Kebangkitan Sebagai Bukti KeIlahian Kristus
[by: Fr. Daniel Byantoro]

Date: 06 September 2008
Khristos Anesti! Kristus Telah Bangkit! Al-Masih Qam!
Saudara-saudari yang terkasih, hari ini adalah hari yang penuh kegembiraan, seluruh umat Orthodox di seluruh dunia merayakan hari kemenangan Kristus atas dosa dan maut itu. Kita juga telah ikut ambil bagian dalam hari kemenangan itu. Telah banyak kita bahas dalam hari-hari sebelumnya melalui khotbah-khotbah yang sudah saya berikan dari makna Salib dan Kebangkitan Kristus ini. Kebangkitan Kristus adalah landasan dan sumber dari munculnya kebenaran Injil ini. Dengan kebangkitanNya membuktikan Kristus tak dapat dikuasai oleh kematian, padahal hanya pribadi yang memiliki hidup kekal saja yang tak dapat dikuasai kematian dan dapat mengalahkan kematian. Dengan demikian Kristus ini memiliki hidup kekal pada diriNya sendiri. Sedangkan yang memiliki hidup kekal itu adalah Allah, maka melalui kebangkitanNya membuktikan
Kristus itu Allah, atau setidak-tidaknya bersifat Ilahi. Padahal Allah itu Roh artinya tidak memiliki Tubuh Jasmani dan bukan seperti makhluk apapun, sedangkan Yesus itu berwujud manusia, maka dengan demikian Yesus itu adalah Yang Ilahi yang menjadi manusia, juga Yesus Kristus sendiri mengatakan Allah itu hanya satu, dan Ia sendiri berdoa kepada Allah yang satu ini, maka keilahian Yesus Kristus bukan berarti ada dua Allah, namun keilahian Yesus Kristus itu disebabkan karena Ia itu adalah Firman Allah sendiri, yang berada di dalam Allah itu. Jadi Allah memang satu, dan Yesus Kristus bersifat Allah atau Ilahi, karena Ia adalah FirmanNya Allah yang satu itu yang bersemayam dalam hakikat dan kedalaman Diri Allah yang satu itu. Dengan mengakui keilahian Yesus Kristus tidak berarti meyakini adanya Allah yang lebih dari satu.
Allah itu hanya satu, dan Allah yang satu ini memiliki Firman yang hanya satu yang bersemayam di dalam Diri dan Hakikat atau Dzat Allah yang satu itu. Itulah yang hendak disimpulkan oleh bacaan Kitab Suci kita malam ini dalam penghayatan mengenai Kebangkitan Yesus Kristus itu. Mengenai Kebangkitan Yesus Kristus itu, didalam Kisah Rasul ini Lukas menjelaskan tentang bukunya yang pertama yaitu Injil Lukas, yang isinya tak lain mengenai “segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus” (Kisah Rasul 1:1). Pekerjaan Yesus itu dimeteraikan dan diselesaikan “sampai pada hari Ia terangkat.” (Kisah Rasul 1:2), yaitu terangkat ke Sorga sesudah KebangkitanNya. KebangkitanNya itu adalah bukti selesaiNya penderitaaanNya dan bukti bahwa Dia itu hidup sebagaimana dikatakan:” Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup” (Kisah Rasui 1:3). Bukti yang tak dapat dibantah akan KebangkitanNya ini adalah bahwa “Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah.” (Kisah Rasul 1:3). Berarti Kebangkitan Kristus itu ada kaitanNya dengan Hidup dan ada kaitanNya dengan Kerajaan Allah.
Bagi Iman Kristen Orthodox konsep tentang hidup itu bukan konsep abstrak, namun hidup itu telah dinyatakan secara kongkrit melalui Kebangkitan Yesus Kristus itu sendiri. Karena Kebangkitan Kristus itu adalah hidup yang tak dapat mati, yaitu hidup yang tak mengenal kebinasaan, maka hidup itu adalah hidup yang kekal. Dan hidup kekal itu adalah hidup milikNya Allah sendiri, dan itulah Kerajaan Allah itu. Maka Kerajaan Allah itu adalah berada dalam hidup ilahi dan hidup ilahi bermanifestasi dalam Diri Yesus Kristus melalui KebangkitanNya. Sebelum Ia naik ke Sorga, Ia telah “memberi perintah-Nya oleh Roh Kudus kepada rasul-rasul yang dipilih-Nya.” (Kisah Rasul 1:2). Demikianlah Kebangkitan Kristus itu terkait dengan Roh Kudus dan terkait dengan perintah serta terkait dengan para rasulNya. Roh Kudus datang sebagai akibat dari Kebangkitan Kristus, untuk menghadirkan Kristus yang telah bangkit itu ditengah-tengah para muridNya: Gereja yang menerima perintah Kristus untuk taat kepada ajaran dan sabdaNya.
Hanya dalam Roh Kudus Kristus dialami, dan KebangkitanNya menjadi suatu realita yang hidup. Itulah sebabnya kepada para muridNya sebelum Ia naik ke sorga Ia memerintahkan agar tetap tinggal di Yerusalem untuk menantikan janji Bapa akan datangNya “Roh Kudus” (Kisah Rasul 1:4-5). Menanggapi perintah untuk menantikan datangNya Roh Kudus para murid justru menanyakan tentang datangnya Kerajaan bagi Israel (Kisah Rasul 1:6), namun Kristus menolak untuk menjawab lebih lanjut (Kisah Rasul 1:7), malah Ia menekankan akan “kuasa” dengan datangNya “ Roh Kudus” agar mereka menjadi saksi di seluruh dunia (Kisah Rasul 1:8). Demikianlah kita melihat suatu kaitan tak terpisahkan antara Kebangkitan Kristus, Hidup, Kerajaan Allah, Roh Kudus, Kuasa, Gereja dan Pekabaran Injil. Karena Kristus bangkit maka Hidup itu dinyatakan, dan karena Hidup itu adalah Hidup Ilahi maka berada dalam Hidup berarti berada dalam Kerajaan Allah, dan Hidup dalam Kerajaan Allah itulah berada dalam Kuasa Roh Kudus, dan itulah kehidupan para murid Yesus: Gereja, serta Perkabaran Injil adalah tugas Gereja yang berada dalam kuasa Roh Kudus ini. Dengan demikian Kebangkitan Yesus Kristus itu menjadi sumber dinamika kehidupan Gereja.
Kehendak Allah dinyatakan dalam Diri Yesus Kristus, dengan demikian Yesus Kristus adalah Firman Allah itu sendiri yang terbukti dari KebangkitanNya tadi. Meskipun secara jasmani Ia manusia yang memiliki awal dan akhir, namun sebenarnya Ia sudah ada “Pada Mulanya” yaitu sejak kekal yang tanpa awal dan akhir. Sebagai Firman Allah Dia selalu ada bersama dengan Allah sejak mulanya, karena Allah tak mungkin berada tanpa Firman, sebab kalau Allah tak punya Firman maka Ia tak memiliki Akal dan tak memiliki Hikmat. Oleh karena itu Akal Allah yaitu Firman Allah ada “bersama-sama dengan Allah” artinya berada satu atau melekat satu di dalam Allah, dan karena itu berada dalam Dzat Allah yang sama dan satu itu, dengan kata lain Firman Allah itu memiliki sifat dan kodrat yang sama dengan Allah, sehingga dikatakan “Firman itu adalah Allah.” (Yohanes 1:1). Dan beradanya Firman dalam Allah itu tanpa ada permulaanNya karena “Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.” (Yohanes 1:2). Kata-kata “bersama dengan Allah” itu dalam bahasa aslinya adalah “pros ton Theon” yang artinya secara hurufiah adalah “menuju kepada Allah”. Ini berarti bahwa meskipun “Firman” itu berada dalam Allah dan juga “keluar” dari Allah (Yohanes 8:42), namun Ia juga “menuju” dalam pengertian “berorientasi” kepada Allah, yaitu berhadapan dengan Allah, sehingga Allah berhadapan dengan FirmanNya dan mengenal FirmanNya, Firman juga berhadapan dengan Allah dan mengenal Allah. Saling mengenal dan saling berhadapan antara Allah dan FirmanNya itulah persekutuan yang terjadi dalam diri Allah yang Esa itu. Oleh adanya persekutuan yang ada di dalam Diri Allah Yang Esa itu sendiri, maka “Bapa mengasihi Aku, sebelum dunia dijadikan” (Yohanes 17:24), artinya dalam kekekalan ada suatu gerak kasih yang kekal dari Allah kepada FirmanNya, dari Firman balik kepada Allah, di dalam Roh Allah sendiri. Sehingga Allah yang Esa itu bukan Allah yang mandheg tetapi Allah yang hidup, oleh kasih yang berputar secara kekal dalam dzatNya yang Esa tadi.
Itulah sebabnya Kitab Suci mengatakan bahwa “Allah itu kasih” (I Yohanes 4:8), artinya Allah itu bukan pengasih karena melakukan tindakan mengasihi setelah adanya makhluk, namun sifat Diri Allah yang Esa itu memang kasih disebabkan adanya gerak kasih yang kekal itu di dalam diriNya sendiri. Kasih itu sifatnya ingin merangkul sesuatu yang berada diluar diriNya sendiri. Kasih kekal Allah kepada Firman dan Firman balik kepada Allah dalam Roh Kudus, itu terjadinya di dalam diri Allah yang esa itu sendiri, oleh karena itu kasih ini akhirnya berkehendak untuk meluber keluar dari diriNya sendiri, padahal tidak ada yang diluar Allah. Oleh karena itu dalam kasih ini Allah sudah “mengangan-angankan” sesuatu yang diluar diriNya sendiri untuk dapat menjadi sasaran kasihNya diluar diriNya sendiri itu. Dan sesuatu yang diluar Allah itu adalah “ciptaan” atau “makhluk”. Jadi ciptaan itu sudah ada dalam “angan-angan” Allah sejak kekal, meskipun belum terwujud, akibat Allah memandang atau mengenal “FirmanNya”. Maka Firman Allah itu adalah sumber-akar direncanakanNya ciptaan dan segenap makhluk yang ada ini oleh Allah, Itulah sebabnya terwujudnya ciptaan dan segala sesuatu yang ada itu harus direalisasikan oleh Allah melalui Firman itu, sebagaimana dikatakan: ”Segala sesuatu dijadikan oleh Dia” (Yohanes 1:3), juga “Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta” (Ibrani 1:2), serta “Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan” (Mazmur 33:6), dan akhirnya “firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki” (Yesaya 55:11). Juga yang tidak kalah pentingnya adalah kisah penciptaan dalam Kejadian 1: 1 dst, dimana disitu dinyatakan bahwa saat Allah menciptakan selalu dikatakan “berfirmanlah Allah”, berarti memang ciptaan terjadi karena Firman Allah. Dan “tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” Artinya jika Allah tak memiliki Firman dan tanpa Firman maka ciptaan itu tidak akan ada dan terjadi. Sebab adanya ciptaan bersumber dari adanya Firman Allah di dalam Diri Allah yang dikasihi dan mengasihi Allah, dan terwujudNya ciptaan itu juga terjadi oleh karena Firman Allah yang “keluar dari mulut” Allah, yaitu yang menyatakan diri dalam kuasa dari dalam dzat dan hakikat Allah yang terdalam itu sendiri.
Itulah sebabnya Allah Yang Esa itu selalu ada bersama dengan FirmanNya, sama seperti “Akal” itu selalu ada dengan “Kata-Kata”, dan tidak ada “Kata-Kata” yang ada tanpa adanya “Akal”. “Kata-Kata” adalah “Akal” yang terungkapkan, dan “Akal” adalah kata-kata yang masih terkandung dalam Diri. Jika ada “Akal” (Sang Bapa) dan ada “Kata” (“Firman”, Sang Putra”) yang berbeda tetapi Satu dalam hakikatNya, berarti ada “Hidup” yaitu ada “Nafas” dan inilah “Roh Allah” atau “Roh Kudus” yang berada satu di dalam Diri Allah itu. Karena Allah itu sejak kekal bergerak dalam putaran kasih, maka Allah itu hidup, dan FirmanNya serta RohNya ityu juga memiliki Hidup yang satu dan yang sama di dalam diri Allah Yang Esa itu. Itulah sebabnya dikatakan “Dalam Dia ada hidup” (Yohanes 1:4), artinya dalam Firman itu ada Hidup Ilahi yang kekal ini. Itulah sebabnya ketika Firman itu menjadi manusia Hidup yang kekal ini tak mungkin dapat dimusnahkan oleh kematian, sehingga justru kematian yang dimiliki Tubuh yang dikenakanNya itu yang ditelan oleh Hidup kekalNya ini, sehingga kemanusiaanNya ditelan hidup ini, sehingga Mautnya lenyap, maka kemanusiaan meledak dalam Kebangkitan dan bersinar dalam kemuliaaan dan kehidupan. Jadi Kebangkitan adalah manifestasi dari Hidup kekal yang secara kekal berada dalam diri Firman Allah itu. Karena Hidup itu juga Energi Allah dan Kemuliaan Allah, maka barangsiapa menyatu dalam Hidup Allah yang ada dalam Diri “Firman Allah” yang telah bangkit itu, sekaligus bukan hanya ia mendapatkan hidup namun juga ia mendapatkan Terang (Nur) Ilahi, sebagaimana dikatakan “dan hidup itu adalah terang manusia.” (Yohanes 1:4).
Barangsiapa dalam hidup tentunya dalam terang, sebab orang mati itu tertutup dalam tanah gelap dan beku. Oleh karena itu hanya memiliki Hidup Ilahi inilah manusia juga memiliki Terang Ilahi. Terang Ilahi itu ketika menjadi manusia dan mengalami kematian tidak dapat dipadamkan oleh kematian itu karena “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” (Yohanes 1:5), dan itulah sebabnya Sang Terang itu lalu bangkit, karena kegelapan itu tak dapat menguasaiNya. Demikian juga secara umum meskipun begitu banyak kegelapan yang hendak menguasai Sinar Terang dari Sang Firman ini, pada akhirnya Terang itu akan terus bersinar dan tak akan dapat dikuasai yang gelap itu. Dan pada puncaknya nanti Sang Terang, sang Hidup atau Sang Firman inilah yang akan menang semua tantangan kegelapan. Sebagaimana kegelapan maut, dosa dan Iblis itu telah dikalahkan oleh Kebangkitan Sang Firman pada malam Paskah seperti ini, maka di akhir zaman nanti semua pasukan kegelapan itu akan dimusnahkan secara mutlak dan total. Tak peduli bagaimanapun gelapnya dunia dan kegelapan disekitar kita, Sang Terang, Sang Hidup, Sang Firman itu akan tetap bersinar jika saja kita dapat menyadari sinarNya itu dalam batin kita.
Secara sejarah ketika Terang itu menyatakan Diri dalam wujud manusia, Nabi Yohanes Pembaptis yang diutus sebagai Bentara mendahului kedatanganNya dan yang menyaksikan tentang Dia (Yohanes 1:6). Ia “memberi kesaksian tentang Terang” itu, tujuannya agar semua manusia yang dalam kegelapan ini boleh percaya kepadaNya (Yohanes 1:7). Ini dikarenakan Yohanes atau Nabi siapapun dan dari manapun “bukan terang itu” karena seorang Nabi hanyalah manusia biasa bukan Firman yang sejak kekal berada dalam Diri Allah dalam lingkaran Cinta Kasih dan Hidup Kekal Allah, yang Hidup Kekal inilah sumbernya Terang itu, dan tak ada nabi satupun yang memiliki Hidup kekal ini, maka tak ada Nabi satupun atau pendiri agama satupun yang dapat dikatakan sebagai “terang itu”. Sama seperti Nabi Yohanes paling tinggi seorang Nabi itu hanya “harus memberi kesaksian tentang terang itu” (Yohanes 1:8). Dan Dia yang telah bangkit dari antara orang mati itulah “Terang yang sesungguhnya” karena Dia adalah Firman Allah yang sesungguhnya, dan Allah itu adalah “Terang”, maka SabdaNya sebagai “cahaya kemuliaan Allah” (Ibrani 1:3) pastilah Terang yang Sesungguhnya itu. Karena Allah itu satu, maka SabdaNya itu juga satu, dan Terang yang adalah SabdaNya itu juga satu adanya, dan Firman Allah yang satu sebagai “Terang yang Sesungguhnya” inilah “yang menerangi setiap orang” (Yohanes 1:9), artinya manusia siapapun kalau sampai mengetahui cercah-cercah kebenaran itu sumbernya berasal dari Sang Terang yang satu itu. Itulah sebabnya kita dapat jumpai cercah-cercah kebenaran itu dalam setiap budaya dan agama, dan kita harus berani mengakui kebenaran sebagai kebenaran dimanapun itu dijumpai, sebab hanya ada satu sumber kebenaran yaitu “Terang Yang Sesungguhnya” itu. Yang membedakan cercah-cercah kebenaran yang ada dalam semua agama dan budaya yang ada dalam dunia ini dengan Kebenaran Orthodoxia adalah bahwa “Terang” yang ada dalam pemahaman semua agama itu bersifat samar-samar dan abstrak, sedangkan dalam Injil yaitu dalam Orthodoxia Terang itu “sedang datang ke dalam dunia” (Yohanes 1:9), yaitu secara kongkrit masuk dalam waktu dan dalam sejarah yaitu Manusia Yesus Kristus.
Kita tidak percaya pada kebenaran yang bersifat konsep dan abstrak, namun kebenaran yang kongkrit dan bersifat pribadi, karena Dia telah membuktikan diriNya sebagai Sang Terang itu melalui KebangkitanNya dari antara orang mati. Namun sayang bahwa meskipun sejak lebih dari dua ribu tahun yang lalu “Ia telah ada di dalam dunia” ini, dan bahwa “dunia dijadikan oleh-Nya” sebagaimana yang telah kita bahas tadi, “tetapi dunia tidak mengenal-Nya” (Yohanes 1:10), dunia tenggelam dalam dosa dan egonya sendiri, sehingga menjadi gelap dan buta untuk dapat mengenali Sang Terang yang menjadikan mereka itu, malah mereka menyangkalNya, menolakNya dan membenciNya karena dunia berada dalam kuasa kegelapan (I Yohanes 5:19). Jangankan dunia bahkan ketika “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya” (Yohanes 1:11), yaitu bangsa Israel itu sendiripun “orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya”, dengan menyangkal Dia, serta menyerahkan Dia pada hukuman Salib, apalagi dunia yang tak pernah diterangi oleh kebenaran Wahyu Ilahi yang diberitakan oleh para nabi. Sedangkan hak istimewa yang diberikan kepada orang yang mau menerima Dia yaitu dengan jalan percaya dikatakan Kitab Suci “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yohanes 1:12). Hal ini dijelaskan dalam Galatia 3:26-27 : ”Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus”. Menjadi anak-anak Allah adalah karena percaya, namun percaya itu “karena…dibaptis”, artinya percaya dan baptisan adalah merupakan satu paket yang tak dapat dipisahkan.
Melalui baptisan kita manunggal dengan Kristus sehingga kita secara rohani “mengenakan” atau berjubahkan Kristus, sehingga apapun Warna Kristus menjadi warna kita, apapun keberadaan Kristus menjadi keberadaan kita. Karena Kristus adalah Anak Allah yaitu Firman Allah, maka kita yang mengenakan Kristus menjadi satu keberadaan dengan Kristus, maka kitapun menjadi anak-anak Allah juga. Itulah “kuasa” yang diberikan kepada kita akibat manunggal atau menyatu dengan Sang Kristus ini. Menjadi anak Allah ini tentu saja harus dimengerti secara rohani, karena Kristuspun disebut Anak Allah bukan secara jasmani, dan bukan sebagai akibat perkawinan, karena Allah itu Ghaib dan tak membutuhkan isteri sebab Allah itu bukan laki-laki dan bukan perempuan. Kristus disebut Anak Allah karena Ia adalah Firman Allah yang “terkandung” di dalam Allah namun yang juga “keluar” dari Allah seolah-olah “dilahirkan” atau “diperanakkan”. Maka kitapun disebut anak-anak Allah sebagai “orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.”, yaitu sebagai akibat dilahirkan kembali oleh air dan Roh (Yohanes 3:5-6) dalam baptisan kudus, hal yang mana telah kita bahas dalam Ibadah Sabtu Kudus pagi tadi.
Semuanya ini bisa terjadi karena “Firman itu telah menjadi manusia” (Yohanes 1:14), artinya tanpa meninggalkan kodrat aslinya sebagai Firman yang adalah “Allah” Ia telah mengenakan kodrat baru “manusia” yang dimanunggalkan dalam kodrat ilahiNya yang asli dalam PribadiNya yang kekal yang hanya satu itu. Jadi yang Allah tidak berubah jadi manusia, dan yang manusia tidak ditelan melebur dalam yang Allah, namun keduanya manunggal tanpa dapat terpisahkan dalam Pribadi Firman Allah yang hanya satu itu. Dan ketika Firman ini menjadi manusia, yaitu Firman yang sama yang menjadi pelaksana Ciptaan, dan Terang serta Hidup bagi Manusia itu, maka Ia “diam di antara kita” yaitu secara sejarah dan waktu bersama-sama dengan murid-muridNya namun secara realita abadi, diam dalam kemanusiaan kita yang Ia telah kenakan sekali dan untuk selamanya, sehingga “kita telah melihat kemuliaan-Nya” baik kemuliaan secara sejarah yang nampak diatas gunung kemuliaan itu (Matius 17:1-2), maupun kemuliaan kekal yang nampak sesudah KebangkitanNya dimana Ia dimuliakan dalam kemuliaan Allah Bapa sendiri yang para murid itu menyaksikan kemuliaan tadi, dan kitapun dalam malam Paskah seperti ini melihat kemuliaan Kristus sebagai yang bangkit dan dimuliakan Allah dalam hadiratNya sendiri.
Kemuliaan yang Ia miliki itu bukanlah kemuliaan tercipta seperti yang diterima oleh banyak Nabi dan orang suci, namun “kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Artinya kemuliaan ini diterima secara kodrati sebagai Anak Tunggal Bapa yaitu Sebagai Firman Bapa yang satu-satuNya yang tadinya terkandung secara kekal di dalam Diri Sang Bapa, namun yang juga keluar dari Bapa serta diturunkan Bapa kedalam dunia ini, dengan demikian itu adalah kemuliaan Ilahi sendiri yang diterimanya secara kodrat bukan sevbagai rahmat atau belas-kasihan sebagai suatu hadiah cuma-cuma sebagaimna kalau kita manusia menerima kemuliaan Allah itu. Karena kemuliaan yaitu Eergi Ilahi ini dimiliki Firman yang menjadi manusia itu secara kodrat maka secara “penuh” itu berisi “kasih-karunia” yaitu energi ilahi yang menyelamatkan serta “kebenaran” yaitu realita ilahi yang tidak menyesatkan. Dengan demikian sepenuh-penuhnya dalam Firman yang menjadi manusia ini, kita menemukan pewahyuan kebenaran Allah serta penyataan keselamatan dan penebusan yang berasal dari Allah. Sehingga dengan demikian dalam Firman Menjelma ini kita menemukan kepenuhan Wahyu Allah yang menuntun dan menyelamatkan. Itulah sebabnya kita tak memerlukan Wahyu yang baru lagi sesudah Kristus datang. Dan Yohanes menegaskan, bahwa Kristus memang memiliki kodrat yang demikian sebab “Dia telah ada sebelum aku." (Yohanes 1:15), artinya Dia itu memiliki kekekalan , berarti Ia memang Firman Allah yang kekal yang berasal dari kedalam dzat-hakikat Allah sehingga apapun yang dinyatakan olehNya mengenai Allah itu sudah sempurna secara mutlak adanya tidak perlu ada yang ditambahkan lagi.
Karena Dia itu Ilahi sebagai Firman Allah sendiri, maka Ia memiliki segenap “kepenuhan” dan “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yohanes 1:16), artinya karena kemuliaan, hidup dan kasih ilahi, serta dzat-hakikat ilahi itu sepenuhnya dimiliki oleh Sang Kristus sebagai Firman Allah, dan itu bukan diberikan sebagai hadiah, namun dimilikiNya sebagai kodrat, maka Ia menjadi sumber Energi Ilahi yang penuh tak akan pernah tuntas. Dan Energi Ilahi itulah jika bekerja di dalam kita wujudnya adalah kasih-karunia yang bersumber dari Penyaliban dan Kebangkitan Kristus serta Karya Roh Kudus. Maka dengan demikian kasih-karunia yang diberikan kepada kita yang berasal dari “kepenuhan” Kristus itu terus mengalir tanpa habis “kasih karunia demi kasih karunia”. Ini disebabkan “kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” yaitu melalui PenjelmaanNya sebagai manusia sehingga melalui Dia kebenaran tentang Bapa dan segala hal yang berkaitan dengan ma’rifat tentang hal-hal dan realita rohani itu dinyatakan secara murni dan tanpa kesesatan kepada manusia, serta melalui Penyaliban, Kematian dan KebangkitanNya sehingga kasih-karunia Allah yang menyelamatkan dan menebus itu dikaruniakan kepada segenap manusia. Sedangkan Taurat yang diberikan kepada Musa, itu tak dapat memberikan “kasih-karunia dan kebenaran” sebagaimana yang diberikan oleh Yesus Kristus ini. Itulah kesimpulan dan dampak Paskah atas pemahaman kita akan Yesus Kristus dan karyaNya itu. Semoga kita makin diperkuat iman kita dan diperkokoh keyakinan kita akan Kristus. Dalam keyakinan yang kokoh akan Kristus ini kita rela untuk menjadi saksi bagi kebangkitanNya dimanapun dan kemanapun kita diutus oleh daya kerja kuasa Roh Kudus, Energi Ilahi yang giat di dalam kita itu (Kisah Rasul 1:8), Khristos Anesti! Kristus telah bangkit! Amin.
Khristos Anesti! Kristus Telah Bangkit! Al-Masih Qam!
Saudara-saudari yang terkasih, hari ini adalah hari yang penuh kegembiraan, seluruh umat Orthodox di seluruh dunia merayakan hari kemenangan Kristus atas dosa dan maut itu. Kita juga telah ikut ambil bagian dalam hari kemenangan itu. Telah banyak kita bahas dalam hari-hari sebelumnya melalui khotbah-khotbah yang sudah saya berikan dari makna Salib dan Kebangkitan Kristus ini. Kebangkitan Kristus adalah landasan dan sumber dari munculnya kebenaran Injil ini. Dengan kebangkitanNya membuktikan Kristus tak dapat dikuasai oleh kematian, padahal hanya pribadi yang memiliki hidup kekal saja yang tak dapat dikuasai kematian dan dapat mengalahkan kematian. Dengan demikian Kristus ini memiliki hidup kekal pada diriNya sendiri. Sedangkan yang memiliki hidup kekal itu adalah Allah, maka melalui kebangkitanNya membuktikan
Kristus itu Allah, atau setidak-tidaknya bersifat Ilahi. Padahal Allah itu Roh artinya tidak memiliki Tubuh Jasmani dan bukan seperti makhluk apapun, sedangkan Yesus itu berwujud manusia, maka dengan demikian Yesus itu adalah Yang Ilahi yang menjadi manusia, juga Yesus Kristus sendiri mengatakan Allah itu hanya satu, dan Ia sendiri berdoa kepada Allah yang satu ini, maka keilahian Yesus Kristus bukan berarti ada dua Allah, namun keilahian Yesus Kristus itu disebabkan karena Ia itu adalah Firman Allah sendiri, yang berada di dalam Allah itu. Jadi Allah memang satu, dan Yesus Kristus bersifat Allah atau Ilahi, karena Ia adalah FirmanNya Allah yang satu itu yang bersemayam dalam hakikat dan kedalaman Diri Allah yang satu itu. Dengan mengakui keilahian Yesus Kristus tidak berarti meyakini adanya Allah yang lebih dari satu.
Allah itu hanya satu, dan Allah yang satu ini memiliki Firman yang hanya satu yang bersemayam di dalam Diri dan Hakikat atau Dzat Allah yang satu itu. Itulah yang hendak disimpulkan oleh bacaan Kitab Suci kita malam ini dalam penghayatan mengenai Kebangkitan Yesus Kristus itu. Mengenai Kebangkitan Yesus Kristus itu, didalam Kisah Rasul ini Lukas menjelaskan tentang bukunya yang pertama yaitu Injil Lukas, yang isinya tak lain mengenai “segala sesuatu yang dikerjakan dan diajarkan Yesus” (Kisah Rasul 1:1). Pekerjaan Yesus itu dimeteraikan dan diselesaikan “sampai pada hari Ia terangkat.” (Kisah Rasul 1:2), yaitu terangkat ke Sorga sesudah KebangkitanNya. KebangkitanNya itu adalah bukti selesaiNya penderitaaanNya dan bukti bahwa Dia itu hidup sebagaimana dikatakan:” Ia menunjukkan diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia membuktikan, bahwa Ia hidup” (Kisah Rasui 1:3). Bukti yang tak dapat dibantah akan KebangkitanNya ini adalah bahwa “Sebab selama empat puluh hari Ia berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang Kerajaan Allah.” (Kisah Rasul 1:3). Berarti Kebangkitan Kristus itu ada kaitanNya dengan Hidup dan ada kaitanNya dengan Kerajaan Allah.
Bagi Iman Kristen Orthodox konsep tentang hidup itu bukan konsep abstrak, namun hidup itu telah dinyatakan secara kongkrit melalui Kebangkitan Yesus Kristus itu sendiri. Karena Kebangkitan Kristus itu adalah hidup yang tak dapat mati, yaitu hidup yang tak mengenal kebinasaan, maka hidup itu adalah hidup yang kekal. Dan hidup kekal itu adalah hidup milikNya Allah sendiri, dan itulah Kerajaan Allah itu. Maka Kerajaan Allah itu adalah berada dalam hidup ilahi dan hidup ilahi bermanifestasi dalam Diri Yesus Kristus melalui KebangkitanNya. Sebelum Ia naik ke Sorga, Ia telah “memberi perintah-Nya oleh Roh Kudus kepada rasul-rasul yang dipilih-Nya.” (Kisah Rasul 1:2). Demikianlah Kebangkitan Kristus itu terkait dengan Roh Kudus dan terkait dengan perintah serta terkait dengan para rasulNya. Roh Kudus datang sebagai akibat dari Kebangkitan Kristus, untuk menghadirkan Kristus yang telah bangkit itu ditengah-tengah para muridNya: Gereja yang menerima perintah Kristus untuk taat kepada ajaran dan sabdaNya.
Hanya dalam Roh Kudus Kristus dialami, dan KebangkitanNya menjadi suatu realita yang hidup. Itulah sebabnya kepada para muridNya sebelum Ia naik ke sorga Ia memerintahkan agar tetap tinggal di Yerusalem untuk menantikan janji Bapa akan datangNya “Roh Kudus” (Kisah Rasul 1:4-5). Menanggapi perintah untuk menantikan datangNya Roh Kudus para murid justru menanyakan tentang datangnya Kerajaan bagi Israel (Kisah Rasul 1:6), namun Kristus menolak untuk menjawab lebih lanjut (Kisah Rasul 1:7), malah Ia menekankan akan “kuasa” dengan datangNya “ Roh Kudus” agar mereka menjadi saksi di seluruh dunia (Kisah Rasul 1:8). Demikianlah kita melihat suatu kaitan tak terpisahkan antara Kebangkitan Kristus, Hidup, Kerajaan Allah, Roh Kudus, Kuasa, Gereja dan Pekabaran Injil. Karena Kristus bangkit maka Hidup itu dinyatakan, dan karena Hidup itu adalah Hidup Ilahi maka berada dalam Hidup berarti berada dalam Kerajaan Allah, dan Hidup dalam Kerajaan Allah itulah berada dalam Kuasa Roh Kudus, dan itulah kehidupan para murid Yesus: Gereja, serta Perkabaran Injil adalah tugas Gereja yang berada dalam kuasa Roh Kudus ini. Dengan demikian Kebangkitan Yesus Kristus itu menjadi sumber dinamika kehidupan Gereja.
Kehendak Allah dinyatakan dalam Diri Yesus Kristus, dengan demikian Yesus Kristus adalah Firman Allah itu sendiri yang terbukti dari KebangkitanNya tadi. Meskipun secara jasmani Ia manusia yang memiliki awal dan akhir, namun sebenarnya Ia sudah ada “Pada Mulanya” yaitu sejak kekal yang tanpa awal dan akhir. Sebagai Firman Allah Dia selalu ada bersama dengan Allah sejak mulanya, karena Allah tak mungkin berada tanpa Firman, sebab kalau Allah tak punya Firman maka Ia tak memiliki Akal dan tak memiliki Hikmat. Oleh karena itu Akal Allah yaitu Firman Allah ada “bersama-sama dengan Allah” artinya berada satu atau melekat satu di dalam Allah, dan karena itu berada dalam Dzat Allah yang sama dan satu itu, dengan kata lain Firman Allah itu memiliki sifat dan kodrat yang sama dengan Allah, sehingga dikatakan “Firman itu adalah Allah.” (Yohanes 1:1). Dan beradanya Firman dalam Allah itu tanpa ada permulaanNya karena “Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.” (Yohanes 1:2). Kata-kata “bersama dengan Allah” itu dalam bahasa aslinya adalah “pros ton Theon” yang artinya secara hurufiah adalah “menuju kepada Allah”. Ini berarti bahwa meskipun “Firman” itu berada dalam Allah dan juga “keluar” dari Allah (Yohanes 8:42), namun Ia juga “menuju” dalam pengertian “berorientasi” kepada Allah, yaitu berhadapan dengan Allah, sehingga Allah berhadapan dengan FirmanNya dan mengenal FirmanNya, Firman juga berhadapan dengan Allah dan mengenal Allah. Saling mengenal dan saling berhadapan antara Allah dan FirmanNya itulah persekutuan yang terjadi dalam diri Allah yang Esa itu. Oleh adanya persekutuan yang ada di dalam Diri Allah Yang Esa itu sendiri, maka “Bapa mengasihi Aku, sebelum dunia dijadikan” (Yohanes 17:24), artinya dalam kekekalan ada suatu gerak kasih yang kekal dari Allah kepada FirmanNya, dari Firman balik kepada Allah, di dalam Roh Allah sendiri. Sehingga Allah yang Esa itu bukan Allah yang mandheg tetapi Allah yang hidup, oleh kasih yang berputar secara kekal dalam dzatNya yang Esa tadi.
Itulah sebabnya Kitab Suci mengatakan bahwa “Allah itu kasih” (I Yohanes 4:8), artinya Allah itu bukan pengasih karena melakukan tindakan mengasihi setelah adanya makhluk, namun sifat Diri Allah yang Esa itu memang kasih disebabkan adanya gerak kasih yang kekal itu di dalam diriNya sendiri. Kasih itu sifatnya ingin merangkul sesuatu yang berada diluar diriNya sendiri. Kasih kekal Allah kepada Firman dan Firman balik kepada Allah dalam Roh Kudus, itu terjadinya di dalam diri Allah yang esa itu sendiri, oleh karena itu kasih ini akhirnya berkehendak untuk meluber keluar dari diriNya sendiri, padahal tidak ada yang diluar Allah. Oleh karena itu dalam kasih ini Allah sudah “mengangan-angankan” sesuatu yang diluar diriNya sendiri untuk dapat menjadi sasaran kasihNya diluar diriNya sendiri itu. Dan sesuatu yang diluar Allah itu adalah “ciptaan” atau “makhluk”. Jadi ciptaan itu sudah ada dalam “angan-angan” Allah sejak kekal, meskipun belum terwujud, akibat Allah memandang atau mengenal “FirmanNya”. Maka Firman Allah itu adalah sumber-akar direncanakanNya ciptaan dan segenap makhluk yang ada ini oleh Allah, Itulah sebabnya terwujudnya ciptaan dan segala sesuatu yang ada itu harus direalisasikan oleh Allah melalui Firman itu, sebagaimana dikatakan: ”Segala sesuatu dijadikan oleh Dia” (Yohanes 1:3), juga “Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta” (Ibrani 1:2), serta “Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan” (Mazmur 33:6), dan akhirnya “firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki” (Yesaya 55:11). Juga yang tidak kalah pentingnya adalah kisah penciptaan dalam Kejadian 1: 1 dst, dimana disitu dinyatakan bahwa saat Allah menciptakan selalu dikatakan “berfirmanlah Allah”, berarti memang ciptaan terjadi karena Firman Allah. Dan “tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” Artinya jika Allah tak memiliki Firman dan tanpa Firman maka ciptaan itu tidak akan ada dan terjadi. Sebab adanya ciptaan bersumber dari adanya Firman Allah di dalam Diri Allah yang dikasihi dan mengasihi Allah, dan terwujudNya ciptaan itu juga terjadi oleh karena Firman Allah yang “keluar dari mulut” Allah, yaitu yang menyatakan diri dalam kuasa dari dalam dzat dan hakikat Allah yang terdalam itu sendiri.
Itulah sebabnya Allah Yang Esa itu selalu ada bersama dengan FirmanNya, sama seperti “Akal” itu selalu ada dengan “Kata-Kata”, dan tidak ada “Kata-Kata” yang ada tanpa adanya “Akal”. “Kata-Kata” adalah “Akal” yang terungkapkan, dan “Akal” adalah kata-kata yang masih terkandung dalam Diri. Jika ada “Akal” (Sang Bapa) dan ada “Kata” (“Firman”, Sang Putra”) yang berbeda tetapi Satu dalam hakikatNya, berarti ada “Hidup” yaitu ada “Nafas” dan inilah “Roh Allah” atau “Roh Kudus” yang berada satu di dalam Diri Allah itu. Karena Allah itu sejak kekal bergerak dalam putaran kasih, maka Allah itu hidup, dan FirmanNya serta RohNya ityu juga memiliki Hidup yang satu dan yang sama di dalam diri Allah Yang Esa itu. Itulah sebabnya dikatakan “Dalam Dia ada hidup” (Yohanes 1:4), artinya dalam Firman itu ada Hidup Ilahi yang kekal ini. Itulah sebabnya ketika Firman itu menjadi manusia Hidup yang kekal ini tak mungkin dapat dimusnahkan oleh kematian, sehingga justru kematian yang dimiliki Tubuh yang dikenakanNya itu yang ditelan oleh Hidup kekalNya ini, sehingga kemanusiaanNya ditelan hidup ini, sehingga Mautnya lenyap, maka kemanusiaan meledak dalam Kebangkitan dan bersinar dalam kemuliaaan dan kehidupan. Jadi Kebangkitan adalah manifestasi dari Hidup kekal yang secara kekal berada dalam diri Firman Allah itu. Karena Hidup itu juga Energi Allah dan Kemuliaan Allah, maka barangsiapa menyatu dalam Hidup Allah yang ada dalam Diri “Firman Allah” yang telah bangkit itu, sekaligus bukan hanya ia mendapatkan hidup namun juga ia mendapatkan Terang (Nur) Ilahi, sebagaimana dikatakan “dan hidup itu adalah terang manusia.” (Yohanes 1:4).
Barangsiapa dalam hidup tentunya dalam terang, sebab orang mati itu tertutup dalam tanah gelap dan beku. Oleh karena itu hanya memiliki Hidup Ilahi inilah manusia juga memiliki Terang Ilahi. Terang Ilahi itu ketika menjadi manusia dan mengalami kematian tidak dapat dipadamkan oleh kematian itu karena “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” (Yohanes 1:5), dan itulah sebabnya Sang Terang itu lalu bangkit, karena kegelapan itu tak dapat menguasaiNya. Demikian juga secara umum meskipun begitu banyak kegelapan yang hendak menguasai Sinar Terang dari Sang Firman ini, pada akhirnya Terang itu akan terus bersinar dan tak akan dapat dikuasai yang gelap itu. Dan pada puncaknya nanti Sang Terang, sang Hidup atau Sang Firman inilah yang akan menang semua tantangan kegelapan. Sebagaimana kegelapan maut, dosa dan Iblis itu telah dikalahkan oleh Kebangkitan Sang Firman pada malam Paskah seperti ini, maka di akhir zaman nanti semua pasukan kegelapan itu akan dimusnahkan secara mutlak dan total. Tak peduli bagaimanapun gelapnya dunia dan kegelapan disekitar kita, Sang Terang, Sang Hidup, Sang Firman itu akan tetap bersinar jika saja kita dapat menyadari sinarNya itu dalam batin kita.
Secara sejarah ketika Terang itu menyatakan Diri dalam wujud manusia, Nabi Yohanes Pembaptis yang diutus sebagai Bentara mendahului kedatanganNya dan yang menyaksikan tentang Dia (Yohanes 1:6). Ia “memberi kesaksian tentang Terang” itu, tujuannya agar semua manusia yang dalam kegelapan ini boleh percaya kepadaNya (Yohanes 1:7). Ini dikarenakan Yohanes atau Nabi siapapun dan dari manapun “bukan terang itu” karena seorang Nabi hanyalah manusia biasa bukan Firman yang sejak kekal berada dalam Diri Allah dalam lingkaran Cinta Kasih dan Hidup Kekal Allah, yang Hidup Kekal inilah sumbernya Terang itu, dan tak ada nabi satupun yang memiliki Hidup kekal ini, maka tak ada Nabi satupun atau pendiri agama satupun yang dapat dikatakan sebagai “terang itu”. Sama seperti Nabi Yohanes paling tinggi seorang Nabi itu hanya “harus memberi kesaksian tentang terang itu” (Yohanes 1:8). Dan Dia yang telah bangkit dari antara orang mati itulah “Terang yang sesungguhnya” karena Dia adalah Firman Allah yang sesungguhnya, dan Allah itu adalah “Terang”, maka SabdaNya sebagai “cahaya kemuliaan Allah” (Ibrani 1:3) pastilah Terang yang Sesungguhnya itu. Karena Allah itu satu, maka SabdaNya itu juga satu, dan Terang yang adalah SabdaNya itu juga satu adanya, dan Firman Allah yang satu sebagai “Terang yang Sesungguhnya” inilah “yang menerangi setiap orang” (Yohanes 1:9), artinya manusia siapapun kalau sampai mengetahui cercah-cercah kebenaran itu sumbernya berasal dari Sang Terang yang satu itu. Itulah sebabnya kita dapat jumpai cercah-cercah kebenaran itu dalam setiap budaya dan agama, dan kita harus berani mengakui kebenaran sebagai kebenaran dimanapun itu dijumpai, sebab hanya ada satu sumber kebenaran yaitu “Terang Yang Sesungguhnya” itu. Yang membedakan cercah-cercah kebenaran yang ada dalam semua agama dan budaya yang ada dalam dunia ini dengan Kebenaran Orthodoxia adalah bahwa “Terang” yang ada dalam pemahaman semua agama itu bersifat samar-samar dan abstrak, sedangkan dalam Injil yaitu dalam Orthodoxia Terang itu “sedang datang ke dalam dunia” (Yohanes 1:9), yaitu secara kongkrit masuk dalam waktu dan dalam sejarah yaitu Manusia Yesus Kristus.
Kita tidak percaya pada kebenaran yang bersifat konsep dan abstrak, namun kebenaran yang kongkrit dan bersifat pribadi, karena Dia telah membuktikan diriNya sebagai Sang Terang itu melalui KebangkitanNya dari antara orang mati. Namun sayang bahwa meskipun sejak lebih dari dua ribu tahun yang lalu “Ia telah ada di dalam dunia” ini, dan bahwa “dunia dijadikan oleh-Nya” sebagaimana yang telah kita bahas tadi, “tetapi dunia tidak mengenal-Nya” (Yohanes 1:10), dunia tenggelam dalam dosa dan egonya sendiri, sehingga menjadi gelap dan buta untuk dapat mengenali Sang Terang yang menjadikan mereka itu, malah mereka menyangkalNya, menolakNya dan membenciNya karena dunia berada dalam kuasa kegelapan (I Yohanes 5:19). Jangankan dunia bahkan ketika “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya” (Yohanes 1:11), yaitu bangsa Israel itu sendiripun “orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya”, dengan menyangkal Dia, serta menyerahkan Dia pada hukuman Salib, apalagi dunia yang tak pernah diterangi oleh kebenaran Wahyu Ilahi yang diberitakan oleh para nabi. Sedangkan hak istimewa yang diberikan kepada orang yang mau menerima Dia yaitu dengan jalan percaya dikatakan Kitab Suci “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yohanes 1:12). Hal ini dijelaskan dalam Galatia 3:26-27 : ”Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus”. Menjadi anak-anak Allah adalah karena percaya, namun percaya itu “karena…dibaptis”, artinya percaya dan baptisan adalah merupakan satu paket yang tak dapat dipisahkan.
Melalui baptisan kita manunggal dengan Kristus sehingga kita secara rohani “mengenakan” atau berjubahkan Kristus, sehingga apapun Warna Kristus menjadi warna kita, apapun keberadaan Kristus menjadi keberadaan kita. Karena Kristus adalah Anak Allah yaitu Firman Allah, maka kita yang mengenakan Kristus menjadi satu keberadaan dengan Kristus, maka kitapun menjadi anak-anak Allah juga. Itulah “kuasa” yang diberikan kepada kita akibat manunggal atau menyatu dengan Sang Kristus ini. Menjadi anak Allah ini tentu saja harus dimengerti secara rohani, karena Kristuspun disebut Anak Allah bukan secara jasmani, dan bukan sebagai akibat perkawinan, karena Allah itu Ghaib dan tak membutuhkan isteri sebab Allah itu bukan laki-laki dan bukan perempuan. Kristus disebut Anak Allah karena Ia adalah Firman Allah yang “terkandung” di dalam Allah namun yang juga “keluar” dari Allah seolah-olah “dilahirkan” atau “diperanakkan”. Maka kitapun disebut anak-anak Allah sebagai “orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah.”, yaitu sebagai akibat dilahirkan kembali oleh air dan Roh (Yohanes 3:5-6) dalam baptisan kudus, hal yang mana telah kita bahas dalam Ibadah Sabtu Kudus pagi tadi.
Semuanya ini bisa terjadi karena “Firman itu telah menjadi manusia” (Yohanes 1:14), artinya tanpa meninggalkan kodrat aslinya sebagai Firman yang adalah “Allah” Ia telah mengenakan kodrat baru “manusia” yang dimanunggalkan dalam kodrat ilahiNya yang asli dalam PribadiNya yang kekal yang hanya satu itu. Jadi yang Allah tidak berubah jadi manusia, dan yang manusia tidak ditelan melebur dalam yang Allah, namun keduanya manunggal tanpa dapat terpisahkan dalam Pribadi Firman Allah yang hanya satu itu. Dan ketika Firman ini menjadi manusia, yaitu Firman yang sama yang menjadi pelaksana Ciptaan, dan Terang serta Hidup bagi Manusia itu, maka Ia “diam di antara kita” yaitu secara sejarah dan waktu bersama-sama dengan murid-muridNya namun secara realita abadi, diam dalam kemanusiaan kita yang Ia telah kenakan sekali dan untuk selamanya, sehingga “kita telah melihat kemuliaan-Nya” baik kemuliaan secara sejarah yang nampak diatas gunung kemuliaan itu (Matius 17:1-2), maupun kemuliaan kekal yang nampak sesudah KebangkitanNya dimana Ia dimuliakan dalam kemuliaan Allah Bapa sendiri yang para murid itu menyaksikan kemuliaan tadi, dan kitapun dalam malam Paskah seperti ini melihat kemuliaan Kristus sebagai yang bangkit dan dimuliakan Allah dalam hadiratNya sendiri.
Kemuliaan yang Ia miliki itu bukanlah kemuliaan tercipta seperti yang diterima oleh banyak Nabi dan orang suci, namun “kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” Artinya kemuliaan ini diterima secara kodrati sebagai Anak Tunggal Bapa yaitu Sebagai Firman Bapa yang satu-satuNya yang tadinya terkandung secara kekal di dalam Diri Sang Bapa, namun yang juga keluar dari Bapa serta diturunkan Bapa kedalam dunia ini, dengan demikian itu adalah kemuliaan Ilahi sendiri yang diterimanya secara kodrat bukan sevbagai rahmat atau belas-kasihan sebagai suatu hadiah cuma-cuma sebagaimna kalau kita manusia menerima kemuliaan Allah itu. Karena kemuliaan yaitu Eergi Ilahi ini dimiliki Firman yang menjadi manusia itu secara kodrat maka secara “penuh” itu berisi “kasih-karunia” yaitu energi ilahi yang menyelamatkan serta “kebenaran” yaitu realita ilahi yang tidak menyesatkan. Dengan demikian sepenuh-penuhnya dalam Firman yang menjadi manusia ini, kita menemukan pewahyuan kebenaran Allah serta penyataan keselamatan dan penebusan yang berasal dari Allah. Sehingga dengan demikian dalam Firman Menjelma ini kita menemukan kepenuhan Wahyu Allah yang menuntun dan menyelamatkan. Itulah sebabnya kita tak memerlukan Wahyu yang baru lagi sesudah Kristus datang. Dan Yohanes menegaskan, bahwa Kristus memang memiliki kodrat yang demikian sebab “Dia telah ada sebelum aku." (Yohanes 1:15), artinya Dia itu memiliki kekekalan , berarti Ia memang Firman Allah yang kekal yang berasal dari kedalam dzat-hakikat Allah sehingga apapun yang dinyatakan olehNya mengenai Allah itu sudah sempurna secara mutlak adanya tidak perlu ada yang ditambahkan lagi.
Karena Dia itu Ilahi sebagai Firman Allah sendiri, maka Ia memiliki segenap “kepenuhan” dan “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yohanes 1:16), artinya karena kemuliaan, hidup dan kasih ilahi, serta dzat-hakikat ilahi itu sepenuhnya dimiliki oleh Sang Kristus sebagai Firman Allah, dan itu bukan diberikan sebagai hadiah, namun dimilikiNya sebagai kodrat, maka Ia menjadi sumber Energi Ilahi yang penuh tak akan pernah tuntas. Dan Energi Ilahi itulah jika bekerja di dalam kita wujudnya adalah kasih-karunia yang bersumber dari Penyaliban dan Kebangkitan Kristus serta Karya Roh Kudus. Maka dengan demikian kasih-karunia yang diberikan kepada kita yang berasal dari “kepenuhan” Kristus itu terus mengalir tanpa habis “kasih karunia demi kasih karunia”. Ini disebabkan “kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus” yaitu melalui PenjelmaanNya sebagai manusia sehingga melalui Dia kebenaran tentang Bapa dan segala hal yang berkaitan dengan ma’rifat tentang hal-hal dan realita rohani itu dinyatakan secara murni dan tanpa kesesatan kepada manusia, serta melalui Penyaliban, Kematian dan KebangkitanNya sehingga kasih-karunia Allah yang menyelamatkan dan menebus itu dikaruniakan kepada segenap manusia. Sedangkan Taurat yang diberikan kepada Musa, itu tak dapat memberikan “kasih-karunia dan kebenaran” sebagaimana yang diberikan oleh Yesus Kristus ini. Itulah kesimpulan dan dampak Paskah atas pemahaman kita akan Yesus Kristus dan karyaNya itu. Semoga kita makin diperkuat iman kita dan diperkokoh keyakinan kita akan Kristus. Dalam keyakinan yang kokoh akan Kristus ini kita rela untuk menjadi saksi bagi kebangkitanNya dimanapun dan kemanapun kita diutus oleh daya kerja kuasa Roh Kudus, Energi Ilahi yang giat di dalam kita itu (Kisah Rasul 1:8), Khristos Anesti! Kristus telah bangkit! Amin.