Kebangkitan Kristus Sebagai Pernyataan Diri Allah
[by: Fr.Daniel Byantoro]
Date: 06 September 2008
Bismil Abi, wal Ibni, war Ruhul Qudus, al-Ilahu Wahid,Amin.
Shalom Aalikhem Be Shem Ha-Massiakh.
Saudara-saudari yang Terkasih di dalam Sang Kristus,
Sore ini secara Liturgis kita mengikuti bagaimana peristiwa ketika Kristus diarak untuk penguburan-Nya yang dilakukan oleh para murid-Nya terutama oleh Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus. Namun sore ini juga adalah suatu penantian bagaimana Kristus yang dikuburkan ini, nantinya kan bangkit lagi dari kuburan itu. Mengenai kebangkitan itu sendiri bacaan dari nubuat Nabi Yehezkiel memberikan kepada kita mengenai bayang-bayang tentang peristiwa itu.
Dalam pasal bacaan kita ini dikisahkan mengenai penglihatan Nabi Yehezkiel akan lembah yang dipenuhi dengan “tulang-tulang kering” (Yehezkiel 37:1-2). Memang sebenarnya penglihatan ini adalah mengenai keberadaan bangsa Israel yang secara nasional sudah mati seperti tulang-tulang kering, karena negera mereka sudah dihancurkan dan mereka sendiri dalam pembuangan. Namun secara prinsip ini juga berbicara tentang keyakinan akan adanya kebangkitan orang-orang mati. Oleh karena itu Yehezkiel ditanya oleh TUHAN apakah tulang-tulah kering seperti itu dapat dibangkitkan hidup kembali (Yehezkiel 37:3). Karena Yehezkiel menjawab tidak tahu, maka TUHAN menunjukkan bahwa kebangkitan dari kematian itu adalah mungkin dengan jalan memerintahkan sang nabi itu untuk bernubuat kepada tulang-tulang kering itu (Yehezkiel 37:4), bahwa TUHAN akan memberi nafas hidup padanya, agar tulang-tulang itu hidup kembali (Yehezkiel 37:5). TUHAN akan memberikan urat-urat, daging dan kulit untuk menutupinya, lalu memberikan nafas hidup, supaya tulang itu. Karena Ia adalah TUHAN yaitu yang mampu untuk menciptakan kehidupan dari hal yang sudah mati (Yehezkiel 37:6).
Taat kepada perintah itu nabi Yehezkielpun bernubuat, dan “kedengaranlah suara, sungguh, suatu suara berderak-derak, dan tulang-tulang itu bertemu satu sama lain.” (Yehezkiel 37:7), serta “urat-urat ada dan daging tumbuh padanya, kemudian kulit menutupinya, tetapi mereka belum bernafas” (Yehezkiel 37:8). Atas perintah TUHAN lagi Yehezkiel bernubuat bagi nafas hidup agar masuk kedalam tubuh yang baru tercipta tetapi tak memiliki kehidupan itu (Yehezkiel 37:9), sehingga “nafas hidup itu masuk di dalam mereka, sehingga mereka hidup kembali” (Yehezkiel 37:10). Dari kejadian ini TUHAN mengajar kepada Yehezkiel dan kepada segenap manusia yang mengatakan bahwa kalau orang sudah mati dan menjadi tulang kering maka kata mereka “Tulang-tulang kami sudah menjadi kering, dan pengharapan kami sudah lenyap, kami sudah hilang” (Yehezkiel 37:11). Namun Allah menjawab lain, karena Ia adalah Pencipta kehidupan, dan berkuasa menjadikan dari yang tidak ada menjadi ada, maka Ia berjanji “Aku membuka kubur-kuburmu dan membangkitkan kamu, hai umat-Ku, dari dalamnya” (Yehezkiel 37:12). Dan dengan peristiwa kebangkitan ini kuasa Allah dan keberadaan Allah sebagai yang menguasai segenap kehidupan itu makin menjadi nyata, sehingga “kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN, pada saat Aku membuka kubur-kuburmu dan membangkitkan kamu, hai umat-Ku, dari dalamnya” (Yehezkiel 37:13). Kebangkitan yang dijanjikan Allah mungkin terjadi karena “Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu, sehingga kamu hidup kembali” (Yehezkiel 37:14). Dan jika hal itu terjadi maka manusia akan tahu bahwa “Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan membuatnya” (Yehezkiel 37:14). Dengan demikian kebangkitan dari kematian itu adalah pembuktian akan adanya Allah, akan kekuasaan Allah, akan kebenaran janji serta firman Allah, akan adaNya Allah yang hidup. Pendek kata, adanya kebangkitan itu akan menjadi sarana keberadaan Allah dinyatakan dan dibuktikan kepada segenap manusia. Dengan kata lain kebangkitan dari kematian itu akan menjadi suatu Wahyu akan keberadaan Allah yang melepaskan manusia dari kungkungan kematian.
Beratus-ratus tahun bangsa Israel menunggu penggenapan dari janji Allah ini, namun tak kunjung datang juga. Namun hanya ketika Yesus Kristus datang saja, maka kebenaran tentang kebangkitan dari kematian itu menjadi nyata dan terbukti. Hari Jum’at sore kala Sang Kristus wafat itu bukanlah masa keputus-asaan karena meninggalNya Sang Kristus, namun itu adalah hari penantian dan hari sukacita. Berbeda dengan mereka yang menolak kebenaran ini, hari Jum’at itu adalah hari ketakutan, jangan-jangan apa yang dijanjikan Kristus bahwa Ia akan bangkit lagi itu adalah suatu kebenaran. Itulah sebabnya dalam bacaan Injil kita kali ini dikatakan “datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus” (Matius 27:62). Mereka tetap saja menganggap penyesat ketika berbicara dengan Pilatus, namun demikian mereka merasa tidak pasti akan diri mereka sendiri, apakah betul-betul dengan kematian Yesus Kristus itu segalanya sudah selesai. Hati nurani mereka terganggu dengan kata-kata Sang Kristus ketika “sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit.” (Matius 27:63). Mereka sudah mengantisipasi untuk menentang kebenaran mengenai kebangkitan dari antara orang mati yang Kitab Suci mereka sendiri itu mengajarkan tentang kebenaran adanya kebangkitan tersebut. Begitu khawatirnya dan ragu-ragunya hati mereka bahwa mereka telah dapat menghabisi Sang kristus selama-lamanya, sehingga mereka minta Pilatus untuk memerintahkan “untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati” (Matius 27:64). Adalah menggelikan bahwa murid-murid yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa, serta dalam keadaan ketakutan ketika Guru mereka ditangkap dan dianiaya itu dianggap dapat melakukan apa yang mereka khawatirkan itu.
Dosa memang selalu membayang-bayangi dan menghantui orang yang melakukannya. Kalau memang Yesus bangkit dari antara orang mati berarti Ia bangkit, tak mungkin para murid murid yang lemah dan penakut itu dapat mencuri lalu menyebarkan dusta dan kebohongan tentag Sang Guru itu. Mereka takut bahwa ajaran mereka itulah yang akan tersingkirkan jika Yesus betul-betul bangkit, sehingga mereka mengatakan jika para murid itu menyebarkan kebenaran bahwa Yesus Kristus memang bangkit dari anatara orang mati maka “penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama." (Matius 27:64), dan kita tidak tahu penyesatan mana yang dimaksud dan lebih buruknya juga bagaimana. Usaha mereka ini sia-sia saja, karena mereka berarti menentang kuasa Allah. Mereka menggunakan kekuasan pemerintah dengan menggunakan “penjaga-penjaga” dengan perintah untuk menjaga “kubur itu sebaik-baiknya." (Matius 27:65), dan begitu khawatirnya bahwa kebangkitan itu akan terjadi sehingga para pemimpin agama Yahudi itu “dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya” (Matius 27:66). Sia-sialah mereka melawan apa yang memang sudah tak bisa dilawan itu. Iblis memang tidak ingin kekalahannya itu diberitakan kemana-mana, oleh karena itu melalui orang-orang yang tidak percaya ini ia berusaha medustakan kebenaran tentang Penyaliban dan Kebangkitan Yesus itu. Ia berusaha menipu manusia dengan mengatakan bahwa kebangkitan dan bersamaan dengan itu Penyaliban Kristus itu tak pernah terjadi. Namun didustakan bagaimanapun juga kebenaran tentang kebangkitan ini tak akan bisa ditutup-tutupi. Karena dalam peristiwa Kematian dan Kebangkitan Kristus itu keberadaan Allah dan kuasaNya dinyatakan, maka Kristus itu adalah memang Wahyu Allah atau Penyataan Diri Allah kepada dunia melalui bukti kebangkitanNya itu. Itulah sebabnya Penyaliban dan Kebangkitan Kristus itu mempunyai dampak luar biasa bagi manusia.
Dampak itu dinyatakan dalam pembacaan dari Risalah Rasuliah kita hari ini. Orang yang mati disalib menurut Taurat adalah orang yang terkena kutuk: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" (Galatia 3:13). Namun karena Kristus disalibkan bukan karena kesalahan atau dosa apapun yang dilakukanNya karena Ia memang tanpa dosa, maka kuasa kutuk itu menjadi bubar berhadapan dengan target yang tak mengena itu. Sehingga dengan demikian kemanusiaan kita yang dikenakan Kristus itu terbebas dari ancaman kutuk dan kekuatannya. Demikianlah kitapun akhirnya ditebus dari kutuk itu, karena Kristrus menjadi kutuk namun kutuk itu sendiri tak punya daya apapun terhadapNya. Tujuan dari kutuk itu dilenyapkan diatas Salib itu adalah supaya manusia siap menerima berkat yaitu “berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain” (Galatia 3:14), dengan demikian janji berkat Allah itu tidak hanya diperuntukkan bagi bangsa Israel saja namun bagi segenap manusia yang ada “di dalam Dia”, akibatnya karena berkat-berkat itu adalah berkat yang bersifat rohani maka “oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu” (Galatia 3:14). Dengan menerima Roh itu kita tak lagi dituntun oleh hawa nafsu daging sebagai ragi yang membusukkan, yaitu yang “mengkhamiri seluruh adonan” (I Korintus 5:6). Itulah dengan menerima Roh Allah itu kita memiliki suatu kehidupan yang baru, sehingga kita harus membuang “ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru” (I Korintus 5:7), yaitu adonan yang diolah Roh Allah yang suci menuju kepada kesucian. Dan jika kita berada dalam Roh Allah ini maka jelas “kamu memang tidak beragi” artinya tidak ada prinsip pembusukan dalam kita, karena pembusukan dan pelapukan itu hanya terjadi karena dosa. Dalam Roh Allah yang ada hanya hidup dan kesucian, serta pemulihan kepada kemuliaan. Ini disebabkan karena “anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus.” Sehingga malaikat maut itu melewati kita, sama seperti kita bangsa Mesir ditimpa oleh tulah kematian, karena bangsa Israel telah menyembelih Anak Domba Paskah mereka dilewati oleh maut itu.
Demikianlah dalam kita tidak ada lapuk dan khamir. Yang ada hanya hidup oleh Roh Kudus, karena Anak Domba Paskah telah disembelih, yaitu Kristus, sehingga kita dilewati malaikat maut, karena Kristus telah bangkit dan mengalahkan maut itu sehingga kita sudah dipindah dari dalam maut ke dalam hidup (Yohanes 5:24). Itulah sebabnya “marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” artinya kita membuahkan buah-buah kehidupan yang sesuai dengan hidup baru oleh Roh Kudus itu. Biarlah Kebangkitan Kristus yang akan kita rayakan besok sore itu akan betul-betul memberi makna dan orientasi yang baru bagi hidup kita. Amin.
Bismil Abi, wal Ibni, war Ruhul Qudus, al-Ilahu Wahid,Amin.
Shalom Aalikhem Be Shem Ha-Massiakh.
Saudara-saudari yang Terkasih di dalam Sang Kristus,
Sore ini secara Liturgis kita mengikuti bagaimana peristiwa ketika Kristus diarak untuk penguburan-Nya yang dilakukan oleh para murid-Nya terutama oleh Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus. Namun sore ini juga adalah suatu penantian bagaimana Kristus yang dikuburkan ini, nantinya kan bangkit lagi dari kuburan itu. Mengenai kebangkitan itu sendiri bacaan dari nubuat Nabi Yehezkiel memberikan kepada kita mengenai bayang-bayang tentang peristiwa itu.
Dalam pasal bacaan kita ini dikisahkan mengenai penglihatan Nabi Yehezkiel akan lembah yang dipenuhi dengan “tulang-tulang kering” (Yehezkiel 37:1-2). Memang sebenarnya penglihatan ini adalah mengenai keberadaan bangsa Israel yang secara nasional sudah mati seperti tulang-tulang kering, karena negera mereka sudah dihancurkan dan mereka sendiri dalam pembuangan. Namun secara prinsip ini juga berbicara tentang keyakinan akan adanya kebangkitan orang-orang mati. Oleh karena itu Yehezkiel ditanya oleh TUHAN apakah tulang-tulah kering seperti itu dapat dibangkitkan hidup kembali (Yehezkiel 37:3). Karena Yehezkiel menjawab tidak tahu, maka TUHAN menunjukkan bahwa kebangkitan dari kematian itu adalah mungkin dengan jalan memerintahkan sang nabi itu untuk bernubuat kepada tulang-tulang kering itu (Yehezkiel 37:4), bahwa TUHAN akan memberi nafas hidup padanya, agar tulang-tulang itu hidup kembali (Yehezkiel 37:5). TUHAN akan memberikan urat-urat, daging dan kulit untuk menutupinya, lalu memberikan nafas hidup, supaya tulang itu. Karena Ia adalah TUHAN yaitu yang mampu untuk menciptakan kehidupan dari hal yang sudah mati (Yehezkiel 37:6).
Taat kepada perintah itu nabi Yehezkielpun bernubuat, dan “kedengaranlah suara, sungguh, suatu suara berderak-derak, dan tulang-tulang itu bertemu satu sama lain.” (Yehezkiel 37:7), serta “urat-urat ada dan daging tumbuh padanya, kemudian kulit menutupinya, tetapi mereka belum bernafas” (Yehezkiel 37:8). Atas perintah TUHAN lagi Yehezkiel bernubuat bagi nafas hidup agar masuk kedalam tubuh yang baru tercipta tetapi tak memiliki kehidupan itu (Yehezkiel 37:9), sehingga “nafas hidup itu masuk di dalam mereka, sehingga mereka hidup kembali” (Yehezkiel 37:10). Dari kejadian ini TUHAN mengajar kepada Yehezkiel dan kepada segenap manusia yang mengatakan bahwa kalau orang sudah mati dan menjadi tulang kering maka kata mereka “Tulang-tulang kami sudah menjadi kering, dan pengharapan kami sudah lenyap, kami sudah hilang” (Yehezkiel 37:11). Namun Allah menjawab lain, karena Ia adalah Pencipta kehidupan, dan berkuasa menjadikan dari yang tidak ada menjadi ada, maka Ia berjanji “Aku membuka kubur-kuburmu dan membangkitkan kamu, hai umat-Ku, dari dalamnya” (Yehezkiel 37:12). Dan dengan peristiwa kebangkitan ini kuasa Allah dan keberadaan Allah sebagai yang menguasai segenap kehidupan itu makin menjadi nyata, sehingga “kamu akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN, pada saat Aku membuka kubur-kuburmu dan membangkitkan kamu, hai umat-Ku, dari dalamnya” (Yehezkiel 37:13). Kebangkitan yang dijanjikan Allah mungkin terjadi karena “Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalammu, sehingga kamu hidup kembali” (Yehezkiel 37:14). Dan jika hal itu terjadi maka manusia akan tahu bahwa “Aku, TUHAN, yang mengatakannya dan membuatnya” (Yehezkiel 37:14). Dengan demikian kebangkitan dari kematian itu adalah pembuktian akan adanya Allah, akan kekuasaan Allah, akan kebenaran janji serta firman Allah, akan adaNya Allah yang hidup. Pendek kata, adanya kebangkitan itu akan menjadi sarana keberadaan Allah dinyatakan dan dibuktikan kepada segenap manusia. Dengan kata lain kebangkitan dari kematian itu akan menjadi suatu Wahyu akan keberadaan Allah yang melepaskan manusia dari kungkungan kematian.
Beratus-ratus tahun bangsa Israel menunggu penggenapan dari janji Allah ini, namun tak kunjung datang juga. Namun hanya ketika Yesus Kristus datang saja, maka kebenaran tentang kebangkitan dari kematian itu menjadi nyata dan terbukti. Hari Jum’at sore kala Sang Kristus wafat itu bukanlah masa keputus-asaan karena meninggalNya Sang Kristus, namun itu adalah hari penantian dan hari sukacita. Berbeda dengan mereka yang menolak kebenaran ini, hari Jum’at itu adalah hari ketakutan, jangan-jangan apa yang dijanjikan Kristus bahwa Ia akan bangkit lagi itu adalah suatu kebenaran. Itulah sebabnya dalam bacaan Injil kita kali ini dikatakan “datanglah imam-imam kepala dan orang-orang Farisi bersama-sama menghadap Pilatus” (Matius 27:62). Mereka tetap saja menganggap penyesat ketika berbicara dengan Pilatus, namun demikian mereka merasa tidak pasti akan diri mereka sendiri, apakah betul-betul dengan kematian Yesus Kristus itu segalanya sudah selesai. Hati nurani mereka terganggu dengan kata-kata Sang Kristus ketika “sewaktu hidup-Nya berkata: Sesudah tiga hari Aku akan bangkit.” (Matius 27:63). Mereka sudah mengantisipasi untuk menentang kebenaran mengenai kebangkitan dari antara orang mati yang Kitab Suci mereka sendiri itu mengajarkan tentang kebenaran adanya kebangkitan tersebut. Begitu khawatirnya dan ragu-ragunya hati mereka bahwa mereka telah dapat menghabisi Sang kristus selama-lamanya, sehingga mereka minta Pilatus untuk memerintahkan “untuk menjaga kubur itu sampai hari yang ketiga; jikalau tidak, murid-murid-Nya mungkin datang untuk mencuri Dia, lalu mengatakan kepada rakyat: Ia telah bangkit dari antara orang mati” (Matius 27:64). Adalah menggelikan bahwa murid-murid yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa, serta dalam keadaan ketakutan ketika Guru mereka ditangkap dan dianiaya itu dianggap dapat melakukan apa yang mereka khawatirkan itu.
Dosa memang selalu membayang-bayangi dan menghantui orang yang melakukannya. Kalau memang Yesus bangkit dari antara orang mati berarti Ia bangkit, tak mungkin para murid murid yang lemah dan penakut itu dapat mencuri lalu menyebarkan dusta dan kebohongan tentag Sang Guru itu. Mereka takut bahwa ajaran mereka itulah yang akan tersingkirkan jika Yesus betul-betul bangkit, sehingga mereka mengatakan jika para murid itu menyebarkan kebenaran bahwa Yesus Kristus memang bangkit dari anatara orang mati maka “penyesatan yang terakhir akan lebih buruk akibatnya dari pada yang pertama." (Matius 27:64), dan kita tidak tahu penyesatan mana yang dimaksud dan lebih buruknya juga bagaimana. Usaha mereka ini sia-sia saja, karena mereka berarti menentang kuasa Allah. Mereka menggunakan kekuasan pemerintah dengan menggunakan “penjaga-penjaga” dengan perintah untuk menjaga “kubur itu sebaik-baiknya." (Matius 27:65), dan begitu khawatirnya bahwa kebangkitan itu akan terjadi sehingga para pemimpin agama Yahudi itu “dengan bantuan penjaga-penjaga itu mereka memeterai kubur itu dan menjaganya” (Matius 27:66). Sia-sialah mereka melawan apa yang memang sudah tak bisa dilawan itu. Iblis memang tidak ingin kekalahannya itu diberitakan kemana-mana, oleh karena itu melalui orang-orang yang tidak percaya ini ia berusaha medustakan kebenaran tentang Penyaliban dan Kebangkitan Yesus itu. Ia berusaha menipu manusia dengan mengatakan bahwa kebangkitan dan bersamaan dengan itu Penyaliban Kristus itu tak pernah terjadi. Namun didustakan bagaimanapun juga kebenaran tentang kebangkitan ini tak akan bisa ditutup-tutupi. Karena dalam peristiwa Kematian dan Kebangkitan Kristus itu keberadaan Allah dan kuasaNya dinyatakan, maka Kristus itu adalah memang Wahyu Allah atau Penyataan Diri Allah kepada dunia melalui bukti kebangkitanNya itu. Itulah sebabnya Penyaliban dan Kebangkitan Kristus itu mempunyai dampak luar biasa bagi manusia.
Dampak itu dinyatakan dalam pembacaan dari Risalah Rasuliah kita hari ini. Orang yang mati disalib menurut Taurat adalah orang yang terkena kutuk: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!" (Galatia 3:13). Namun karena Kristus disalibkan bukan karena kesalahan atau dosa apapun yang dilakukanNya karena Ia memang tanpa dosa, maka kuasa kutuk itu menjadi bubar berhadapan dengan target yang tak mengena itu. Sehingga dengan demikian kemanusiaan kita yang dikenakan Kristus itu terbebas dari ancaman kutuk dan kekuatannya. Demikianlah kitapun akhirnya ditebus dari kutuk itu, karena Kristrus menjadi kutuk namun kutuk itu sendiri tak punya daya apapun terhadapNya. Tujuan dari kutuk itu dilenyapkan diatas Salib itu adalah supaya manusia siap menerima berkat yaitu “berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain” (Galatia 3:14), dengan demikian janji berkat Allah itu tidak hanya diperuntukkan bagi bangsa Israel saja namun bagi segenap manusia yang ada “di dalam Dia”, akibatnya karena berkat-berkat itu adalah berkat yang bersifat rohani maka “oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu” (Galatia 3:14). Dengan menerima Roh itu kita tak lagi dituntun oleh hawa nafsu daging sebagai ragi yang membusukkan, yaitu yang “mengkhamiri seluruh adonan” (I Korintus 5:6). Itulah dengan menerima Roh Allah itu kita memiliki suatu kehidupan yang baru, sehingga kita harus membuang “ragi yang lama itu, supaya kamu menjadi adonan yang baru” (I Korintus 5:7), yaitu adonan yang diolah Roh Allah yang suci menuju kepada kesucian. Dan jika kita berada dalam Roh Allah ini maka jelas “kamu memang tidak beragi” artinya tidak ada prinsip pembusukan dalam kita, karena pembusukan dan pelapukan itu hanya terjadi karena dosa. Dalam Roh Allah yang ada hanya hidup dan kesucian, serta pemulihan kepada kemuliaan. Ini disebabkan karena “anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus.” Sehingga malaikat maut itu melewati kita, sama seperti kita bangsa Mesir ditimpa oleh tulah kematian, karena bangsa Israel telah menyembelih Anak Domba Paskah mereka dilewati oleh maut itu.
Demikianlah dalam kita tidak ada lapuk dan khamir. Yang ada hanya hidup oleh Roh Kudus, karena Anak Domba Paskah telah disembelih, yaitu Kristus, sehingga kita dilewati malaikat maut, karena Kristus telah bangkit dan mengalahkan maut itu sehingga kita sudah dipindah dari dalam maut ke dalam hidup (Yohanes 5:24). Itulah sebabnya “marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran” artinya kita membuahkan buah-buah kehidupan yang sesuai dengan hidup baru oleh Roh Kudus itu. Biarlah Kebangkitan Kristus yang akan kita rayakan besok sore itu akan betul-betul memberi makna dan orientasi yang baru bagi hidup kita. Amin.