan kasih-sayangNya kepada mereka (Yeremia 12:14-15). Ini menggambarkan sifat Allah yang dalam murkaNya tak pernah lepas dari sayangNya pada manusia. Bahkan diatas Kayu Salib itupun, peristiwa yang menggambarkan Murka dalam Wujud Hukuman itu, ternyata itu merupakan manifestasi kasih Allah kepada manusia. Bahwa mati-Nya itu membawa berkah bagi manusia itu terbukti bahkan ketika mati itupun Ia masih memberi manfaat kepada yang hidup dimana pakaian dan jubahNya masih dapat dibagi diantara para pasukan yang menjagaNya (Yohanes 19:23-24). Bukan hanya itu saja, dalam keadaan hampir meninggal itupun Kristus masih tetap memikirkan orang lain. Hal ini terbukti ketika melihat ibu-Nya yang berada dekat Salib dimana Ia tergantung itu, Ia masih memikirkan nasib-Nya. Ia serahkan Ibu-Nya itu untuk dipelihara oleh muridNya yang dikasihi-Nya (Yohanes 19:25-27). Ini bukti bahwa Maryam tidak punya anak yang lain, sedangkan Yesus sebagai Anak satu-satunya segera akan meninggal. Yang disebut saudara-saudara Yesus adalah anak Maryam isteri Klopas sudari Maryam Ibu Yesus, oleh karena itu mereka tak akan bertanggung-jawab jika Yesus sudah meninggal, Itulah sebabnya Ia serahkan ibuNya itu agar dipelihara oleh murid-Nya itu. Dengan demikian disamping peristiwa ini memiliki makna Theologis yang sudah kita bahas dalam Kamis Kudus kemarin, ini juga menunjukkan sisi kemanusiaan Yesus yang memperdulikan keperluan orang tuaNya secara jasmani. Demikianlah Yesus Kristus menjadi sumber manfaat dalam keadaan yang bagaimanapun juga. Dalam Kristus kebenaran-kebenaran yang bersifat kontras itu menemukan keterpaduannya. Darah itu dianggap najis dalam agama Yahudi, namun itu justru menjadi sarana pengudusan. Suatu kontras yang memberikan kebenaran terpadu. Demikianlah “oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus” (Yohanes 10:19). Darah Kristus adalah penggenapan dari Darah Anak Domba Hari raya Pendamaian (Imamat 16). Dengan darah anak domba itu dipercikkan pada tempat kudus, maka umat juga mendapatkan pengampunan. Demikianlah Darah Kristus, yaitu korban kematianNya diatas Salib sekarang memberikan keberanian penuh kepada kita untuk memasuki ruangan kudus, karena melalui Korban salib Kristus ini pintu Sorga telahg terbuka, dan manusia telah dikuduskan, sehingga tak ada halangan utnuk dapat masuk ke dalam tempat kudus Sorgawi itu.
Kristus “telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri” (Ibrani 10:20). Jalan yang lama adalah jalan lambang dari korban dan tabir kemah suci yang kedalamnya Imam Besar itu masuk sekali setahun, namun jalan yang baru yang dibuka Kristus itu adalah jalan hidup, yaitu Tubuh atau Diri Kristus sendiri yang mati dikorbankan diatas Kayu Salib dan yang dibangkitkan lalu Diri itu dibawa ke Sorga sehingga Kristus itu menjadi Imam Besar yang membawa korban Tubuh-Nya ke dalam Bait Suci Sorgawi itu sendiri. Demikianlah jalan baru itu adalah jalan hidup karena korban-Nya adalah Korban yang hidup karena telah dibangkitkan dan sekaligus Korban itu menjadi Imam Besar yang hidup selama-lamanya. Dengan menyatu dengan kemanusiaan Kristus yaitu dengan kematian dan kebangkitanNya maka “kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah” (Ibrani 10:21). Sebagai Imam Besar Ia menjadi pendoa-syafaat yang terus menerus di hadirat Allah, dan sebagai Kepala Rumah Allah Ia menjadi pemilik Sorga itu sendiri yang mempunyai kuasa untuk mengizinkan siapapun yang menjadi milikNya untuk masuk kedalamNya. Itulah sebabnya kita dapat “menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh” (Ibrani 10:22). Tulus ikhlas tanpa diwarnai bimbang dan keraguan karena Imam Besar kita sedang menunggu kita disana, serta dengan keyakinan Iman yang teguh, sebab dengan kemanusiaan kita telah dibawa ke hadirat Allah, kita diberi hal untuk manunggal dengan kemanusiaan itu, sehingga kita dapat berada dalam hadirat Allah melalui panunggalan kita dengan kemanusiaan itu.
Panunggalan yang menyebabkan kita memiliki rasa tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh itu didasari oleh “karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibrani 10:22). Dan pembersihan hati nurani yang jahat sehingga mendapatkan hati nurani yang baik itu tak lain adalah melalui baptisan, sebagaimana dikatakan:” baptisan -- maksudnya bukan untuk membersihkan kenajisan jasmani, melainkan untuk memohonkan hati nurani yang baik kepada Allah” (I Petrus 3:21), serta “tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” itu juga berbicara tentang baptisan. Berarti baptisan sebagai upacara pembasuhan tubuh itu mempunyai dampak bagi pembersihan hati nurani dari kejahatan. Dan dalam baptisan itu kita manunggal dengan kematian dan kebangkitan Kristus (Roma 6:23-4), itulah sebabnya setelah kita dibaptiskan, kita memiliki keyakinan teguh untuk menghadap hadirat Allah. Karena begitu pastinya kita apa yang telah dilakukan oleh Kristus bagi kita itu, serta begitu pastinya kita manunggal dengan Kristus oleh iman melalui baptisan itu sehingga kita dapat menghadap Allah dengan “tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh” itu, maka kita diperintahkan untuk tidak bimbang ataupun ragu, namun agar “kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita” (Ibrani 10:23) yaitu pengakuan akan harapan dengan keberanian masuk ke dalam hadirat Ilahi itu. Ini disebabkan “Ia, yang menjanjikannya, setia.” (Ibrani 10:23), karenanya Ia tak akan pernah ingkar akan apa yang dijanjikanNya itu, berarti kita harus sabar menunggu sampai kesetiaan Allah menjadi kenyataan dimana janjiNya itu akan digenapi. Demikianlah dalam kita saling menunggu digenapinya janji-janji itu kita diperintahkan untuk “saling memperhatikan” dengan tujuan untuk “saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik” (Ibrani 10:24).
Demi untuk saling memperhatikan dan saling mendorong inilah maka kita dilarang “menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang” (Ibrani 10:25), karena dalam pertemuan ibadah itulah kita dapat “saling menasihati” dengan sungguh-sungguh serta makin hari harus “semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” Ini berartrti Iman Kristen adalah Iman yang bersifat paguyuban yang saling terkait satu dengan yang lain, bukan iman yang bersifat individualistis. Karena tanpa saling bersekutu dan saling mendorong, saling menasehati dan saling memperhatikan seperti itu akan sangat mudah orang terlena dan terlupa dalam dosa dan tak perduli akan harapan-harapan yang terkandung dalam iman kepada Kristus yang telah mati disalibkan itu. Padahal dosa yang dilakukan oleh orang yang telah “memperoleh pengetahuan tentang kebenaran” (Ibrani 10:26) yang dilakukan secara “sengaja” terutama dosa murtad, berarti menolak korban Salib Kristus, maka “tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu.” sebab hanya Kristus satu-satuNya yang menjadi korban bagi dosa-dosa manusia. Akibatnya menolak kebangkitan Kristus yang menjadi sumber kebangkitan kita sendiri, maka untuk orang yang demikian “yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka” (Ibrani 10:27). Ini disebabkan jika orang yang menolak hukum Musa saja setelah diperiksa dengan adil dan terbukti bersalah orang dapat “dihukum mati tanpa belas kasihan”, (Ibrani 10:28), berdosa dengan sengaja dalam keadaan tahu tentang kebenaran dalam Kristus adalah sama saja dengan “menginjak-injak Anak Allah.” Terutama sekali “menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia” yaitu Darah Perjanjian yang dicurahkan Kristus diatas Salib yang ia telah terima pada saat “sakramen baptisan” dengan penyatuannya ke dalam kematian dan penguburan serta penyaliban Kristus sehingga ia menerima pengudusan, dan Roh Kudus sebagai kasih-karunia Allah yang memberikan hidup yang ia terima pada saat “sakramen krisma” Maka jika demikian halnya “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia” (Ibrani 10:29) atas orang-orang yang demikian ini. Karena Allah adalah yang “menuntut pembalasan” dan “yang menghakimi umatNya” yang berdosa (Ibrani 10:30). Itulah sebabnya kita harus sungguh-sungguh berhati-hati dalam sikap iman kita, karena Allah itu selalu serius dalam semua yang dikerjakan. Termasuk begitu seriusnya Ia menuntaskan dosa sampai FirmanNya sendiri diturunkan dari sorga dan harus menderita secara ngeri diatas Salib, demikianlah dalam menghakimi dosa manusia Ia-pun amat serius, sehingga jika orang murtad dan orang berdosa serta tak mau bertobat maka akan “Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.” (Ibrani 10:31). Ngerinya keselamatan itu diperjuangkan diatas Salib, akan sama ngerinya juga dengan penghakiman bagi mereka yang menolak keselamatan itu. Amin.