Para Bapa Gereja Kudus [by: Fr.Daniel Byantoro]
Date: 13 Oktober 2011
Di dalam Gereja Orthodox, kita sering berbicara mengenai "Para Bapa Gereja Kudus". Kita kutip kata-kata mereka, Tafsir-Tafsir Alkitabiah mereka, essei-essei mereka, dan buku-buku mereka. Kita menganggap mereka sebagai Juru Tafsir-Juru Tafsir Kitab Suci yang amat utama. Kita kaji hidup mereka. Kita rayakan peringatan akan mereka dalam Hari-Hari Perayaan mereka sepanjang tahun. Kita mohon bantuan doa mereka kepada Allah. Pengajaran-pengajaran dan teladan mereka, yang dilandaskan dari Injil Kudus itu, membentuk suatu bangunan dari cara hidup Orthodox serta dunia-pandang Orthodox.
Dalam lingkup theologia, Para Bapa Kudus itu berada jenjang pertama. Para theologiawan Orthodox modern berjuang untuk mencapai " pikiran para Bapa", yaitu, untuk mencapai cara bepikir mereka, cara berpikir yang bukan hanya menjelaskan prosses intelektual saja, tetapi, jauh lebih penting lagi, pola pemikiran yang mengalir langsung dari kehidupan yangh dihidupi dalam kekudusan. Karena pengajaran Gereja Orthodox dan cara hidup Orthodox itu ditemukan dalamn kehidupan dan karya dari para Bapa Gereja, maka dalam tulisan berseri kita ini, saya berharap untuk menggali bersama saudara-saudari sekalian kehidupan dan pengajaran dari beberapa dari manusia-manusia agung ini.
Sekarang, jika Para Bapa Gereja itu menonjol begitu kuatnya dalam Gereja Orthodox, marilah kita pikirkan pertanyaan ini: Apakah makna kata Bapa Gereja itu?
Selama masa hidup Sang Kristus Yesus di dunia ini, Beliau, seperti yang telah kita ketahui, mendirikan Gereja (Ekklesia)Nya (Matius 16:16-18). Menegakkannya, dan Beliau berjanji bahwa Beliau akan menyertai GerejaNya sampai akhir jaman (Matius 28:20), dan akan secara setia menjaga GerejaNya sehingga alam maut tak dapat mengalahkannya (Matius 16:18). Sang Kristus, Firman Allah yang menjadi manusia, yang kodratNya adalah Allah itu, telah menggenapi janji ini dengan cara yang bermacam-macam. Namun demikian, salah satu dari cara yang paling penting yang Beliau pilih untuk bersama dengan GerejaNya dan menjagainya selalu di sepanjang jalan kebenaran adalah untuk menyediakan bagi Gereja itu di setiap zaman dengan orang-orang suci untuk membimbingnya oleh pengajaran-pengajaran mereka. Dengan demikian setiap zaman itu adalah suatu "Zaman dari Para Bapa Gereja". Masing-masing Bapa Suci ini menjelaskan dan mengajarkan Iman Orthodox, dan kebanyakan dari mereka meninggalkan di belakang mereka suatu kumpulan tulisan-tulisan, suatu harta karun kebenaran.
Dengan demikian, kita boleh memulai dengan mengatakan bahwa seorang Bapa Gereja adalah pertama-tama seorang manusia yang hidup dengan kehidupan yang penuh teladan.Dia itu kudus dalam artian bahwa dia bergumul untuk membuat hidupnya itu berpadanan sepenuhnya dengan kehendak Allah. Dia kudus dalam artian bahwa dalam hidupnya di bumi ini dia menghidupi hidupNya Sang Kristus, secara seutuhnya dan tanpa perkecualiaan. Seorang yang menghidupi kehidupan yang kurang dari hidup yang kudus tidak dapat disebut sebagai salah satu dari Bapa Gereja. Romo Georges Florovsky seorang theologiawan Orthodox Rusia yang terkenal menulis," Lepas dari kehidupan dalam Kristus, theologia itu tak memberikan keyakinan, dan, jika itu dipisahkan dari kehidupan iman, theologia itu akan segera merosot kedalam dialektika yang kosong, suatu Polylogia (banyak omong) yang sia-sia, tanpa ada konsewkwensi rohani".Tulisan Romo Georges Florovesky tadi dapat dijumpai dalam bukunya: Georges Florovsky " Aspects of Church History", vol.iv dari "Collected Works of Georges Florovsky" (Belmont , MA; Nordland Publishing Co., 1975, hal. 17).
Mari kita lanjutkan bahasan kita. "Pengajaran para Bapa Gereja itu" , tegas Romo Florovsky selanjutnya, "berakar di dalam komintment iman yang menentukan Theologia semacam ini tak akan pernah bisa dipisahkan dari kehidupan doa serta dari praktik nilai-nilai kebajikan"
Kunci dari menghidupi kehidupan dalam Kristus adalah menghidupi suatu hidup mati-raga, pengendalian diri, dan penyangkalan hawa-nafsu. Untuk menjadi orang Kristen yang hidup-bajik, para Bapa Kudus itu, sebagaimana Orang-Orang Kudus (Para Janasuci/Para Santo) yang lain, menundukkan hawa-nafsu mereka, yang merupakan kejatuhan dari kebanyakan kita dan dari kebanyakan umat Kristen Orthodox. Ini mereka lakukan dengan jalan menyangkal diri mereka sendiri, mereka patahkan kuk perbudakan dosa. Setelah melakukan ini, setelah membersihkan diri mereka dari hawa-nafsu, mereka diberi karunia wawasan mistika kedalam kebenaran-kebenaran Allah.
Beberapa Bapa Gereja itu manusia-manusia sederhana, seperti kebanyakan para Rasul Kudus, tanpa, kebanyakannya tanpa, pendidikan duniawi. Beberapa diantara para Bapa Gereja itu adalah orang yang mempunyai pendidikan sangat tinggi sekali, orang-orang yang paling terdidik pada zamannya, memiliki pendidikan yang paling baik yang dapat diberikan oleh dunia. Namun wawasan mistika kedalam kebenaran-kebenaran Allah itu sama bagi semua orang-orang ini, tak perduli apapun pendidikan mereka. Beberapa orang yang hanya membaca kisah-kisah kehidupan para Janasuci yang adalah pria-pria dan wanita-wanita sederhana -- "Pemura-pura Dungu Bagi Kristus", misalnya, atau beberapa "Bapa Padang Gurun" --akan mengambil kesimpulan bahwa Orthodoxia itu ajaran iman sederhana bagi orang-orang sederhana. Sebaliknya orang lain, yang menyelam kedalam tulisan-tulisan, misalnya Janasuci Gregorius Sang Theologiawan (Janasuci Gregorius Nazianzus), Janasuci Yohanes Khrisostomos, atau Jansuci Gregorius Palamas, akan sampai kepada kesimpulan yang bertolak belakang, bahwa Orthodoxia itu adalah Iman Filsafati yang amat tinggi, dan sanat bersifat Intellektual sekali.
Yang sebenarnya adalah Orthodoxia itu bukannya secara eksklusif yang ini atau yang itu, tetapi kedua-duanya. Theologia yang benar, itu pada dasarnya paling bawah, tidak muncul dari spekulasi intelektual, tetapi dari kesuci-murnian hati. Dan ini mengajarkan kita lebih lanjut apa yang ditekankan oleh Romo Georges Florovsky, bahwa bagaimanapun sederhananya atau rumitnya kebenaran itu diekspresikan, kalau itu harus memiliki dampak dan memiliki konsekwensi, itu harus dihidupi.
Selanjutnya, seorang Bapa Gereja adalah seorang yang bersifat Orthodox dalam ajarannya. Dia memiliki satu pikir dengan semua Bapa Suci pada zamannya sendiri dan dengan semua Bapa Suci pada zaman-zaman yang telah lalu. Jika kesuci-murnian dan kekudusan itu adalah landasan dasar theologia yang benar, maka kita dengan mudah dapat mengerti mengapa ada apa yang disebut sebagai "Konsensus Patristik/Persetujuan Pikir Para Bapa". Istilah yang agak sulit dimengerti ini sebenarnya secara sederhana saja maknanya begini, bahwa ada persetujuan diantara semua para Bapa Kudus yang menyangkut hal-hal dari ajaran Orthodox. Jika dibaca secara seharusnya dan dimengerti sebagaimana mestinya, Para Bapa Kudus ini tidak saling bertentangan satu dengan yang lain mengenani masalah-masalah yang penting. Pada zaman awal Gereja, Janasuci Polykarpus dari Smyrna (Turki), Janasuci Irenaios dari Lyons (Perancis), dan Janasuci Ignatius Sang Pengemban Allah (pengganti ketiga dari Rasul Petrus sebagai Episkop/Uskup Gereja Antiokhia di Syria sebelum Rasul Petrus pindah ke Roma, dan salah satu dari anak-anak yang pernah diberkati Sang Kristus) itu berada dalam satu pikiran. Pada abad keempat Janasuci Basilius Agung, Janasuci Gregorius Sang Theologiawan, Janasuci Gregorius dari Nyssa, berada dalam satu pikiran. Pada abad kedua puluh, Jansuci Yohanes dari San Fransisco (Maximovitch), Janasuci Nikholas dari Ohrid (Serbia) dan Zica, Yang Terberkati Philaret dari New York juga berada dalam satu pikiran. Semua orang-orang ini berada dalam satu pikir dengan para Bapa Kudus dari zaman mereka sendiri dan dengan para Bapa Kudus dari zaman sebelumnya.
Kesatuan pikir inilah yang menyebabkan kita tak menghitung orang-orang seperti Tertulianus dan Origenes (apalagi Martin Luther dan Yohanes Calvin), cukup kita sebutkan dua orang saja, sebagai Bapa Gereja. Kesalahan-kesalahan mereka sifatnya itu sangat fundamental. Banyak dari ajaran mereka yang benar, dan bahkan sangat bernilai, tetapi dari ajaran mereka itu juga ada yang sangat dipertanyakan, atau sama sekali asing bagi Orthodoxia. Untuk orang-orang semacam ini kita hanya menyebut sebagai "Para Penulis Kristen" atau "Para Pakar Sejarah Gereja", tetapi secara ketat kita tak menyebut mereka, sebagai "Bapa Gereja".
Dalam tulisan berseri kita ini selanjutnya,--jika Allah mengijinkan-- kita akan membicarakan kehidupan dan karya dari Bapa Gereja orang per orang. Manfaat apa yang akan kita dapat darinya? Mengapa itu sangat membantu bagi kita sebagai orang Kristen Orthodox yang bergumul dan berjuang? Kita berada di Gereja setiap Minggunya atau Sembahyang di rumah setiap harinya karena pada akhirnya kita berharap untuk memperkenankan Allah dan untuk mencapai keselamatan jiwa kita. Kehidupan dan karya-karya para Bapa Gereja Kudus itu memberikan kita suatu pengertian tentang Allah, tentang manusia, tentang dunia-dunia materi dan spiritual, dan hubungan antara semuanya ini satu sama lain. Mereka mengajarkan kepada kita Orthodoxia yang otentik/asli-murni. Mereka menunjukkan jalan bagi kita.Mereka menunjukkan kepada kita secara tepat apa yang Allah harapkan dari kita. Dengarkanlah, saudara-saudari, anak-anak rohaniku dalam Kristus, kepada kata-kata mereka dan perhatikan secara dekat sifat dari kehidupan mereka. Dengan melakukan ini, kita akan , seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus :"mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus, sebab didalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kolose 2:2-3). Amin. Kiranya Nama Allah dipuji di dalam FirmanNya yang menjadi Manusia Yesus Kristus, dan oleh RohNya yang Mahakudus.
Di dalam Gereja Orthodox, kita sering berbicara mengenai "Para Bapa Gereja Kudus". Kita kutip kata-kata mereka, Tafsir-Tafsir Alkitabiah mereka, essei-essei mereka, dan buku-buku mereka. Kita menganggap mereka sebagai Juru Tafsir-Juru Tafsir Kitab Suci yang amat utama. Kita kaji hidup mereka. Kita rayakan peringatan akan mereka dalam Hari-Hari Perayaan mereka sepanjang tahun. Kita mohon bantuan doa mereka kepada Allah. Pengajaran-pengajaran dan teladan mereka, yang dilandaskan dari Injil Kudus itu, membentuk suatu bangunan dari cara hidup Orthodox serta dunia-pandang Orthodox.
Dalam lingkup theologia, Para Bapa Kudus itu berada jenjang pertama. Para theologiawan Orthodox modern berjuang untuk mencapai " pikiran para Bapa", yaitu, untuk mencapai cara bepikir mereka, cara berpikir yang bukan hanya menjelaskan prosses intelektual saja, tetapi, jauh lebih penting lagi, pola pemikiran yang mengalir langsung dari kehidupan yangh dihidupi dalam kekudusan. Karena pengajaran Gereja Orthodox dan cara hidup Orthodox itu ditemukan dalamn kehidupan dan karya dari para Bapa Gereja, maka dalam tulisan berseri kita ini, saya berharap untuk menggali bersama saudara-saudari sekalian kehidupan dan pengajaran dari beberapa dari manusia-manusia agung ini.
Sekarang, jika Para Bapa Gereja itu menonjol begitu kuatnya dalam Gereja Orthodox, marilah kita pikirkan pertanyaan ini: Apakah makna kata Bapa Gereja itu?
Selama masa hidup Sang Kristus Yesus di dunia ini, Beliau, seperti yang telah kita ketahui, mendirikan Gereja (Ekklesia)Nya (Matius 16:16-18). Menegakkannya, dan Beliau berjanji bahwa Beliau akan menyertai GerejaNya sampai akhir jaman (Matius 28:20), dan akan secara setia menjaga GerejaNya sehingga alam maut tak dapat mengalahkannya (Matius 16:18). Sang Kristus, Firman Allah yang menjadi manusia, yang kodratNya adalah Allah itu, telah menggenapi janji ini dengan cara yang bermacam-macam. Namun demikian, salah satu dari cara yang paling penting yang Beliau pilih untuk bersama dengan GerejaNya dan menjagainya selalu di sepanjang jalan kebenaran adalah untuk menyediakan bagi Gereja itu di setiap zaman dengan orang-orang suci untuk membimbingnya oleh pengajaran-pengajaran mereka. Dengan demikian setiap zaman itu adalah suatu "Zaman dari Para Bapa Gereja". Masing-masing Bapa Suci ini menjelaskan dan mengajarkan Iman Orthodox, dan kebanyakan dari mereka meninggalkan di belakang mereka suatu kumpulan tulisan-tulisan, suatu harta karun kebenaran.
Dengan demikian, kita boleh memulai dengan mengatakan bahwa seorang Bapa Gereja adalah pertama-tama seorang manusia yang hidup dengan kehidupan yang penuh teladan.Dia itu kudus dalam artian bahwa dia bergumul untuk membuat hidupnya itu berpadanan sepenuhnya dengan kehendak Allah. Dia kudus dalam artian bahwa dalam hidupnya di bumi ini dia menghidupi hidupNya Sang Kristus, secara seutuhnya dan tanpa perkecualiaan. Seorang yang menghidupi kehidupan yang kurang dari hidup yang kudus tidak dapat disebut sebagai salah satu dari Bapa Gereja. Romo Georges Florovsky seorang theologiawan Orthodox Rusia yang terkenal menulis," Lepas dari kehidupan dalam Kristus, theologia itu tak memberikan keyakinan, dan, jika itu dipisahkan dari kehidupan iman, theologia itu akan segera merosot kedalam dialektika yang kosong, suatu Polylogia (banyak omong) yang sia-sia, tanpa ada konsewkwensi rohani".Tulisan Romo Georges Florovesky tadi dapat dijumpai dalam bukunya: Georges Florovsky " Aspects of Church History", vol.iv dari "Collected Works of Georges Florovsky" (Belmont , MA; Nordland Publishing Co., 1975, hal. 17).
Mari kita lanjutkan bahasan kita. "Pengajaran para Bapa Gereja itu" , tegas Romo Florovsky selanjutnya, "berakar di dalam komintment iman yang menentukan Theologia semacam ini tak akan pernah bisa dipisahkan dari kehidupan doa serta dari praktik nilai-nilai kebajikan"
Kunci dari menghidupi kehidupan dalam Kristus adalah menghidupi suatu hidup mati-raga, pengendalian diri, dan penyangkalan hawa-nafsu. Untuk menjadi orang Kristen yang hidup-bajik, para Bapa Kudus itu, sebagaimana Orang-Orang Kudus (Para Janasuci/Para Santo) yang lain, menundukkan hawa-nafsu mereka, yang merupakan kejatuhan dari kebanyakan kita dan dari kebanyakan umat Kristen Orthodox. Ini mereka lakukan dengan jalan menyangkal diri mereka sendiri, mereka patahkan kuk perbudakan dosa. Setelah melakukan ini, setelah membersihkan diri mereka dari hawa-nafsu, mereka diberi karunia wawasan mistika kedalam kebenaran-kebenaran Allah.
Beberapa Bapa Gereja itu manusia-manusia sederhana, seperti kebanyakan para Rasul Kudus, tanpa, kebanyakannya tanpa, pendidikan duniawi. Beberapa diantara para Bapa Gereja itu adalah orang yang mempunyai pendidikan sangat tinggi sekali, orang-orang yang paling terdidik pada zamannya, memiliki pendidikan yang paling baik yang dapat diberikan oleh dunia. Namun wawasan mistika kedalam kebenaran-kebenaran Allah itu sama bagi semua orang-orang ini, tak perduli apapun pendidikan mereka. Beberapa orang yang hanya membaca kisah-kisah kehidupan para Janasuci yang adalah pria-pria dan wanita-wanita sederhana -- "Pemura-pura Dungu Bagi Kristus", misalnya, atau beberapa "Bapa Padang Gurun" --akan mengambil kesimpulan bahwa Orthodoxia itu ajaran iman sederhana bagi orang-orang sederhana. Sebaliknya orang lain, yang menyelam kedalam tulisan-tulisan, misalnya Janasuci Gregorius Sang Theologiawan (Janasuci Gregorius Nazianzus), Janasuci Yohanes Khrisostomos, atau Jansuci Gregorius Palamas, akan sampai kepada kesimpulan yang bertolak belakang, bahwa Orthodoxia itu adalah Iman Filsafati yang amat tinggi, dan sanat bersifat Intellektual sekali.
Yang sebenarnya adalah Orthodoxia itu bukannya secara eksklusif yang ini atau yang itu, tetapi kedua-duanya. Theologia yang benar, itu pada dasarnya paling bawah, tidak muncul dari spekulasi intelektual, tetapi dari kesuci-murnian hati. Dan ini mengajarkan kita lebih lanjut apa yang ditekankan oleh Romo Georges Florovsky, bahwa bagaimanapun sederhananya atau rumitnya kebenaran itu diekspresikan, kalau itu harus memiliki dampak dan memiliki konsekwensi, itu harus dihidupi.
Selanjutnya, seorang Bapa Gereja adalah seorang yang bersifat Orthodox dalam ajarannya. Dia memiliki satu pikir dengan semua Bapa Suci pada zamannya sendiri dan dengan semua Bapa Suci pada zaman-zaman yang telah lalu. Jika kesuci-murnian dan kekudusan itu adalah landasan dasar theologia yang benar, maka kita dengan mudah dapat mengerti mengapa ada apa yang disebut sebagai "Konsensus Patristik/Persetujuan Pikir Para Bapa". Istilah yang agak sulit dimengerti ini sebenarnya secara sederhana saja maknanya begini, bahwa ada persetujuan diantara semua para Bapa Kudus yang menyangkut hal-hal dari ajaran Orthodox. Jika dibaca secara seharusnya dan dimengerti sebagaimana mestinya, Para Bapa Kudus ini tidak saling bertentangan satu dengan yang lain mengenani masalah-masalah yang penting. Pada zaman awal Gereja, Janasuci Polykarpus dari Smyrna (Turki), Janasuci Irenaios dari Lyons (Perancis), dan Janasuci Ignatius Sang Pengemban Allah (pengganti ketiga dari Rasul Petrus sebagai Episkop/Uskup Gereja Antiokhia di Syria sebelum Rasul Petrus pindah ke Roma, dan salah satu dari anak-anak yang pernah diberkati Sang Kristus) itu berada dalam satu pikiran. Pada abad keempat Janasuci Basilius Agung, Janasuci Gregorius Sang Theologiawan, Janasuci Gregorius dari Nyssa, berada dalam satu pikiran. Pada abad kedua puluh, Jansuci Yohanes dari San Fransisco (Maximovitch), Janasuci Nikholas dari Ohrid (Serbia) dan Zica, Yang Terberkati Philaret dari New York juga berada dalam satu pikiran. Semua orang-orang ini berada dalam satu pikir dengan para Bapa Kudus dari zaman mereka sendiri dan dengan para Bapa Kudus dari zaman sebelumnya.
Kesatuan pikir inilah yang menyebabkan kita tak menghitung orang-orang seperti Tertulianus dan Origenes (apalagi Martin Luther dan Yohanes Calvin), cukup kita sebutkan dua orang saja, sebagai Bapa Gereja. Kesalahan-kesalahan mereka sifatnya itu sangat fundamental. Banyak dari ajaran mereka yang benar, dan bahkan sangat bernilai, tetapi dari ajaran mereka itu juga ada yang sangat dipertanyakan, atau sama sekali asing bagi Orthodoxia. Untuk orang-orang semacam ini kita hanya menyebut sebagai "Para Penulis Kristen" atau "Para Pakar Sejarah Gereja", tetapi secara ketat kita tak menyebut mereka, sebagai "Bapa Gereja".
Dalam tulisan berseri kita ini selanjutnya,--jika Allah mengijinkan-- kita akan membicarakan kehidupan dan karya dari Bapa Gereja orang per orang. Manfaat apa yang akan kita dapat darinya? Mengapa itu sangat membantu bagi kita sebagai orang Kristen Orthodox yang bergumul dan berjuang? Kita berada di Gereja setiap Minggunya atau Sembahyang di rumah setiap harinya karena pada akhirnya kita berharap untuk memperkenankan Allah dan untuk mencapai keselamatan jiwa kita. Kehidupan dan karya-karya para Bapa Gereja Kudus itu memberikan kita suatu pengertian tentang Allah, tentang manusia, tentang dunia-dunia materi dan spiritual, dan hubungan antara semuanya ini satu sama lain. Mereka mengajarkan kepada kita Orthodoxia yang otentik/asli-murni. Mereka menunjukkan jalan bagi kita.Mereka menunjukkan kepada kita secara tepat apa yang Allah harapkan dari kita. Dengarkanlah, saudara-saudari, anak-anak rohaniku dalam Kristus, kepada kata-kata mereka dan perhatikan secara dekat sifat dari kehidupan mereka. Dengan melakukan ini, kita akan , seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus :"mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus, sebab didalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kolose 2:2-3). Amin. Kiranya Nama Allah dipuji di dalam FirmanNya yang menjadi Manusia Yesus Kristus, dan oleh RohNya yang Mahakudus.
i) Janasuci Klemens, Episkop (Uskup) Roma
Diperingati dalam Gereja Orthodox bersama Janasusi Petrus dari Aleksandria pada tanggal 24 Nopember menurut praktek Gereja Yunani dan pada tanggal 25 Nopember menurut praktek Gereja-Gereja Slavia (Russia, Serbia, Bulgaria, dan lain-lain).
Dalam pembahasan kita yang pertama, kita membahas masalah Para Bapa Gereja Kudus secara umum, dan kita memberikan definisi seorang Bapa Gereja itu sebagai orang yang hidup kudus yang secara setia membimbing anak-anak rohaninya -- kita dan semua orang yang beriman-- menuju ke Kerajaan Allah yang sorgawi. Dia adalah orang yang menghidupi kehidupan yang memperkenankan Allah, suatu hidup kekudusan, dan dia adalah seorang pengajar Iman yang sama sekali Orthodox dalam pengajarannya. Sekarang, kita akan melakukan perjalanan melalui kehidupan dan karya orang per orang dari para Bapa Gereja dan akan kita mulai salah satu dari yang berasal dari zaman paling awal dari antara mereka: Janasuci Klemens.
Janasuci Klemens adalah Episkop dari Roma. Beberapa penulis Kristen dan para Bapa jaman awal mengatakan bahwa dia adalah Episkop kedua dari Gereja Roma, namun ada lagi yang mengatakan bahwa dia adalah Episkop yang ketiga dengan urutan sebagai berikut: Linus (4/67(?) – 76/79(?) , Anakletus (76/79(?) – 88/92) , dan Klemens ( 88/92 – 97). Ditahbiskan sebagai Episkop oleh Rasul Petrus sendiri (33 – 64/67) sesudah selama tujuh tahun Rasul Petrus menjadi Episkop yang pertama dari Gereja Antiokhia (salah satu dari pusat purba Gereja Orthodox di Syria), sebelum pada tahun 60'an beliau pindah ke Roma. Kita tidak bisa tahu dengan pasti mengenai urutan tahun jabatan Klemens ini, sama seperti juga mengenai rincian mendalam sejarah pribadi dari Janasuci ini.
Kita dapat menduga dari apa yang memang kita ketahui mengenai kehidupannya bahwa dia dilahirkan kira-kira pada tahun 30 Masehi dan wafat pada awal abad kedua. Beberapa Sarjana melihat bukti dalam tulisan-tulisannya bahwa dia dulunya adalah seorang Yahudi Hellenis (berbudaya Yunani), karena dia sangat begitu faham akan isi Perjanjian Lama, sementara sarjana-sarjana yang lain menemukan alasan untuk menganggap bahwa dia adalah seorang petobat baru dari agama berhala (paganisme). karena dia juga begitu faham dengan prinsip-prinsip filsafat Yunani aliran Stoiki. Suatu tradisi Gereja yang amat kuat mengidentikkan Janasuci Klemens sebagai sahabat dan pembantu Rasul Paulus, yaitu orang yang disebutkan dengan namanya dalam Surat kiriman Rasul Paulus kepada Gereja di Filipi itu sendiri (Filipi 4:3), yang adalah teman sekerja Sang Rasul itu.
Suatu tradisi yang kuat memberitahu kita bahwa karena "kejahatan" nya menjadi pemimpin umat Kristen, Janasuci Klemens ditawan dalam pembuangan ke Crimea (wilayah Rusia). Janasuci Klemens yang selalu berniat kuat untuk membawa orang banyak kepada Kristus, langsung saja dia meneruskan tanggung jawabnya untuk penyebaran Injil keselamatan kepada penduduk dari tanah asing yang berada di pinggiran peradaban Romawi ini. Merasa marah akan keberhasilannya, penguasa-penguasa wilayah itu memerintahkan agar Janasuci Klemens dihukum mati dengan ditenggelamkan, dan demikianlah, ia diikat pada suatu jangkar, dan ditenggelamkan ke dalam lautan di Cherson. Berabad-abad kemudian, ketika bangsa Slavia (Rusia) berpaling kepada Iman Orthodox, Pangeran Agung dari Kiev (Ukraina, sekarang), Janasuci Vladimir Agung, memerintahkan agar Sisa-Sisa Kudus (Relikwi/Lipsana) dari tubuh Jansuci Klemens dipindah ke Kiev.
Sekarang, sejauh ini, kita telah temukan bahwa Janasuci Klemens adalah teman-sekerja Rasul Paulus, dia adalah seorang pemimpin dari antara umat Kristen di Roma, ditahbiskan sebagai Episkop di Ibukota Kerajaan Romawi, bahwa kemudian dia menjadi seorang Rasul awal bagi bangsa Slavia, dan bahwa dia itu setia kepada Kristus sampai mati. Yang membuat Janasuci Klemens memiliki jenjang tinggi diantara para Bapa Gereja Kudus adalah bahwa dia meninggalkan dibelakangnya sepucuk "Surat Kiriman", suatu surat yang dikirimkannya dari Roma kepada Gereja di Korintus, yang ditulis hampir pada akhir abad pertama. "Surat Kiriman" ini mendapat penghargaan yang amat tinggi dari umat Kristen perdana sehingga mereka sering memasukkan surat ini sebagai bagian dari Perjanjian Baru, seperti Surat-Surat Rasul Paulus (sebelum adanya usaha peng-kanon-an Kitab Suci yang dimulai oleh Gereja Orthodox Purba kira-kira pada tahun 150 Masehi, ketika mendapat gangguan dari bidat Marcionisme, sebelum zamannya Kaisar Konstantinus Agung yang menjadi Kristen pada tahun 312 Masehi). Apakah yang kita temukan didalam "Surat Kiriman kepada Orang-Orang Korintus" dari Janasuci Klemens ini?
Pada dekade-dekade yang amat awal dari keberadaan Gereja, Rasul Paulus telah menulis surat kepada Orang-Orang Kristen Korintus, yang diantaranya beliau menghardik mereka atas kecenderungan mereka untuk melakukan perpecahan. Rasul Paulus oleh usaha-usahanya berhasil menyembuhkan perpecahan diantara umat Kristen Korintus itu, namun, pada dekade-dekade berikutnya, telah menjadi perhatian Janasuci Klemens bahwa sekali lagi mereka melakukan pertikaian satu dengan yang lain. Beberapa anggota Gereja yang lebih muda, dinyalakan oleh semangat iri hati dan kesombongan, telah memulai suatu pemberontakan dan telah mengusir Hierarkhi dan rohaniwan yang diberi otoritas oleh Rasul Paulus, menegakkan sistim pemerintahan Gereja dengan cara mereka sendiri.
Janasuci Klemens dengan kuatnya memberikan argumen bagi kesatuan di dalam Kristus dan menentang perpecahan dan skisma, yang adalah merupakan sesuatu yang buruk dan oleh karenanya menghasilkan suatu buah yang buruk. Basgaimana kecederungan kearah perpecahan ini dapat diatasi? Pertama, beliau mengatakan, melalui ketaatan. Bapa Kudus ini menulis :
"Abraham, yang disebut Sahabat Allah, menunjukkan kesetiaannya dengan mentaati suara Allah. Pada saat panggilan ketaatan dia tinggalkan negerinya sendiri dan sanak-keluarganya serta rumah ayahnya, meninggalkan di belakangnya wilayah yang kecil, suatu keluarga yang tak begitu bermakna, rumah tangga yang hanya kecil saja, agar menjadi seorang pewaris janji-janji Allah" (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 10:1-2).
Kemudian, Janasuci Klemens menekankan kerendahan hati:
"Abraham, misalnya, ada banyak hal yang besar yang dapat kita katakan mengenai dia; bahkan ia disebut sebagai Sahabat Allah (bdk.Yakobus 2:23, II Tawarikh 20:7), namun demikian, ketika dia melihat kemuliaan Allah, dia mengakui dengan kerendahan hati, "Aku debu dan abu" (bdk.Kejadian 18:27). Juga tertulis mengenai Ayub bahwa Ayub itu "saleh dan jujur" ( bdk.Ayub 1:1), "ia takut akan Allah dan memelihara dirinya dari segala yang jahat", tetapi dia juga berseru di dsalam penyalahan diri sendiri " Tak seorangpun yang sama sekali murni dari kenajisan, bahkan jika hidupnya itu hanya sehari saja panjangnya " (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 10:1-2)
Akhirnya, Janasuci Klemens mengajarkan kita, yang paling hakiki di dalam perjuangan kita melawan perpecahan dan iri hati, adalah kehidupan benar dan saleh, yaitu, kebaikan dan kebajikan. Sekali lagi beliau merujuk kepada kepada Perjanjian Lama: "Bukalah kembali halaman sejarah awal; apakah yang menyebabkan bapa kita Abraham diberkati? Bukankah itu imannya, yang menyegerakan dia untuk bertindak dalam kesaleh-adilan dan kebenaran?" (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 31:2). Jika ketaatan , kerendahan hati, dan kebaikan (kebajikan) membawa kesatuan bagi kita, apa yang dibawa oleh kebalikannya: pemberontakan, kecongkakan, iri hati dan persaingan? Sekali lagi, Bapa Suci kita Janasuci Klemens merujuk teladan-teladan dari Kitab Suci: "Kain berkata kepada saudaranya Habel, Marilah kita pergi ke ladang; ketika mereka berada di tempat terbuka, Kain memukul adiknya Habel dan membunuhnya" (Kejadian 4:8). Jadi kita lihat ya sahabat-sahabatku, bagaimana iri hati dan cemburu membawa pembunuhan atas seorang adik (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 4:6-7). Jadi, ketaatan, kerendahan hati, dan kebaikan – dengan kata lain, keserupaan dengan Kristus—membawa damai kepada Gereja, sementara pemberontakan, kesombongan/kecongkakan, iri hati, dan persaingan membawa kekacauan kepada Gereja setempat, dan kepada jiwa-jiwa yang bergantung kepada Gereja setempat itu. Lebih dari itu, marilah kita ingat bahwa Kristus sendirilah yang mendirikan GerejaNya diatas dasar landasan Jenjang Kepemimpinan (bersifat Hirarkhis), dan itu memang sudah begitu selama dua ribu tahun ini. Bahkan pada abad pertama, hal ini sangat dimengerti sekali.
Janasuci Klemens menekankan hal itu:
“ sementara…. (para Rasul) pergi mengelilingi wilayah-wilayah dan kota-kota melakukan pemberitaan, mereka menetapkan para petobat baru mereka yang pertama – sesudah menguji mereka oleh Roh – untuk menjadi Episkop-Episkop, dan Diaken-Diaken bagi kaum beriman dimasa mendatang” (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 42:4)
Selanjutnya beliau mengatakan:
“Para Rasul kita mengetahui, melalui Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa nantinya akan akan ada perpecahan, mengenai gelar Episkop. Di dalam ke-pra-pengetehuan mereka akan masalah ini, karenanya, mereka terus melakukan penetapan akan para pelayan yang saya bicarakan tadi, dan mereka teruskan dalam menambah suatu perintah bahwa jika mereka ini jatuh-tertidur (meninggal), orang lain yang mendapat pengesahan harus mengganti-lanjutkan mereka dalam jabatan mereka itu.” (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 44:1-2)
Janasuci Klemens menghardik orang-orang yang merasa tidak puas di Gereja Korintus karena mengabaikan Ketetapan Ilahi mengenai Pengganti-Lanjutan Rasuliah (Suksesi Apostolik) itu, demi sikap perpecahan mereka yang menghancurkan jiwa itu, dan demi batu sandungan yang menghancurkan jiwa yang telah mereka sebabkan itu, dengan menyatakan:
“Tetapi cobalah pikirkan orang-orang yang telah membujuk-rayu kalian sekarang! Mereka telah memperkecil rasa hormat atas cinta kasih persaudaran kalian yang amat dipuji itu. Sungguh memalukan, wahai sahabat-sahabatku yang terkasih, sungguh amat sangat memalukan, dan amat tak layak bagi latihan hidup Kristiani yang kalian miliki, sehingga Gereja Korintus yang setia dan purba itu, dikarenakan oleh satu atau dua perorangan kini harus terkenal sebagai yang mempunyai hubungan tidak baik dengan rohaniwannya. Bahkan mereka yang tidak seiman dengan kita telah mendengar laporan ini, demikian juga kami sendiri disini; sehingga ketidak-berpikiranmu itu telah membawa Nama Tuhan direndahkan; tak usah dikatakan lagi mengenai bagaimana hal itu juga membahayakan bagi jiwamu.” (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 47:5-7).
Kita menganggap bahwa perpecahan yang kita lihat dalam Orthodoxia pada zaman kita ini sebagai sesuatu yang baru, yang dilahirkan di abad keduapuluh. Tak ada satupun yang lebih jauh dari kebenaran daripada anggapan semacam itu. Iman Kristen Orthodox selalu diganggu oleh perpecahan. Si Jahat itu. karena begitu dalamnya membenci Gereja Kristus dan mengerti kelemahan-kelemahan mamnusia yang telah jatuh ini, terus-menerus menebarkan benih perpecahan di dalam jajaran kita. Dia menetaskan iri hati dan kesombongan/kecongkakan; dia menghimbau ketidak-taatan; dia menapis kedalam kita selera untuk bergunjing (ber-gossip ria!!!), cerita-cerita kabar burung (rumor), dan menghakimi; semuanya itu adalah bagi men-sepele-kan mereka yang Allah telah tetapkan sebagai pemimpin-pemimpin dari komunitas milikNya.
Jadi, perpecahan itu adalah merupakan salah satu dari keburukan-keburukan yang Gereja harus melakukan peperangan. Janasuci Klemens, sembilan belas abad yang lalu bertarung melawannya, dan para Hirarkhi, maupun para rohaniwan kitapun melakukan hal yang sama pada zaman ini. Jikalau penyakitnya itu tetap sama sepanjang segala abad, demikian jugalah penyembuhannya. Hal ini kita diajar oleh Bapa Suci kita, Janasuci Klemens.
Bagaimana bisa begitu? Kita mengenal bahwa dasar landasan dari Iman Kristen yang benar adalah Pengganti-Lanjutan Rasuliah (Suksesi Apostolik), Pangganti-Lanjutan Rasuliah ini haruslah bersifat Misteriologis (yaitu, Sakramental) artinya yang dicapai melalui:
1) Penumpangan dan doa, dengan setiap rohaniwan baik Episkop maupun Presbyter dalam Gereja Orthodox harus bisa melacak mata-rantai pentahbisannya sampai kepada salah seorang Rasul. Yaitu, dia harus tahu ditahbiskan oleh Episkop/Uskup siapa, Episkop/Uskup yang mentahbiskan itu tadinya ditahbis oleh siapa dengan dilacak terus sampai ke belakang sehingga sampai pada pentahbisan awalnya dari salah seorang Rasul Kristus (Kisah Rasul 14:23).
2) Suksesi Rasuliah dalam hal pengajaran kebenaran. Yaitu, seorang presbyter harus mengajarkan apa saja ajaran yang telah disampaikan secara terus menerus tanpa diubah, tanpa ditambah atau dikurangi dalam Gereja Rasuliah itu, dari zaman ke zaman dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Sehingga ajaran Gereja Orthodox masa kini itu sama persis seperti ajaran Gereja Orthodox sepanjang segala abad sejak zaman para Rasul itu sendiri. Suksesi Rasuliah di luar Gereja Kristus yang satu ini dan terpisah dari Tradisi Apostolik yang utuh dan lengkap itu sama sekali tak ada artinya.
Pada akhirnya, dengan berkomitmen kepada kebenaran Kristus, kita menyembuhkan jiwa kita selalu oleh ketaatan kita, oleh iman kita, oleh kerendahan hati kita, dan oleh kekokohan kita berpegang kepada suatu kehidupan dalam kebaikan dan kebajikan. Dengan hal-hal ini, tidak mungkin dapat ada perbedaan-perbedaan yang serius antara umat Kristen, dan dengan hal-hal ini Gereja Kristus akan berkembang-tumbuh secara rohani, dan dengan hal-hal ini kelicikan dari Si Jahat itu, akan dibuat tak berdaya.
Karena mengajarkan kebenaran yang amat indah ini, marilah kita beri hormat-bakti pada Janasuci Klemens Sang Pengemban-Allah, Episkop dari Roma, Bapa Suci kita, dan kita mohonkan agar beliau membantu kita dalam doa-doanya kepada Allah untuk menyelamatkan jiwa kita. Amin.
Kidung Peringatan Janasuci Klemens dari Roma dan Janasusi Petrus dari Aleksandria
(Kidung Apolytikion. Irama Tiga)
Andika sekalian ditunjukkan kepada mereka yang berada di dunia sebagai sangkakala Pengetahuan Ilahi yang berbunyi nyaring. Dan para pembuka penyataan ketetapan-ketetapan Iman, ya para Rohaniwan Martyr milik Kristus, ya Klemens yang amat termashur, engkau adalah anggur kehidupan yang berbuah lebat, dan Petrus yang memiliki hikmat ilahi, andika sekalian yang merupakan batu-karang dari Umat beriman yang tak dapat retak, sebagai para pelihat misteri ilahi, lepaskan kami oleh doa-doamu dari setiap yang mencelakakan.
Dalam pembahasan kita yang pertama, kita membahas masalah Para Bapa Gereja Kudus secara umum, dan kita memberikan definisi seorang Bapa Gereja itu sebagai orang yang hidup kudus yang secara setia membimbing anak-anak rohaninya -- kita dan semua orang yang beriman-- menuju ke Kerajaan Allah yang sorgawi. Dia adalah orang yang menghidupi kehidupan yang memperkenankan Allah, suatu hidup kekudusan, dan dia adalah seorang pengajar Iman yang sama sekali Orthodox dalam pengajarannya. Sekarang, kita akan melakukan perjalanan melalui kehidupan dan karya orang per orang dari para Bapa Gereja dan akan kita mulai salah satu dari yang berasal dari zaman paling awal dari antara mereka: Janasuci Klemens.
Janasuci Klemens adalah Episkop dari Roma. Beberapa penulis Kristen dan para Bapa jaman awal mengatakan bahwa dia adalah Episkop kedua dari Gereja Roma, namun ada lagi yang mengatakan bahwa dia adalah Episkop yang ketiga dengan urutan sebagai berikut: Linus (4/67(?) – 76/79(?) , Anakletus (76/79(?) – 88/92) , dan Klemens ( 88/92 – 97). Ditahbiskan sebagai Episkop oleh Rasul Petrus sendiri (33 – 64/67) sesudah selama tujuh tahun Rasul Petrus menjadi Episkop yang pertama dari Gereja Antiokhia (salah satu dari pusat purba Gereja Orthodox di Syria), sebelum pada tahun 60'an beliau pindah ke Roma. Kita tidak bisa tahu dengan pasti mengenai urutan tahun jabatan Klemens ini, sama seperti juga mengenai rincian mendalam sejarah pribadi dari Janasuci ini.
Kita dapat menduga dari apa yang memang kita ketahui mengenai kehidupannya bahwa dia dilahirkan kira-kira pada tahun 30 Masehi dan wafat pada awal abad kedua. Beberapa Sarjana melihat bukti dalam tulisan-tulisannya bahwa dia dulunya adalah seorang Yahudi Hellenis (berbudaya Yunani), karena dia sangat begitu faham akan isi Perjanjian Lama, sementara sarjana-sarjana yang lain menemukan alasan untuk menganggap bahwa dia adalah seorang petobat baru dari agama berhala (paganisme). karena dia juga begitu faham dengan prinsip-prinsip filsafat Yunani aliran Stoiki. Suatu tradisi Gereja yang amat kuat mengidentikkan Janasuci Klemens sebagai sahabat dan pembantu Rasul Paulus, yaitu orang yang disebutkan dengan namanya dalam Surat kiriman Rasul Paulus kepada Gereja di Filipi itu sendiri (Filipi 4:3), yang adalah teman sekerja Sang Rasul itu.
Suatu tradisi yang kuat memberitahu kita bahwa karena "kejahatan" nya menjadi pemimpin umat Kristen, Janasuci Klemens ditawan dalam pembuangan ke Crimea (wilayah Rusia). Janasuci Klemens yang selalu berniat kuat untuk membawa orang banyak kepada Kristus, langsung saja dia meneruskan tanggung jawabnya untuk penyebaran Injil keselamatan kepada penduduk dari tanah asing yang berada di pinggiran peradaban Romawi ini. Merasa marah akan keberhasilannya, penguasa-penguasa wilayah itu memerintahkan agar Janasuci Klemens dihukum mati dengan ditenggelamkan, dan demikianlah, ia diikat pada suatu jangkar, dan ditenggelamkan ke dalam lautan di Cherson. Berabad-abad kemudian, ketika bangsa Slavia (Rusia) berpaling kepada Iman Orthodox, Pangeran Agung dari Kiev (Ukraina, sekarang), Janasuci Vladimir Agung, memerintahkan agar Sisa-Sisa Kudus (Relikwi/Lipsana) dari tubuh Jansuci Klemens dipindah ke Kiev.
Sekarang, sejauh ini, kita telah temukan bahwa Janasuci Klemens adalah teman-sekerja Rasul Paulus, dia adalah seorang pemimpin dari antara umat Kristen di Roma, ditahbiskan sebagai Episkop di Ibukota Kerajaan Romawi, bahwa kemudian dia menjadi seorang Rasul awal bagi bangsa Slavia, dan bahwa dia itu setia kepada Kristus sampai mati. Yang membuat Janasuci Klemens memiliki jenjang tinggi diantara para Bapa Gereja Kudus adalah bahwa dia meninggalkan dibelakangnya sepucuk "Surat Kiriman", suatu surat yang dikirimkannya dari Roma kepada Gereja di Korintus, yang ditulis hampir pada akhir abad pertama. "Surat Kiriman" ini mendapat penghargaan yang amat tinggi dari umat Kristen perdana sehingga mereka sering memasukkan surat ini sebagai bagian dari Perjanjian Baru, seperti Surat-Surat Rasul Paulus (sebelum adanya usaha peng-kanon-an Kitab Suci yang dimulai oleh Gereja Orthodox Purba kira-kira pada tahun 150 Masehi, ketika mendapat gangguan dari bidat Marcionisme, sebelum zamannya Kaisar Konstantinus Agung yang menjadi Kristen pada tahun 312 Masehi). Apakah yang kita temukan didalam "Surat Kiriman kepada Orang-Orang Korintus" dari Janasuci Klemens ini?
Pada dekade-dekade yang amat awal dari keberadaan Gereja, Rasul Paulus telah menulis surat kepada Orang-Orang Kristen Korintus, yang diantaranya beliau menghardik mereka atas kecenderungan mereka untuk melakukan perpecahan. Rasul Paulus oleh usaha-usahanya berhasil menyembuhkan perpecahan diantara umat Kristen Korintus itu, namun, pada dekade-dekade berikutnya, telah menjadi perhatian Janasuci Klemens bahwa sekali lagi mereka melakukan pertikaian satu dengan yang lain. Beberapa anggota Gereja yang lebih muda, dinyalakan oleh semangat iri hati dan kesombongan, telah memulai suatu pemberontakan dan telah mengusir Hierarkhi dan rohaniwan yang diberi otoritas oleh Rasul Paulus, menegakkan sistim pemerintahan Gereja dengan cara mereka sendiri.
Janasuci Klemens dengan kuatnya memberikan argumen bagi kesatuan di dalam Kristus dan menentang perpecahan dan skisma, yang adalah merupakan sesuatu yang buruk dan oleh karenanya menghasilkan suatu buah yang buruk. Basgaimana kecederungan kearah perpecahan ini dapat diatasi? Pertama, beliau mengatakan, melalui ketaatan. Bapa Kudus ini menulis :
"Abraham, yang disebut Sahabat Allah, menunjukkan kesetiaannya dengan mentaati suara Allah. Pada saat panggilan ketaatan dia tinggalkan negerinya sendiri dan sanak-keluarganya serta rumah ayahnya, meninggalkan di belakangnya wilayah yang kecil, suatu keluarga yang tak begitu bermakna, rumah tangga yang hanya kecil saja, agar menjadi seorang pewaris janji-janji Allah" (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 10:1-2).
Kemudian, Janasuci Klemens menekankan kerendahan hati:
"Abraham, misalnya, ada banyak hal yang besar yang dapat kita katakan mengenai dia; bahkan ia disebut sebagai Sahabat Allah (bdk.Yakobus 2:23, II Tawarikh 20:7), namun demikian, ketika dia melihat kemuliaan Allah, dia mengakui dengan kerendahan hati, "Aku debu dan abu" (bdk.Kejadian 18:27). Juga tertulis mengenai Ayub bahwa Ayub itu "saleh dan jujur" ( bdk.Ayub 1:1), "ia takut akan Allah dan memelihara dirinya dari segala yang jahat", tetapi dia juga berseru di dsalam penyalahan diri sendiri " Tak seorangpun yang sama sekali murni dari kenajisan, bahkan jika hidupnya itu hanya sehari saja panjangnya " (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 10:1-2)
Akhirnya, Janasuci Klemens mengajarkan kita, yang paling hakiki di dalam perjuangan kita melawan perpecahan dan iri hati, adalah kehidupan benar dan saleh, yaitu, kebaikan dan kebajikan. Sekali lagi beliau merujuk kepada kepada Perjanjian Lama: "Bukalah kembali halaman sejarah awal; apakah yang menyebabkan bapa kita Abraham diberkati? Bukankah itu imannya, yang menyegerakan dia untuk bertindak dalam kesaleh-adilan dan kebenaran?" (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 31:2). Jika ketaatan , kerendahan hati, dan kebaikan (kebajikan) membawa kesatuan bagi kita, apa yang dibawa oleh kebalikannya: pemberontakan, kecongkakan, iri hati dan persaingan? Sekali lagi, Bapa Suci kita Janasuci Klemens merujuk teladan-teladan dari Kitab Suci: "Kain berkata kepada saudaranya Habel, Marilah kita pergi ke ladang; ketika mereka berada di tempat terbuka, Kain memukul adiknya Habel dan membunuhnya" (Kejadian 4:8). Jadi kita lihat ya sahabat-sahabatku, bagaimana iri hati dan cemburu membawa pembunuhan atas seorang adik (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 4:6-7). Jadi, ketaatan, kerendahan hati, dan kebaikan – dengan kata lain, keserupaan dengan Kristus—membawa damai kepada Gereja, sementara pemberontakan, kesombongan/kecongkakan, iri hati, dan persaingan membawa kekacauan kepada Gereja setempat, dan kepada jiwa-jiwa yang bergantung kepada Gereja setempat itu. Lebih dari itu, marilah kita ingat bahwa Kristus sendirilah yang mendirikan GerejaNya diatas dasar landasan Jenjang Kepemimpinan (bersifat Hirarkhis), dan itu memang sudah begitu selama dua ribu tahun ini. Bahkan pada abad pertama, hal ini sangat dimengerti sekali.
Janasuci Klemens menekankan hal itu:
“ sementara…. (para Rasul) pergi mengelilingi wilayah-wilayah dan kota-kota melakukan pemberitaan, mereka menetapkan para petobat baru mereka yang pertama – sesudah menguji mereka oleh Roh – untuk menjadi Episkop-Episkop, dan Diaken-Diaken bagi kaum beriman dimasa mendatang” (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 42:4)
Selanjutnya beliau mengatakan:
“Para Rasul kita mengetahui, melalui Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa nantinya akan akan ada perpecahan, mengenai gelar Episkop. Di dalam ke-pra-pengetehuan mereka akan masalah ini, karenanya, mereka terus melakukan penetapan akan para pelayan yang saya bicarakan tadi, dan mereka teruskan dalam menambah suatu perintah bahwa jika mereka ini jatuh-tertidur (meninggal), orang lain yang mendapat pengesahan harus mengganti-lanjutkan mereka dalam jabatan mereka itu.” (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 44:1-2)
Janasuci Klemens menghardik orang-orang yang merasa tidak puas di Gereja Korintus karena mengabaikan Ketetapan Ilahi mengenai Pengganti-Lanjutan Rasuliah (Suksesi Apostolik) itu, demi sikap perpecahan mereka yang menghancurkan jiwa itu, dan demi batu sandungan yang menghancurkan jiwa yang telah mereka sebabkan itu, dengan menyatakan:
“Tetapi cobalah pikirkan orang-orang yang telah membujuk-rayu kalian sekarang! Mereka telah memperkecil rasa hormat atas cinta kasih persaudaran kalian yang amat dipuji itu. Sungguh memalukan, wahai sahabat-sahabatku yang terkasih, sungguh amat sangat memalukan, dan amat tak layak bagi latihan hidup Kristiani yang kalian miliki, sehingga Gereja Korintus yang setia dan purba itu, dikarenakan oleh satu atau dua perorangan kini harus terkenal sebagai yang mempunyai hubungan tidak baik dengan rohaniwannya. Bahkan mereka yang tidak seiman dengan kita telah mendengar laporan ini, demikian juga kami sendiri disini; sehingga ketidak-berpikiranmu itu telah membawa Nama Tuhan direndahkan; tak usah dikatakan lagi mengenai bagaimana hal itu juga membahayakan bagi jiwamu.” (Surat Kiriman I kepada Orang Korintus 47:5-7).
Kita menganggap bahwa perpecahan yang kita lihat dalam Orthodoxia pada zaman kita ini sebagai sesuatu yang baru, yang dilahirkan di abad keduapuluh. Tak ada satupun yang lebih jauh dari kebenaran daripada anggapan semacam itu. Iman Kristen Orthodox selalu diganggu oleh perpecahan. Si Jahat itu. karena begitu dalamnya membenci Gereja Kristus dan mengerti kelemahan-kelemahan mamnusia yang telah jatuh ini, terus-menerus menebarkan benih perpecahan di dalam jajaran kita. Dia menetaskan iri hati dan kesombongan/kecongkakan; dia menghimbau ketidak-taatan; dia menapis kedalam kita selera untuk bergunjing (ber-gossip ria!!!), cerita-cerita kabar burung (rumor), dan menghakimi; semuanya itu adalah bagi men-sepele-kan mereka yang Allah telah tetapkan sebagai pemimpin-pemimpin dari komunitas milikNya.
Jadi, perpecahan itu adalah merupakan salah satu dari keburukan-keburukan yang Gereja harus melakukan peperangan. Janasuci Klemens, sembilan belas abad yang lalu bertarung melawannya, dan para Hirarkhi, maupun para rohaniwan kitapun melakukan hal yang sama pada zaman ini. Jikalau penyakitnya itu tetap sama sepanjang segala abad, demikian jugalah penyembuhannya. Hal ini kita diajar oleh Bapa Suci kita, Janasuci Klemens.
Bagaimana bisa begitu? Kita mengenal bahwa dasar landasan dari Iman Kristen yang benar adalah Pengganti-Lanjutan Rasuliah (Suksesi Apostolik), Pangganti-Lanjutan Rasuliah ini haruslah bersifat Misteriologis (yaitu, Sakramental) artinya yang dicapai melalui:
1) Penumpangan dan doa, dengan setiap rohaniwan baik Episkop maupun Presbyter dalam Gereja Orthodox harus bisa melacak mata-rantai pentahbisannya sampai kepada salah seorang Rasul. Yaitu, dia harus tahu ditahbiskan oleh Episkop/Uskup siapa, Episkop/Uskup yang mentahbiskan itu tadinya ditahbis oleh siapa dengan dilacak terus sampai ke belakang sehingga sampai pada pentahbisan awalnya dari salah seorang Rasul Kristus (Kisah Rasul 14:23).
2) Suksesi Rasuliah dalam hal pengajaran kebenaran. Yaitu, seorang presbyter harus mengajarkan apa saja ajaran yang telah disampaikan secara terus menerus tanpa diubah, tanpa ditambah atau dikurangi dalam Gereja Rasuliah itu, dari zaman ke zaman dari generasi yang satu ke generasi yang lain. Sehingga ajaran Gereja Orthodox masa kini itu sama persis seperti ajaran Gereja Orthodox sepanjang segala abad sejak zaman para Rasul itu sendiri. Suksesi Rasuliah di luar Gereja Kristus yang satu ini dan terpisah dari Tradisi Apostolik yang utuh dan lengkap itu sama sekali tak ada artinya.
Pada akhirnya, dengan berkomitmen kepada kebenaran Kristus, kita menyembuhkan jiwa kita selalu oleh ketaatan kita, oleh iman kita, oleh kerendahan hati kita, dan oleh kekokohan kita berpegang kepada suatu kehidupan dalam kebaikan dan kebajikan. Dengan hal-hal ini, tidak mungkin dapat ada perbedaan-perbedaan yang serius antara umat Kristen, dan dengan hal-hal ini Gereja Kristus akan berkembang-tumbuh secara rohani, dan dengan hal-hal ini kelicikan dari Si Jahat itu, akan dibuat tak berdaya.
Karena mengajarkan kebenaran yang amat indah ini, marilah kita beri hormat-bakti pada Janasuci Klemens Sang Pengemban-Allah, Episkop dari Roma, Bapa Suci kita, dan kita mohonkan agar beliau membantu kita dalam doa-doanya kepada Allah untuk menyelamatkan jiwa kita. Amin.
Kidung Peringatan Janasuci Klemens dari Roma dan Janasusi Petrus dari Aleksandria
(Kidung Apolytikion. Irama Tiga)
Andika sekalian ditunjukkan kepada mereka yang berada di dunia sebagai sangkakala Pengetahuan Ilahi yang berbunyi nyaring. Dan para pembuka penyataan ketetapan-ketetapan Iman, ya para Rohaniwan Martyr milik Kristus, ya Klemens yang amat termashur, engkau adalah anggur kehidupan yang berbuah lebat, dan Petrus yang memiliki hikmat ilahi, andika sekalian yang merupakan batu-karang dari Umat beriman yang tak dapat retak, sebagai para pelihat misteri ilahi, lepaskan kami oleh doa-doamu dari setiap yang mencelakakan.