Akulah Terang Dunia
[by: Fr.Yohanes Bambang]
Date: 12 Mei 2010
Dalam Doa penutup Liturgi dikatakan: “Karena segala pemberian yang baik serta setiap karunia yang sempurna berasal dari dari atas, turun dari Engkau, Bapa segala terang”. Artinya bahwa apa yang berasal dari Allah itu selalu baik dan sempurna. Hal ini dikarenakan Allah sebagai Pencipta segala sesuatu itu adalah sempurna, murni dan kudus. Dengan demikian tak mungkin bagi Allah menciptakan sesuatu itu bertentangan dari DiriNya sendiri. Kalau Allah itu baik, maka yang diciptakan itu baik, kalau Allah itu murni maka yang diciptakan itupun juga murni, dan kalau Allah itu kudus maka yang diciptakan itupun juga kudus. Ini membuktikan bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah, selalu dan tak boleh tidak, harus memantul-refleksikan keberadaan Allah dalam DiriNya sendiri. Karena itu tidaklah heran bahwa Allah dalam menciptakan manusia itu, dicipta “menurut GambarNya” (Kej 1:26). Artinya bahwa dalam diri manusia itu mempunyai potensi dan kemampuan untuk mewujud nyatakan hidup Allah dalam dirinya, karena itu kehidupan manusia bersifat Sakramental. Dikatakan hidup yang bersifat Sakramental karena melalui hidup manusia, Allah dinyatakan.
Dengan dasar ini, jika ada manusia yang lahir buta dan cacat secara fisik dalam Minggu orang Buta yang kita rayakan hari ini, itu bukan berarti orang tuanya yang salah ataupun Allah menciptakan orang tersebut tak sempurna, karena kesempurnaan tak dilihat dari cacatnya fisik, namun harus dilihat dari esensi manusia itu diciptakan. Karena meskipun orang itu lahir cacat dan buta, namun secara esensi, orang buta tersebut mempunyai kesadaran untuk bergaul dengan orang lain, saling terkait dalam kasih, dan juga ada kemampuan untuk merefleksi sifat dan karakter Allah dalam dirinya sebagai gambar dan rupa Allah.
Karena itu tidaklah heran ketika para murid mengatakan: ’Rabi, siapakah yang yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tua tuanya, sehingga ia dilahirkan buta? jawab Yesus : Bukan dia dan bukan orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan” (ayat 2-3). Artinya lahir buta tidaklah menunjuk bahwa dia atau orang tuanya yang berbuat dosa, namun ada maksud Allah yang dinyatakan melalui kebutaan orang itu, sehingga Allah dapat dinyatakan pada orang lain yang tak mengenal Allah.
Dari sini kita dapat melihat, bahwa Allah itu dapat menggunakan sesuatu untuk menyatakan diriNya sendiri pada orang lain melalui kesakitan yang diderita oleh orang tersebut. Kesembuhan orang tersebut dari sakit butanya, telah mengundang reaksi dari kalangan Farisi dan Ahli Taurat. Itu sebabnya tak heran jika orang-orang farisi dan Para Ahli Taurat, ingin tahu, menyelidik dan bertanya pada orang tua dari orang yang sakit buta. Ini menunjukkan bahwa para orang Farisi dan Ahli Taurat itu, tidak mengerti secara jelas, siapakah Yesus itu sebenarnya. kalau mereka mengerti siapakah Yesus itu, maka tak mungkin mereka mengadakan penyelidikan dan bertanya pada orang tua dari orang yang buta dari lahir. Karena bagi Yesus dalam posisinya sebagai Firman Allah yang tinggal dari kekal kekal didalam Allah (Yoh 8:42, Yoh 10:30) , tidak sulit bagiNya untuk menyembuhkan orang yang buta hingga dapat melihat, karena jagad dan manusia yang ada ini dicipta oleh Allah melalui diriNya sebagai Firman itupun, meskipun tanpa bahan, dapat terjadi dan muncul dalam keberadaannya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa orang buta itu dalam hidupnya mengalami kegelapan dan tidak dapat melihat, tak merasakan keindahkan jagad, beraneka ragam warna bunga, panorama keindahan jagad dan wajah orang-orang yang dekat dan dicintai serta yang mencintai dirinya, tidak dapat berjalan dengan mantap karena tidak mengetahui apa yang ada didepannya dan apapun yang dilakukan selalu ada bayang –bayang takut karena kondisi fisik yang menimpa dirinya.
Demikian juga halnya yang terjadi dalam diri orang yang buta rohani. Bagi orang yang hidup dalam kebutaan rohani, akan tidak dapat berjalan sesuai dengan jalan Allah. Orang tersebut akan cenderung dalam hidupnya untuk mengumbar nafsu, dan bahkan dalam hati dan batinnya terdalam tidak ada kekuatan sama sekali untuk melakukan apa yang Allah kehendaki dalam hidupnya. Apa yang dia lakukan adalah bagaimana cara untuk memuaskan nafsunya, mengikuti jalan dunia dan mengekspresikan sifat sifat setaniah seperti : berbuat jahat, berpikir culas, menginginkan barang orang lain, menipu, tidak setia terhadap janji dan selalu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Dia hidup dalam kegelapan, tidak dapat melihat Allah dan merasakan kasih yang Allah telah limpahkan pada dirinya.
Kebutaan rohani dapat disembuhkan, jika orang tersebut merubah hidupnya, bertobat dan masuk dalam hidup Allah. Karena sukar bagi manusia dapat melihat Allah jika tanpa dilandasi pertobatan dan kemurnian dalam hidupnya. Hal ini jelas sekali ditandaskan oleh Js. Matius dalam Injilnya yang mengatakan: “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Matius 5:8). Artinya untuk dapat melihat Allah itu ada satu persyaratan, yaitu : “Harus Suci hatinya”. Dari sini kita dapat melihat, tanpa kesuci murnian dan pertobatan dalam hidupnya, maka tidaklah mungkin bagi seseorang untuk dapat melihat Allah. Dengan kesuci – murnian hati itulah manusia akan dapat melihat Allah. Artinya manusia itu akan dapat berjalan sesuai dengan apa yang Allah kehendaki dalam hidup ini, manusia dapat melakukan perbuatan yang sesuai dengan apa yang Allah kehendaki dalam hidup ini seperti: murah hati, kasih, rendah hati, setia, tidak berbuat jahat, tidak dusta, dan selalu berpikir baik pada siapapun. Sikap dan karakter ini bisa terjadi dalam hidup seseorang jika telah mengalami pemanunggalan dengan Kristus melalui Sakramen yang terselenggara dalam Gereja. Dengan menyatu dengan Kristus, sebagaimana yang Kristus sendiri ungkapan bahwa Dia itu adalah “Terang dunia’, maka terang yang ada didalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus akan menjadi “terang dalam hidup kita manusia. Sehingga kata–kata Kristus: ”Engkau bukan saja melihat Dia, tetapi Dia sedang berkata-kata dengan engkau” (ayat 36) akan menjadi kenyataan.
Dari paparan ini, kita dapat melihat bahwa dalam minggu orang buta yang kita rayakan minggu ini adalah mengajar kita, bahwa yang nampaknya jelek dan hina dimata dunia, itu dapat Allah jadikan sempurna dan mulia untuk menyatakan kebesaran Allah dan DiriNya sendiri terhadap dunia dan orang-orang yang hidup dalam gelapnya dunia.
Kemuliaan bagi Sang Bapa dan Sang Putera serta Sang Roh Kudus, sekarang dan selalu serta sepanjang segala abad, Amin.
Dalam Doa penutup Liturgi dikatakan: “Karena segala pemberian yang baik serta setiap karunia yang sempurna berasal dari dari atas, turun dari Engkau, Bapa segala terang”. Artinya bahwa apa yang berasal dari Allah itu selalu baik dan sempurna. Hal ini dikarenakan Allah sebagai Pencipta segala sesuatu itu adalah sempurna, murni dan kudus. Dengan demikian tak mungkin bagi Allah menciptakan sesuatu itu bertentangan dari DiriNya sendiri. Kalau Allah itu baik, maka yang diciptakan itu baik, kalau Allah itu murni maka yang diciptakan itupun juga murni, dan kalau Allah itu kudus maka yang diciptakan itupun juga kudus. Ini membuktikan bahwa segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah, selalu dan tak boleh tidak, harus memantul-refleksikan keberadaan Allah dalam DiriNya sendiri. Karena itu tidaklah heran bahwa Allah dalam menciptakan manusia itu, dicipta “menurut GambarNya” (Kej 1:26). Artinya bahwa dalam diri manusia itu mempunyai potensi dan kemampuan untuk mewujud nyatakan hidup Allah dalam dirinya, karena itu kehidupan manusia bersifat Sakramental. Dikatakan hidup yang bersifat Sakramental karena melalui hidup manusia, Allah dinyatakan.
Dengan dasar ini, jika ada manusia yang lahir buta dan cacat secara fisik dalam Minggu orang Buta yang kita rayakan hari ini, itu bukan berarti orang tuanya yang salah ataupun Allah menciptakan orang tersebut tak sempurna, karena kesempurnaan tak dilihat dari cacatnya fisik, namun harus dilihat dari esensi manusia itu diciptakan. Karena meskipun orang itu lahir cacat dan buta, namun secara esensi, orang buta tersebut mempunyai kesadaran untuk bergaul dengan orang lain, saling terkait dalam kasih, dan juga ada kemampuan untuk merefleksi sifat dan karakter Allah dalam dirinya sebagai gambar dan rupa Allah.
Karena itu tidaklah heran ketika para murid mengatakan: ’Rabi, siapakah yang yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tua tuanya, sehingga ia dilahirkan buta? jawab Yesus : Bukan dia dan bukan orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan” (ayat 2-3). Artinya lahir buta tidaklah menunjuk bahwa dia atau orang tuanya yang berbuat dosa, namun ada maksud Allah yang dinyatakan melalui kebutaan orang itu, sehingga Allah dapat dinyatakan pada orang lain yang tak mengenal Allah.
Dari sini kita dapat melihat, bahwa Allah itu dapat menggunakan sesuatu untuk menyatakan diriNya sendiri pada orang lain melalui kesakitan yang diderita oleh orang tersebut. Kesembuhan orang tersebut dari sakit butanya, telah mengundang reaksi dari kalangan Farisi dan Ahli Taurat. Itu sebabnya tak heran jika orang-orang farisi dan Para Ahli Taurat, ingin tahu, menyelidik dan bertanya pada orang tua dari orang yang sakit buta. Ini menunjukkan bahwa para orang Farisi dan Ahli Taurat itu, tidak mengerti secara jelas, siapakah Yesus itu sebenarnya. kalau mereka mengerti siapakah Yesus itu, maka tak mungkin mereka mengadakan penyelidikan dan bertanya pada orang tua dari orang yang buta dari lahir. Karena bagi Yesus dalam posisinya sebagai Firman Allah yang tinggal dari kekal kekal didalam Allah (Yoh 8:42, Yoh 10:30) , tidak sulit bagiNya untuk menyembuhkan orang yang buta hingga dapat melihat, karena jagad dan manusia yang ada ini dicipta oleh Allah melalui diriNya sebagai Firman itupun, meskipun tanpa bahan, dapat terjadi dan muncul dalam keberadaannya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa orang buta itu dalam hidupnya mengalami kegelapan dan tidak dapat melihat, tak merasakan keindahkan jagad, beraneka ragam warna bunga, panorama keindahan jagad dan wajah orang-orang yang dekat dan dicintai serta yang mencintai dirinya, tidak dapat berjalan dengan mantap karena tidak mengetahui apa yang ada didepannya dan apapun yang dilakukan selalu ada bayang –bayang takut karena kondisi fisik yang menimpa dirinya.
Demikian juga halnya yang terjadi dalam diri orang yang buta rohani. Bagi orang yang hidup dalam kebutaan rohani, akan tidak dapat berjalan sesuai dengan jalan Allah. Orang tersebut akan cenderung dalam hidupnya untuk mengumbar nafsu, dan bahkan dalam hati dan batinnya terdalam tidak ada kekuatan sama sekali untuk melakukan apa yang Allah kehendaki dalam hidupnya. Apa yang dia lakukan adalah bagaimana cara untuk memuaskan nafsunya, mengikuti jalan dunia dan mengekspresikan sifat sifat setaniah seperti : berbuat jahat, berpikir culas, menginginkan barang orang lain, menipu, tidak setia terhadap janji dan selalu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Dia hidup dalam kegelapan, tidak dapat melihat Allah dan merasakan kasih yang Allah telah limpahkan pada dirinya.
Kebutaan rohani dapat disembuhkan, jika orang tersebut merubah hidupnya, bertobat dan masuk dalam hidup Allah. Karena sukar bagi manusia dapat melihat Allah jika tanpa dilandasi pertobatan dan kemurnian dalam hidupnya. Hal ini jelas sekali ditandaskan oleh Js. Matius dalam Injilnya yang mengatakan: “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Matius 5:8). Artinya untuk dapat melihat Allah itu ada satu persyaratan, yaitu : “Harus Suci hatinya”. Dari sini kita dapat melihat, tanpa kesuci murnian dan pertobatan dalam hidupnya, maka tidaklah mungkin bagi seseorang untuk dapat melihat Allah. Dengan kesuci – murnian hati itulah manusia akan dapat melihat Allah. Artinya manusia itu akan dapat berjalan sesuai dengan apa yang Allah kehendaki dalam hidup ini, manusia dapat melakukan perbuatan yang sesuai dengan apa yang Allah kehendaki dalam hidup ini seperti: murah hati, kasih, rendah hati, setia, tidak berbuat jahat, tidak dusta, dan selalu berpikir baik pada siapapun. Sikap dan karakter ini bisa terjadi dalam hidup seseorang jika telah mengalami pemanunggalan dengan Kristus melalui Sakramen yang terselenggara dalam Gereja. Dengan menyatu dengan Kristus, sebagaimana yang Kristus sendiri ungkapan bahwa Dia itu adalah “Terang dunia’, maka terang yang ada didalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus akan menjadi “terang dalam hidup kita manusia. Sehingga kata–kata Kristus: ”Engkau bukan saja melihat Dia, tetapi Dia sedang berkata-kata dengan engkau” (ayat 36) akan menjadi kenyataan.
Dari paparan ini, kita dapat melihat bahwa dalam minggu orang buta yang kita rayakan minggu ini adalah mengajar kita, bahwa yang nampaknya jelek dan hina dimata dunia, itu dapat Allah jadikan sempurna dan mulia untuk menyatakan kebesaran Allah dan DiriNya sendiri terhadap dunia dan orang-orang yang hidup dalam gelapnya dunia.
Kemuliaan bagi Sang Bapa dan Sang Putera serta Sang Roh Kudus, sekarang dan selalu serta sepanjang segala abad, Amin.