Bangun & Bereskan Tilammu [by: Fr.Yohanes Bambang]
Date: 26 April 2010
Minggu ini adalah Minggu ketiga sesudah Paskah dan ini disebut sebagai Minggu orang lumpuh, karena bacaannnya barkaitan dengan kisah orang lumpuh yang disembuhkan oleh Yesus Kristus sendiri, dan yang disembuhkan oleh Js. Petrus. Di dalam Injil maupun Kisah Para Rasul, mujizat yang terjadi oleh Roh sendiri maupun melalui Para Rasul selalu disebut sebagai “Tanda”. Ini menunjuk bahwa berdasarkan Injil suatu mujizat terjadi bukan hanya sekedar penonjolan peristiwa adi-kodrati saja yang menjadi fokusnya. Namun ini berarti bahwa dalam peristiwa adi-kodrati ini suatu “kebenaran” Illahi dinyatakan.
Dengan demikian suatu peristiwa mujizat hanya memberikan makna bagi kita, jika kita mengerti bahwa melalui peristiwa itu, suatu kebenaran Illahi sedang diungkapkan dan dibukakan bagi manusia. Demikianlah yang terjadi dengan peristiwa mujizat yang sedang kita bahas dalam bacaan kita kali ini. Baik dalam Kisah Injil maupun dalam bacaan kita Kisah Para Rasul, menjelaskan bahwa suatu mujizat telah terjadi pada orang lumpuh dan dalam Kisah Para Rasul itu, ditambah dengan kisah pembangkitan orang yang sudah mati. Menurut Injil si orang lumpuh ini berada bersama dengan orang banyak lain mengharapkan mendapatkan suatu mujizat kesembuhan dari air yang digoncangkan malaikat, sedangkan dalam Kisah Para Rasul diceritakan bahwa si lumpuh yang bernama “Eneas” itu hanya berbaring saja ditempat tidurnya, si lumpuh dalam Injil telah menderita sakit selama tiga puluh delapan tahun, sedangkan Eneas dalam Kisah Para Rasul itu, menderita penyakit yang sama selama delapan tahun. Injil memang berbeda dengan Kitab-Kitab Suci lain manapun yang ada didunia ini. Karena Injil tidak memuat ajaran yang bersifat filsafat atau teori keagamaan, tak pula berisi aturan-aturan hukum, meskipun mengandung itu semuanya, namun Injil lebih bersifat kisah karya dan tindakan nyata dari Yesus Kristus yang melalui karya dan tindakan nyata itu, kebenaran hakiki itu dinyatakan. Dengan demikian Injil tidak hanya memberikan kita teori tentang kebenaran, namun kebenaran ajarannya dinyatakan lebih dahulu oleh kuasa yang membuktikan kebenaran isinya. Ini berarti bahwa jika Injil berbicara tentang kesembuhan dari penyakit, maka janjinya itu telah dibuktikan dahulu sebelum teorinya muncul. Dengan demikian dalam Injil kebenaran itu sekaligus dibuktikan oleh fakta. Dan fakta itu selalu dapat dilihat dalam peristiwa fisik namun yang jauh menunjuk kepada hal-hal yang bersifat rohani. Demikian pula dalam peristiwa kelumpuhan ini akan kita lihat kebenaran rohaniah dinyatakan kepada kita.
Kelumpuhan adalah salah satu bentuk penyakit, yang dalam Injil kita kali ini, macam-macam penyakit lain yang diderita manusia itu disebutkan disini yaitu : “orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang orang lumpuh” (Yoh 5: 3). Oleh dosa manusia tunduk pada kematian yang dalam Kisah rasul dinyatakan dengan peristiwa “Kematian” Dorkas. Dan sebelum kematian itu membuahkan kuasanya dalam mencengkeram hidup manusia, ia telah menyatakan berita-berita kehadirannya dalam diri manusia melalui penyakit-penyakit. Demikianlah penyakit itu merupakan gejala dan tanda beradanya kematian di dalam diri manusia. Dan karena terjadinya kematian itu karena dosa, maka demikianlah penyakit itu bersifat fisik, itu juga terkait dengan penyakit manusia baik bersifat jiwani maupun yang bersifat rohani. Kelumpuhan dua orang lumpuh dan kematian Dorkas itu, menyatakan kepada kita bahwa dosa telah melumpuhkan dan mematikan manusia, sehingga manusia tak mampu berbuat apapun selain menggeletak mengharapkan pertolongan mujizat atau tergeletak tanpa harapan sama sekali, atau terletak mati tanpa daya dan nafas. Dosa betul-betul melumpuhkan dan mematikan manusia. Dan kematian inilah musuh terpuncak manusia dalam hidup dan kehidupan ini.
Namun baik dalam Injil maupun dalam Kisah Rasul itu, si lumpuh dibuktikan menemukan kesembuhannya setelah berjumpa dengan Yesus, baik secara langsung maupun melalui pemberitaan rasulNya. Dengan demikian menunjukan bahwa mujizat pemulihan yang dilakukan oleh Yesus itu dapat terjadi baik melalui perjumpaan langsung maupun tak langsung yaitu melalui pelayanan dari para hambaNya. Ini menggembirakan bagi kita, sebab hal ini membuktikan bahwa Injil masih memberikan harapan yang sama pada kita, meskipun kita tak dapat bertemu dengan Yesus secara fisik yaitu berhadapan muka dengan muka, namun melalui pelayanan para hambaNya di dalam GerejaNya, kuasa yang sama itu masih berlaku dan berjalan dan pemulihan yang sama dari kelumpuhan dan kematian jasmani, lebih-lebih yang rohani itupun masih dapat terjadi bagi mereka yang memiliki Iman. Perjumpaan dengan Yesus itu adalah suatu proses yang tak pernah mengenal henti. Dalam Injil kita membaca bahwa setelah si lumpuh disembuhkan Yesus, dia tak dibiarkan menggeletak diatas tempat tidurnya, namun diperintahkan dengan tegas “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah” (Yoh 5:8). Demikian juga didalam Kisah rasul dikatakan: ”…bangunlah dan bereskanlah tempat tidurmu” (Kisah 9:34). Pada saat orang berjumpa dengan Yesus, hal pertama yang didapatkan adalah kemampuan untuk berdiri. Dia mendapat suatu kekuatan baru yang tidak diperoleh melalui amal-kebaikan sendiri. Karena kekuatan baru ini adalah “Energi Illahi” yang berkarya di dalam sukma manusia, sebagaimana yang dibuktikan dalam karyanya secara fisik dalam membangunkan orang lumpuh dan membangkitkan Dorkas yang telah mati. Karya yang sama ini pula yang bekerja di dalam batin seseorang setelah dia mengalami perjumpaan dengan Kristus, yang secara Sakramental dalam Baptisan dan Perjamuan Kudus, orang dipersatukan dan dimanunggalkan dalam perjumpaan dengan Yesus yang lebih erat lagi.
Sebagaimana kepada kedua orang lumpuh itu diperintahkan untuk “bangun, angkat tilam, bereskan tempat tidur dan berjalan”, dengan demikian terjadi proses lanjutan setelah mendapat sentuhan awal ini, demikian pula dalam alam batin manusia yang telah mengalami perjumpaan dengan Yesus itu. Pertama sekali rohnya disembuhkan karena menyatu dengan kebangkitan Yesus dari kematian, sehingga roh yang tadinya lumpuh dan mati itu, sekarang telah mulai dapat hidup dan tegak. Namun setelah roh manusia itu dibangkitkan kembali oleh “kasih karunia Allah” yaitu “Energi Illahi” yang dikerjakan oleh Roh Kudus, langkah selanjutnya yang harus diambil adalah “bangun”. Bangun disini artinya memiliki kekuatan baru untuk mulai melangkah. Dengan demikian setiap orang Kristen yang telah mengalami pemulihan dari kematian dan kelumpuhannya, haruslah mulai mempunyai orientasi yang baru dalam hidupnya. Dia harus mulai bangun dari tergeletaknya yang begitu lama itu. Tergeletak artinya tak mampu menjalankan apapun yang baik dan yang berkenan dihadapan Allah. Maka sekarang suatu niat dan motivasi kuat harus mulai dimunculkan untuk melangkah kepada panggilannya yang untuknya dia dipulihkan dan disembuhkan. Setelah motivasi dan niat muncul, maka suatu tindakan yang nyata harus mulai dilakukan “angkat tilammu” .
Tilam adalah sarana dimana dia bertimpu selama dalam kelumpuhan itu. Ini menunjuk pada tumpuan-tumpuan hidup yang selama ini melandasi kehidupannnya sebagai orang yang telah lumpuh dan mati secara jasmani. Inilah merupakan kebiasaan dan gaya hidup yang melandasi cara hidupnya selama ini. Dengan tilam diangkat, berarti tak lagi tilam itu menjadi tumpuannnya. Ini berarti bahwa motivasi dan niat yang baru itu harus dibuktikan melalui membuang dan meninggalkan cara-cara hidup yang selama ini menjadi tumpuan hatinya. Inilah yang disebut pertobatan itu. Tobat itu memang didahului dari kesadaran perjumpaan dengan Allah, dilanjutkan dengan motivasi dan niat untuk meninggalkan dosa dan hidup bagi Allah, yang dibuktikan melalui tindakan nyata meninggalkan dan membuang cara-cara hidup yang tak berkenan di hadapan Allah. Selanjutnya kita harus melanjutkan proses perjumpaan dengan Yesus ini melalui “membereskan tempat tidur”. Karena terlalu lama kita sudah bertumpu pada tilam kelumpuhan itu, maka suatu kekusutan hidup pastilah terjadi dalam pengalaman hidup seseorang. Itulah sebabnya, proses mengangkat tilam itu tak dapat terjadi dalam waktu semalam. Perlu baginya juga untuk memberesi tilam, artinya membereskan efek dan dampak yang masih tinggal dan mengganggu yang berasal dari kehidupannya yang lama yang mungkin masih selalu mengganggu dan menyeretnya untuk kembali pada kebiasaan-kebiasaan hidup yang lama. Itulah sebabnya niat pertama itu harus tetap diperkuat setiap saat. Pemberesan ini memerlukan kesabaran dan waktu yang tidak sedikit. Dan masing-masing orang membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Inilah perjuangan yang tak pernah berhenti dalam proses manusia pada kemanunggalan dengan Yesus – Sang Sabda yang menjelma itu. Dan terakhir orang harus “berjalan” terus setelah proses pemberesan tilam tadi. Artinya kita tak boleh pernah merasa telah mencapai tujuan. Kita tak boleh putus asa dan berhenti ditengah jalan dalam perjuangan untuk manunggal dengan Yesus itu.
Hidup Kristen haruslah hidup yang dinamis, yang berjalan, yang bergerak yang maju dan yang melangkah ke depan. Jika kita telah merasa puas dengan tahap yang telah kita capai sekarang, itu menunjukan bahwa kita telah berhenti untuk berjalan dan untuk maju. Pada saat kita berhenti dan tak mau berjalan lagi, pada saat itulah kita mengalami kemunduran, dan terjadi suatu kemandegan dan kehancuran. Dan dalam kemunduran, kita dapat terjatuh lumpuh lagi bahkan menjadi mati hancur. Oleh karena itu tak ada kamusnya dalam kehidupan rohani Kristen itu, kita berhenti, mengaso dan beristirahat dari “berjalan”. Bagi orang Kristen hanya ada satu pilihan “berjalan terus dan hidup” atau “berhenti, mundur dan akhirnya mati”. Karena itu agar supaya kita dapat hidup baik dan berkenan dihadapan Allah, marilah kita kita “bereskan tilam kita masing-masing” dan berjalan menurut apa yang Allah kehendaki dalam hidup kita.
Kemuliaan bagi Sang Bapa, Sang Putera, serta Sang Roh kudus, Amen.
Minggu ini adalah Minggu ketiga sesudah Paskah dan ini disebut sebagai Minggu orang lumpuh, karena bacaannnya barkaitan dengan kisah orang lumpuh yang disembuhkan oleh Yesus Kristus sendiri, dan yang disembuhkan oleh Js. Petrus. Di dalam Injil maupun Kisah Para Rasul, mujizat yang terjadi oleh Roh sendiri maupun melalui Para Rasul selalu disebut sebagai “Tanda”. Ini menunjuk bahwa berdasarkan Injil suatu mujizat terjadi bukan hanya sekedar penonjolan peristiwa adi-kodrati saja yang menjadi fokusnya. Namun ini berarti bahwa dalam peristiwa adi-kodrati ini suatu “kebenaran” Illahi dinyatakan.
Dengan demikian suatu peristiwa mujizat hanya memberikan makna bagi kita, jika kita mengerti bahwa melalui peristiwa itu, suatu kebenaran Illahi sedang diungkapkan dan dibukakan bagi manusia. Demikianlah yang terjadi dengan peristiwa mujizat yang sedang kita bahas dalam bacaan kita kali ini. Baik dalam Kisah Injil maupun dalam bacaan kita Kisah Para Rasul, menjelaskan bahwa suatu mujizat telah terjadi pada orang lumpuh dan dalam Kisah Para Rasul itu, ditambah dengan kisah pembangkitan orang yang sudah mati. Menurut Injil si orang lumpuh ini berada bersama dengan orang banyak lain mengharapkan mendapatkan suatu mujizat kesembuhan dari air yang digoncangkan malaikat, sedangkan dalam Kisah Para Rasul diceritakan bahwa si lumpuh yang bernama “Eneas” itu hanya berbaring saja ditempat tidurnya, si lumpuh dalam Injil telah menderita sakit selama tiga puluh delapan tahun, sedangkan Eneas dalam Kisah Para Rasul itu, menderita penyakit yang sama selama delapan tahun. Injil memang berbeda dengan Kitab-Kitab Suci lain manapun yang ada didunia ini. Karena Injil tidak memuat ajaran yang bersifat filsafat atau teori keagamaan, tak pula berisi aturan-aturan hukum, meskipun mengandung itu semuanya, namun Injil lebih bersifat kisah karya dan tindakan nyata dari Yesus Kristus yang melalui karya dan tindakan nyata itu, kebenaran hakiki itu dinyatakan. Dengan demikian Injil tidak hanya memberikan kita teori tentang kebenaran, namun kebenaran ajarannya dinyatakan lebih dahulu oleh kuasa yang membuktikan kebenaran isinya. Ini berarti bahwa jika Injil berbicara tentang kesembuhan dari penyakit, maka janjinya itu telah dibuktikan dahulu sebelum teorinya muncul. Dengan demikian dalam Injil kebenaran itu sekaligus dibuktikan oleh fakta. Dan fakta itu selalu dapat dilihat dalam peristiwa fisik namun yang jauh menunjuk kepada hal-hal yang bersifat rohani. Demikian pula dalam peristiwa kelumpuhan ini akan kita lihat kebenaran rohaniah dinyatakan kepada kita.
Kelumpuhan adalah salah satu bentuk penyakit, yang dalam Injil kita kali ini, macam-macam penyakit lain yang diderita manusia itu disebutkan disini yaitu : “orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang orang lumpuh” (Yoh 5: 3). Oleh dosa manusia tunduk pada kematian yang dalam Kisah rasul dinyatakan dengan peristiwa “Kematian” Dorkas. Dan sebelum kematian itu membuahkan kuasanya dalam mencengkeram hidup manusia, ia telah menyatakan berita-berita kehadirannya dalam diri manusia melalui penyakit-penyakit. Demikianlah penyakit itu merupakan gejala dan tanda beradanya kematian di dalam diri manusia. Dan karena terjadinya kematian itu karena dosa, maka demikianlah penyakit itu bersifat fisik, itu juga terkait dengan penyakit manusia baik bersifat jiwani maupun yang bersifat rohani. Kelumpuhan dua orang lumpuh dan kematian Dorkas itu, menyatakan kepada kita bahwa dosa telah melumpuhkan dan mematikan manusia, sehingga manusia tak mampu berbuat apapun selain menggeletak mengharapkan pertolongan mujizat atau tergeletak tanpa harapan sama sekali, atau terletak mati tanpa daya dan nafas. Dosa betul-betul melumpuhkan dan mematikan manusia. Dan kematian inilah musuh terpuncak manusia dalam hidup dan kehidupan ini.
Namun baik dalam Injil maupun dalam Kisah Rasul itu, si lumpuh dibuktikan menemukan kesembuhannya setelah berjumpa dengan Yesus, baik secara langsung maupun melalui pemberitaan rasulNya. Dengan demikian menunjukan bahwa mujizat pemulihan yang dilakukan oleh Yesus itu dapat terjadi baik melalui perjumpaan langsung maupun tak langsung yaitu melalui pelayanan dari para hambaNya. Ini menggembirakan bagi kita, sebab hal ini membuktikan bahwa Injil masih memberikan harapan yang sama pada kita, meskipun kita tak dapat bertemu dengan Yesus secara fisik yaitu berhadapan muka dengan muka, namun melalui pelayanan para hambaNya di dalam GerejaNya, kuasa yang sama itu masih berlaku dan berjalan dan pemulihan yang sama dari kelumpuhan dan kematian jasmani, lebih-lebih yang rohani itupun masih dapat terjadi bagi mereka yang memiliki Iman. Perjumpaan dengan Yesus itu adalah suatu proses yang tak pernah mengenal henti. Dalam Injil kita membaca bahwa setelah si lumpuh disembuhkan Yesus, dia tak dibiarkan menggeletak diatas tempat tidurnya, namun diperintahkan dengan tegas “Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah” (Yoh 5:8). Demikian juga didalam Kisah rasul dikatakan: ”…bangunlah dan bereskanlah tempat tidurmu” (Kisah 9:34). Pada saat orang berjumpa dengan Yesus, hal pertama yang didapatkan adalah kemampuan untuk berdiri. Dia mendapat suatu kekuatan baru yang tidak diperoleh melalui amal-kebaikan sendiri. Karena kekuatan baru ini adalah “Energi Illahi” yang berkarya di dalam sukma manusia, sebagaimana yang dibuktikan dalam karyanya secara fisik dalam membangunkan orang lumpuh dan membangkitkan Dorkas yang telah mati. Karya yang sama ini pula yang bekerja di dalam batin seseorang setelah dia mengalami perjumpaan dengan Kristus, yang secara Sakramental dalam Baptisan dan Perjamuan Kudus, orang dipersatukan dan dimanunggalkan dalam perjumpaan dengan Yesus yang lebih erat lagi.
Sebagaimana kepada kedua orang lumpuh itu diperintahkan untuk “bangun, angkat tilam, bereskan tempat tidur dan berjalan”, dengan demikian terjadi proses lanjutan setelah mendapat sentuhan awal ini, demikian pula dalam alam batin manusia yang telah mengalami perjumpaan dengan Yesus itu. Pertama sekali rohnya disembuhkan karena menyatu dengan kebangkitan Yesus dari kematian, sehingga roh yang tadinya lumpuh dan mati itu, sekarang telah mulai dapat hidup dan tegak. Namun setelah roh manusia itu dibangkitkan kembali oleh “kasih karunia Allah” yaitu “Energi Illahi” yang dikerjakan oleh Roh Kudus, langkah selanjutnya yang harus diambil adalah “bangun”. Bangun disini artinya memiliki kekuatan baru untuk mulai melangkah. Dengan demikian setiap orang Kristen yang telah mengalami pemulihan dari kematian dan kelumpuhannya, haruslah mulai mempunyai orientasi yang baru dalam hidupnya. Dia harus mulai bangun dari tergeletaknya yang begitu lama itu. Tergeletak artinya tak mampu menjalankan apapun yang baik dan yang berkenan dihadapan Allah. Maka sekarang suatu niat dan motivasi kuat harus mulai dimunculkan untuk melangkah kepada panggilannya yang untuknya dia dipulihkan dan disembuhkan. Setelah motivasi dan niat muncul, maka suatu tindakan yang nyata harus mulai dilakukan “angkat tilammu” .
Tilam adalah sarana dimana dia bertimpu selama dalam kelumpuhan itu. Ini menunjuk pada tumpuan-tumpuan hidup yang selama ini melandasi kehidupannnya sebagai orang yang telah lumpuh dan mati secara jasmani. Inilah merupakan kebiasaan dan gaya hidup yang melandasi cara hidupnya selama ini. Dengan tilam diangkat, berarti tak lagi tilam itu menjadi tumpuannnya. Ini berarti bahwa motivasi dan niat yang baru itu harus dibuktikan melalui membuang dan meninggalkan cara-cara hidup yang selama ini menjadi tumpuan hatinya. Inilah yang disebut pertobatan itu. Tobat itu memang didahului dari kesadaran perjumpaan dengan Allah, dilanjutkan dengan motivasi dan niat untuk meninggalkan dosa dan hidup bagi Allah, yang dibuktikan melalui tindakan nyata meninggalkan dan membuang cara-cara hidup yang tak berkenan di hadapan Allah. Selanjutnya kita harus melanjutkan proses perjumpaan dengan Yesus ini melalui “membereskan tempat tidur”. Karena terlalu lama kita sudah bertumpu pada tilam kelumpuhan itu, maka suatu kekusutan hidup pastilah terjadi dalam pengalaman hidup seseorang. Itulah sebabnya, proses mengangkat tilam itu tak dapat terjadi dalam waktu semalam. Perlu baginya juga untuk memberesi tilam, artinya membereskan efek dan dampak yang masih tinggal dan mengganggu yang berasal dari kehidupannya yang lama yang mungkin masih selalu mengganggu dan menyeretnya untuk kembali pada kebiasaan-kebiasaan hidup yang lama. Itulah sebabnya niat pertama itu harus tetap diperkuat setiap saat. Pemberesan ini memerlukan kesabaran dan waktu yang tidak sedikit. Dan masing-masing orang membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Inilah perjuangan yang tak pernah berhenti dalam proses manusia pada kemanunggalan dengan Yesus – Sang Sabda yang menjelma itu. Dan terakhir orang harus “berjalan” terus setelah proses pemberesan tilam tadi. Artinya kita tak boleh pernah merasa telah mencapai tujuan. Kita tak boleh putus asa dan berhenti ditengah jalan dalam perjuangan untuk manunggal dengan Yesus itu.
Hidup Kristen haruslah hidup yang dinamis, yang berjalan, yang bergerak yang maju dan yang melangkah ke depan. Jika kita telah merasa puas dengan tahap yang telah kita capai sekarang, itu menunjukan bahwa kita telah berhenti untuk berjalan dan untuk maju. Pada saat kita berhenti dan tak mau berjalan lagi, pada saat itulah kita mengalami kemunduran, dan terjadi suatu kemandegan dan kehancuran. Dan dalam kemunduran, kita dapat terjatuh lumpuh lagi bahkan menjadi mati hancur. Oleh karena itu tak ada kamusnya dalam kehidupan rohani Kristen itu, kita berhenti, mengaso dan beristirahat dari “berjalan”. Bagi orang Kristen hanya ada satu pilihan “berjalan terus dan hidup” atau “berhenti, mundur dan akhirnya mati”. Karena itu agar supaya kita dapat hidup baik dan berkenan dihadapan Allah, marilah kita kita “bereskan tilam kita masing-masing” dan berjalan menurut apa yang Allah kehendaki dalam hidup kita.
Kemuliaan bagi Sang Bapa, Sang Putera, serta Sang Roh kudus, Amen.