Mata Rantai Rasuliah [by: Fr.Yohanes Bambang]
Date: 12 Mei 2010
Dalam tradisi kebanyakan budaya di dunia ini, seseorang itu memiliki suatu nama “Marga atau nama keluarga”, disamping nama pemberian orangtuanya. Nama marga ini sangat perlu sekali untuk melacak mata-rantai keturunan dan keluarga, sehingga akan menentukan sikap dan perlakuan seseorang terhadap orang lain, ataupun akan mengerti asal-usul darimana seseorang itu sebenarnya berasal, dan juga keabsahan pernyataan dirinya sebagai anggota suatu kelompok suku atau bangsa. Nama keluarga inilah merupakan mata-rantai yang menghubungkan seseorang pada tempat dan waktu tertentu dengan nenek moyang mereka. Tanpa mengerti nama marganya, maka pernyataan diri bahwa dia adalah keturunan dari seorang nenek moyang tertentu dalam kelompok suku yang dimaksud akan diragukan oleh anggota suku itu atau bahkan akan ditolak.
Minggu ini adalah Minggu Para Bapa yaitu Para Bapa Gereja, yang merupakan mata-rantai yang menghubungkan Gereja sepanjang abad dengan para pendirinya yaitu Para Rasul Kristus sendiri. Para Bapa Gereja ini semacam “nama marga” bagi Gereja, karena Gereja dalam menghidupi dirinya dan imannya, dia mengambil dari ”cara hidup” dan “cara pikir” Para Bapa Gereja ini, dan cara hidup dan cara pikir ini disebut sebagai cara “Pikir Patristik”. Dalam bacaan Injil kita kali ini, Kristus mengajarkan tentang pemuliaan diriNya di hadirat Allah, sebagaimana pada waktu kekekalan sebagai Sabda Allah, Dia telah berada dalam kemuliaan Allah. Dan kepadaNya sewaktu berada diatas bumi ini, Allah telah memberikan kuasa atas segala yang hidup, untuk diberi hidup yang kekal, karena hidup kekal itu adalah mengenal Allah yang tunggal dan Yesus Kristus sebagai Sabda Allah yang telah diutus turun ke bumi untuk mengalahkan kematian, iblis dan dosa (Yoh 17:3). Melalui peristiwa inilah, kemuliaan Allah yang ada pada Yesus Kristus, sebagai Sabda Allah yang menjelma itu, dikaruniakan kepada manusia. Namun sampainya kemuliaan Illahi pada manusia itu tidak secara langsung dengan perkataan “Pokoknya aku dengan Yesus secara langsung saja” sebagaimana sering diucapkan oleh orang. Pernyataan ini adalah semacam pernyataan orang yang mengaku menjadi anggota suatu kelompok suku, namun tanpa pernah dapat menyatakan “nama marga”nya sebagai mata rantainya dengan suku itu. Yesus Kristus mengajarkan bahwa hidup yang kekal, yang dinyatakan dalam wujud kemuliaan Illahi, yaitu Nama Allah yang dinyatakan Yesus sebagai SabdaNya yang kekal itu disampaikan kepada “mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu” ( Yoh 17:9) yaitu Para Rasul. Untuk Para Rasul inilah Yesus berdoa. Dan pada akhirnya, Yesus juga berdoa bagi “orang-orang yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka” (Yoh 17:20), yaitu Gereja.
Demikianlah ternyata percaya kepada Yesus itu memiliki saluran, yaitu Para Rasul sebagai mata-rantai yang menghubungkan dengan kehidupan kekal yang ada di dalam Yesus Kristus itu. Karena percaya kepada Kristus itu dijelaskan sendiri olehNya sebagai “oleh pemberitaan mereka” dan dari antara mereka yang telah percaya “oleh pemberitaan mereka” itu ada yang telah ditetapkan sendiri oleh para rasul (Kis 14:23) untuk menjadi “penatua” jemaat (Presbyteros tis ekklesias, Presbiter Gereja – Kis 20:17), yang bertugas untuk menjaga seluruh kawanan yaitu Gereja, serta menjadi penilik (“episkopos, episkop, uskup”) dan menjadi “gembala” (“pastor, poimen”) dari Jemaat Allah ( Gereja Allah) – Kisah 20:28. Mereka ini memiliki mata-rantai rasuliah karena mereka ditahbiskan para rasul, dan sebaliknya secara estafet yang terus menerus, orang yang telah ditahbis secara langsung ini mentahbiskan orang berikutnya sepanjang sejarah Gereja Kristus yang Orthodox tanpa mengalami putus sedikitpun sampai kini. Inilah ajaran yang sangat disebut sebagai “mata-rantai rasuliah” (“suksesi rasuliah”), yang sangat penting untuk menjaga otentisitas (kemurnian Injil) di dalam Gereja Orthodox sampai kini. Karena tugas mereka adalah untuk menjaga kawanan domba Kristus dari serangan serigala yaitu ajaran-ajaran bidat yang menyelusup ke dalam tubuh Gereja, maka muncullah diantara mereka ini orang-orang yang kita sebut sebagai para Bapa gereja, yang bukan hanya menjelaskan Injil itu secara tegas dan jelas serta tuntas namun juga membela Injil itu secara tegas dan jelas serta tuntas namun juga membela Injil itu dari penyelewengan kaum bidat yang hendak menghancurkan Gereja. Diantara para Bapa Gereja yang terkenal adalah: Ignatius (abad 2), Ireneaus (abad 2), Athanasius (abad 4), Yohanes Krisostomos, Basilius Agung, Gregorius dari Nyssa, Gregorius Naziansus (semuanya abad ke 4), Yohanes Damaskus (abad ke 8), Gregorius palasam (abad ke 15) dan lain-lain. Mereka inilah yang membela Iman Rasuliah yang dipelihara Gereja. Sehingga dalam penghayatan Iman Kristen Orthodox, otensitas berita dan kehidupan Injil baru terjaga, jika orang hidup secara ekklesiologis, dalam konteks komunitas Ekaristi, disekitar meja Perjamuan Kudus.
Minggu Para Bapa ini mengingatkan kita bahwa kitapun terpanggil untuk bukan hanya menjadi palaksana dan yang menhidupi Iman rasuliah yang Orthodox itu, namun juga kita terpanggil untuk membela dan memberitakan serta menjelaskannya pada orang lain. Inilah tugas setiap orang Kristen Orthodox. Berpikir secara “Patristik” dan hidup secara “Patristik” dalam lingkup komunitas Gereja itulah yang menjamin kemurnian dari Injil yang kita percaya. Kiranya kita makin mencintai Kristus dan GerejaNya, serta dapat meneladani Iman dan kehidupan Para Bapa Gereja. Amin
Kemuliaan bagi Sang Bapa dan Sang Putera serta Sang Roh Kudus, sekarang dan selalu serta sepanjang segala abad, Amin.
Dalam tradisi kebanyakan budaya di dunia ini, seseorang itu memiliki suatu nama “Marga atau nama keluarga”, disamping nama pemberian orangtuanya. Nama marga ini sangat perlu sekali untuk melacak mata-rantai keturunan dan keluarga, sehingga akan menentukan sikap dan perlakuan seseorang terhadap orang lain, ataupun akan mengerti asal-usul darimana seseorang itu sebenarnya berasal, dan juga keabsahan pernyataan dirinya sebagai anggota suatu kelompok suku atau bangsa. Nama keluarga inilah merupakan mata-rantai yang menghubungkan seseorang pada tempat dan waktu tertentu dengan nenek moyang mereka. Tanpa mengerti nama marganya, maka pernyataan diri bahwa dia adalah keturunan dari seorang nenek moyang tertentu dalam kelompok suku yang dimaksud akan diragukan oleh anggota suku itu atau bahkan akan ditolak.
Minggu ini adalah Minggu Para Bapa yaitu Para Bapa Gereja, yang merupakan mata-rantai yang menghubungkan Gereja sepanjang abad dengan para pendirinya yaitu Para Rasul Kristus sendiri. Para Bapa Gereja ini semacam “nama marga” bagi Gereja, karena Gereja dalam menghidupi dirinya dan imannya, dia mengambil dari ”cara hidup” dan “cara pikir” Para Bapa Gereja ini, dan cara hidup dan cara pikir ini disebut sebagai cara “Pikir Patristik”. Dalam bacaan Injil kita kali ini, Kristus mengajarkan tentang pemuliaan diriNya di hadirat Allah, sebagaimana pada waktu kekekalan sebagai Sabda Allah, Dia telah berada dalam kemuliaan Allah. Dan kepadaNya sewaktu berada diatas bumi ini, Allah telah memberikan kuasa atas segala yang hidup, untuk diberi hidup yang kekal, karena hidup kekal itu adalah mengenal Allah yang tunggal dan Yesus Kristus sebagai Sabda Allah yang telah diutus turun ke bumi untuk mengalahkan kematian, iblis dan dosa (Yoh 17:3). Melalui peristiwa inilah, kemuliaan Allah yang ada pada Yesus Kristus, sebagai Sabda Allah yang menjelma itu, dikaruniakan kepada manusia. Namun sampainya kemuliaan Illahi pada manusia itu tidak secara langsung dengan perkataan “Pokoknya aku dengan Yesus secara langsung saja” sebagaimana sering diucapkan oleh orang. Pernyataan ini adalah semacam pernyataan orang yang mengaku menjadi anggota suatu kelompok suku, namun tanpa pernah dapat menyatakan “nama marga”nya sebagai mata rantainya dengan suku itu. Yesus Kristus mengajarkan bahwa hidup yang kekal, yang dinyatakan dalam wujud kemuliaan Illahi, yaitu Nama Allah yang dinyatakan Yesus sebagai SabdaNya yang kekal itu disampaikan kepada “mereka yang telah Engkau berikan kepadaKu” ( Yoh 17:9) yaitu Para Rasul. Untuk Para Rasul inilah Yesus berdoa. Dan pada akhirnya, Yesus juga berdoa bagi “orang-orang yang percaya kepadaKu oleh pemberitaan mereka” (Yoh 17:20), yaitu Gereja.
Demikianlah ternyata percaya kepada Yesus itu memiliki saluran, yaitu Para Rasul sebagai mata-rantai yang menghubungkan dengan kehidupan kekal yang ada di dalam Yesus Kristus itu. Karena percaya kepada Kristus itu dijelaskan sendiri olehNya sebagai “oleh pemberitaan mereka” dan dari antara mereka yang telah percaya “oleh pemberitaan mereka” itu ada yang telah ditetapkan sendiri oleh para rasul (Kis 14:23) untuk menjadi “penatua” jemaat (Presbyteros tis ekklesias, Presbiter Gereja – Kis 20:17), yang bertugas untuk menjaga seluruh kawanan yaitu Gereja, serta menjadi penilik (“episkopos, episkop, uskup”) dan menjadi “gembala” (“pastor, poimen”) dari Jemaat Allah ( Gereja Allah) – Kisah 20:28. Mereka ini memiliki mata-rantai rasuliah karena mereka ditahbiskan para rasul, dan sebaliknya secara estafet yang terus menerus, orang yang telah ditahbis secara langsung ini mentahbiskan orang berikutnya sepanjang sejarah Gereja Kristus yang Orthodox tanpa mengalami putus sedikitpun sampai kini. Inilah ajaran yang sangat disebut sebagai “mata-rantai rasuliah” (“suksesi rasuliah”), yang sangat penting untuk menjaga otentisitas (kemurnian Injil) di dalam Gereja Orthodox sampai kini. Karena tugas mereka adalah untuk menjaga kawanan domba Kristus dari serangan serigala yaitu ajaran-ajaran bidat yang menyelusup ke dalam tubuh Gereja, maka muncullah diantara mereka ini orang-orang yang kita sebut sebagai para Bapa gereja, yang bukan hanya menjelaskan Injil itu secara tegas dan jelas serta tuntas namun juga membela Injil itu secara tegas dan jelas serta tuntas namun juga membela Injil itu dari penyelewengan kaum bidat yang hendak menghancurkan Gereja. Diantara para Bapa Gereja yang terkenal adalah: Ignatius (abad 2), Ireneaus (abad 2), Athanasius (abad 4), Yohanes Krisostomos, Basilius Agung, Gregorius dari Nyssa, Gregorius Naziansus (semuanya abad ke 4), Yohanes Damaskus (abad ke 8), Gregorius palasam (abad ke 15) dan lain-lain. Mereka inilah yang membela Iman Rasuliah yang dipelihara Gereja. Sehingga dalam penghayatan Iman Kristen Orthodox, otensitas berita dan kehidupan Injil baru terjaga, jika orang hidup secara ekklesiologis, dalam konteks komunitas Ekaristi, disekitar meja Perjamuan Kudus.
Minggu Para Bapa ini mengingatkan kita bahwa kitapun terpanggil untuk bukan hanya menjadi palaksana dan yang menhidupi Iman rasuliah yang Orthodox itu, namun juga kita terpanggil untuk membela dan memberitakan serta menjelaskannya pada orang lain. Inilah tugas setiap orang Kristen Orthodox. Berpikir secara “Patristik” dan hidup secara “Patristik” dalam lingkup komunitas Gereja itulah yang menjamin kemurnian dari Injil yang kita percaya. Kiranya kita makin mencintai Kristus dan GerejaNya, serta dapat meneladani Iman dan kehidupan Para Bapa Gereja. Amin
Kemuliaan bagi Sang Bapa dan Sang Putera serta Sang Roh Kudus, sekarang dan selalu serta sepanjang segala abad, Amin.